( 10 )

14K 1.2K 58
                                    


Selamat membaca~

°
°
°

Tidak mungkin!" Delina yang sedari tadi berusaha sekuat tenaga menahan agar tak terlihat gugup dan ketakutan saat ini malah tengah menangis melihat bukti-bukti yang para pria itu berikan.


Alis Aaron terangkat sebelah menatap wanita di hadapannya remeh.

"Kau tahu? Aku bukan pria yang sabar. Cepat berikan putraku." Aaron berucap dengan tenang namun aura yang pria itu keluarkan semakin hitam.

Delina menggeleng keras menatap mereka dengan was-was.

Saxon yang sedari tadi diam akhirnya mengeluarkan suara. Ia muak dengan drama didepannya.

"Tak usah bertele-tele. Kau hanya perlu memilih untuk mengambil uang dalam koper itu atau memilih seumur hidupmu kami tanggung dengan satu syarat Kau tak boleh lagi menemui Adra." Stefon berucap dengan penuh penekanan di akhir kalimat.

Delina mengepalkan tangannya, ingin rasanya melawan namun ia sadar diri ia tak mampu melawan semua orang di depannya. Hati dan otaknya berpikir keras melawan perasaannya.


Hatinya berkata tak ingin melepaskan Adra, namun otaknya berpikir sebaliknya. Jika Adra terus selalu bersamanya hidup anak itu akan selalu menderita dan kekurangan.

Delina menatap ketiga pria dihadapannya dengan intens. Dari aura dan pakaian, mereka bukan orang biasa, terlebih sekarang rumahnya dikelilingi oleh orang-orang berjas hitam dengan tato menyeramkan di badannya.

"Cih lama sekali! Sudah dua kali kami memberikan kesempatan agar tak membolongi kepalamu." Stefon berkata dengan dingin dengan wajah yang tenang.

"Baiklah aku menyerahkan Adr..." Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, ia melihat Adra tengah di gendong oleh seseorang menuju ke arah mobil. Begitupun dengan Aaron dan kedua putranya langsung berdiri pergi.

Delina dengan terburu-buru mengikuti mereka, melihat putranya sudah masuk kedalam mobil dengan keadaan masih tertidur ia ingin menggapai tangan Adra namun suara seseorang membuat ia menegang di tempat.

"Ingat. Kau tak boleh menemui putraku lagi atau kepalamu ku isi dengan peluru ini..." Aaron berkata dingin dengan mulut menyeringai.

Tubuh Delina meremang ketakutan. Orang seperti apa mereka? Apakah keputusannya benar menyerahkan Adra kepada mereka?.

°
°
°


Di lain tempat. Seorang wanita cantik tengah duduk tenang dengan segelas Wine di tangannya. Mulutnya sedari tadi tak pernah luntur dengan senyuman.

"Nona, Sebuah kiriman dari keluarga Seidner." Yane menundukkan kepalanya lalu pergi setelah mendapat anggukan.

Elena melirik box mewah itu. Ia mengambilnya dan mengeluarkan isinya. Sebuah kartu akses masuk Mansion keluarga Seidner dan 25 keping kartu Black Card.

Ia menyunggingkan senyumnya dengan mengelus foto seseorang.

"Putraku.."

°
°
°

Pukul 10 pagi Adra terbangun dengan tidur yang nyenyak.

"Eh kok kasurnya empuk?." Bocah itu belum menyadari sesuatu malah bergumam tak jelas.

Setelah mengedipkan mata berkali-kali ia melihat sekitar. Otaknya yang lemot mendadak berhenti seketika.

Adra's Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang