BANDUNG menyambut surya nya di pagi hari, seorang lelaki cantik menyusuri lorong kelas dengan perasaan hampa nya. Tubuh kurusnya di balut Hoodie mint yang kebesaran untuk ukuran tubuh nya. Rambut coklat lurus menutupi dahi putihnya. Mata rusa yang menunduk entah melihat jalanan atau melihat sepasang tungkai nya yang berjalan menjauh dari kerumunan orang yang berlalu lalang di depannya. Selaput bening yang menghalangi penglihatannya, memburam.
Ia edarkan pandangan, mencari tempat pelarian yang sempurna untuk menjerit melepas tangis. Melepas penat yang ia rasa saat ini.
Toilet adalah tujuan nya, entah sudah keberapa kali laki-laki itu menggigit bibir dalam nya. Perasaan nya hancur, untuk sekarang. Dia tidak ingin bertemu dengan satu orang pun.
Di ujung lorong, kaki nya tertambat pada seorang anak laki-laki seusianya yang tengah menatapnya tajam. Laki-laki cantik itu hendak mengembalikan langkahnya pada tempatnya yang semula namun nahas. Laki-laki tinggi di depannya sudah mencekal dan menahan pergelangan tangan nya.
"Maaf" ujar laki-laki tinggi pemilik Surai hitam yang terlihat kacau.
"Enggak apa-apa" yang lebih pendek menjawab dengan ujaran pelan. Tak kuasa menatap dua manik kembar milik lawan bicara. Ia hanya menunduk, walau dalam hati dirinya ingin sekali segera berlari dari hadapan sang kekasih.
"Sekali lagi maaf"
"Aku enggak apa Jeno" laki-laki cantik itu mengulas senyum di wajah kusut nya. Menertawakan dirinya sendiri dalam hati, bagaimana dia bisa bersikap seperti sediakala kepada laki-laki di depannya. Padahal beberapa waktu lalu, laki-laki ini secara terang-terangan menggandeng dan tertawa bersama dengan gadis cantik teman sekelasnya.
Dan entah bagaimana dirinya bisa jatuh cinta kepada Lee Jeno, laki-laki populer di sekolah yang memegang gelar pangeran sekolah. Sedangkan dirinya? Hanya siswa biasa yang bahkan hidup sederhana, sering menunggak SPP atau cicilan sekolah lain.
Mereka berbanding sangat jauh. Dari kehidupan ekonomi keluarga, sikap maupun perilaku.
—
Siang membakar kota selagi laki-laki cantik yang tengah menunggu kendaraan umum itu bersenandung kecil. Ahh, mungkin hanya dia siswa yang pulang naik kendaraan umum seperti bus. Siswa lain memiliki kendaraan masing-masing juga di antar jemput oleh keluarga mereka.
Rasa iri tertanam di pelupuk hatinya. Kini pikirannya sedang terhanyut dalam salah satu lagu yang ia dengar lewat headset yang menyumbat kedua telinga nya. Nadir - Fiersa Besari.
"Bagaimana? Sudah dapat jawaban tentang kekasihmu yang selingkuh Na?" Suara seseorang tak tertangkap dengan jelas oleh pendengarannya. Orang yang di panggil 'Na' melepas headset yang sejak tadi menyumbat telinganya.
"Eh, maaf bisa di ulang?"
Laki-laki Tan teman sekelasnya itu mendesah ribut. Menyandarkan punggung miliknya pada tiang. "Sudah dapat jawaban tentang kekasihmu yang selingkuh?" Ia bernama Haechan, teman sekelas sekaligus teman sebangkunya.
Desah ringan terdengar, Na Jaemin mengulas senyum sembari menutupi kepalanya dengan tudung Hoodie. "Aku percaya sama Jeno, Jeno nggak bakal macem-macem kok sama Yeji" geligi rapi dengan satu pasang gigi kelinci itu di tunjukan olehnya.
Laki-laki Tan terkekeh. "Yah baguslah kalau begitu, Jeno akan menyesal kalau dia sampai sia-siakan kamu"
"Jeno itu emang keliatan nakal, tapi aku percaya kok kalau dia setia sama aku" Jaemin kembali menimpali dengan cengengesan.
"Bah! Capek aku kalau tiap hari denger kamu ngebucin terus sama Jeno"
—
Bandung menjemput senja, menyiram tanaman di halaman depan adalah satu kewajiban setiap hari yang Na Jaemin lakukan. Pemuda kelinci dengan rambut coklat madu itu tersenyum di wajah lelah nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] Bumi Selatan ; nomin
Teen FictionSeperti apa rasanya jatuh cinta? Apakah bahagia seperti rupanya, Atau kah sepi seperti yang di rasakannya? cover; pinterest 220622 || 1 in #angst