BAB 14

1.4K 168 26
                                    

RASA sakit terus menggempur tanpa tahu waktu, tanpa memperdulikan bagaimana bahagia nya hari-hari kemarin yang dalam waktu cepat berganti menjadi hari-hari biasa saja. Di wajah damai itu tersirat jejak rasa kecewa dan lelah. Kedamaian hanya datang satu kali, pun kebahagiaan tak selamanya menjadi dambaan.

Lalu ia kembali, fokus menata cangkir-cangkir yang berada di depan nya. Tersenyum kepada pelanggan cafe, yah Jaemin kembali bekerja. Padahal bang Hendery sudah beri dia cuti satu Minggu.

"Gapapa bang, saya udah sehat kok. Bosan di rumah terus, nggak ada kegiatan" begitu lah kata Jaemin kepada sang atasan.

Ia melepas apron nya, jam kerja nya telah selesai. Di liriknya jam coklat yang melingkar pada pergelangan tangan kurusnya. Pukul tujuh kurang sepuluh. Yang berarti, Jeno masih latihan.

Jaemin bukan remaja yang mementingkan perasaan nya sendiri. Mungkin yang di katakan oleh Guanlin ada benarnya. Renjun menyukai Jeno, ia pun sadar dari sorot mata teman nya, menatap penuh puja pada kekasih hatinya.

Jika dia bisa, orang lain pun juga bisa kan jatuh cinta kepada Jeno?

Lelaki tampan yang baik hati. Siapapun akan jatuh cinta kepadanya. Termasuk ia, juga Renjun —teman nya.

Malam telah membungkus cahaya mentari siang tadi. Cuma Jaemin saja yang mungkin akan memberi simpati kepada orang yang secara langsung menyukai kekasihnya.

Netra coklatnya menangkap seorang bapak-bapak paruh baya yang sedang kebingungan di pinggir jalan. Membuat tungkainya melangkah untuk menghampiri bapak itu.

"Permisi pak? Ada yang bisa saya bantu?" Katanya.

Bapak itu tersenyum kecil. Berbicara dengan bahasa isyarat yang untungnya bisa Jaemin tangkap walaupun sedikit kesulitan. Bapak berkebutuhan khusus itu bilang.

"Saya tersesat nak"

"Loh??" Ekspresi Jaemin berubah, menghiraukan kesedihannya yang sempat ia rasakan. "Tujuan bapak memang mau kemana?"

"Bapak dari Bogor, mau ke daerah buah batu. Malah terjebak disini yang bapak tidak tahu ini dimana"

Jaemin mencerna setiap gerakan dari bapak. Sebelum suara perempuan cantik seusianya berseru dari arah sebrang. Dia berlari menghampiri mereka berdua.

"Masyaallah bapak, saya sudah cari ke terminal. Ternyata bapak ada disini" kata gadis itu. Ia menoleh ke arah Jaemin. "Pak, ini siapa?"

"Pemuda baik yang mau berinteraksi sama bapak, nak"

Jaemin hanya diam dan balas tersenyum kepada bapak.

"Eh terimakasih ya sudah temani bapak saya"

"Iya, sama-sama mbak"

"Kita seumuran" lanjut gadis itu di sertai kekehan.

"Eh iya?"

"Iya. Aku juga kenal kamu" kata gadis itu lagi. Jaemin mengerutkan keningnya samar. "Aku Winter, teman satu kelasnya pacar kamu. Jeno"

"Eh?" Jaemin sedikit terkejut mendengar perkataan si gadis. Akhirnya dia tersenyum malu. "Maaf, saya baru ingat"

"Nggak apa. Oh, omong-omong saya pergi dulu ya?"

"Iya"

Kemudian gadis itu membawa bapak-bapak tadi, yang ternyata adalah ayah dari winter. Jaemin tersenyum melihat punggung keduanya yang perlahan menjauh.

Ingin sekali Jaemin merasa dekat sang bapak, yang terasa sangat mustahil bagi nya. Sejak ia kecil, bapak tidak pernah berada di rumah. Merantau dari satu kota ke kota lain untuk mencari pekerjaan.

[ ✔ ] Bumi Selatan ; nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang