BAB 23 ( end )

3.2K 200 33
                                    

PERKENALAN kita di gudang sekolah, semua selain kau yang menakutkan dan waktu bergerak cepat. Rangkulan tangan mu yang selalu membuatku nyaman, senyuman yang tersirat dari wajah datarmu membuatku tersipu ketika kau dengan nakalnya menggoda ku dengan panggilan 'sayang'.

Jen . . Kemarin aku ulang tahun lho. Apa ini kado spesial yang kamu beri buat aku?

Kamu benar-benar pergi. Membuatku tak waras dalam waktu yang singkat. Gundukkan tanah yang menyembunyikan tubuh mu, seolah mengejek ku yang masih setia menangis di depan mu.

Jen . . Percayakah kamu, akan tiap-tiap episode kisah tentang kita berdua masih lah rampung?

Cincin ini, cincin yang kau sembunyikan dari balik laci kamar mu. Aku sudah memakainya. Sendiri. Cincin yang seharusnya kau sematkan sendiri di jemari ku Jen.

Apa kamu lupa akan suasana pantai Santolo yang begitu hangat? Atau sejuknya daerah Lembang saat turun hujan di sore hari. Apa kau ingat masa-masa dimana kau menggoda dan menjahili ku?

Aku benci kamu, aku benci kehilangan Jen kamu tau kan? Lalu kenapa kamu ikut pergi?

Dari kesendirian menjadi bahagia, dari gelap menjadi terang lalu dari ceria menjadi nestapa. Kau memberi warna unik yang bahkan belum sempat aku lihat, kau si keras kepala yang selalu memberiku harap sebelum benar-benar aku eja.

Kau menyuruhku melanjutkan hidupku bukan? Aku ingin kamu. Bahagia ku itu kamu. Bukan orang lain.

Aku benci ibu yang selalu mengalah, aku benci bapak yang selalu membentak, aku benci Abang yang selalu memukulku, jangan buat aku benci kamu karena aku kehilanganmu.

Jaemin menunduk di depan nisan milik Jeno, sebuah usapan tangan sang bunda membawa Jaemin menuju kedalam dekapannya. Tubuhnya lemas, dia tidak tau harus bagaimana. Melanjutkan atau ikut serta dalam proses meninggalkan.

"Jangan menangis . ." Berat buat bunda mengikhlaskan anak sulung nya. Namun yang lebih kehilangan disini adalah Na Jaemin. Dia pucat seperti mayat hidup, bahkan sorot mata itu menatap kosong ke sekitarnya.

Tidak ada ekspresi apapun yang ia tunjukkan. Pun, dia tidak menangis. Hanya memandang kosong gundukkan tanah yang menenggelamkan tubuh kekasihnya.

Jeno, aku juga tidak paham kenapa alam semesta selalu mempermainkan kehidupan yang aku miliki. Pernahkah aku berbuat salah di masa lalu? Sehingga ia selalu memberiku hukuman yang bertubi-tubi.

Dari mulai mengeja rasa tak bernama, mengenal apa arti cinta yang sesungguhnya, menangis karena rasa cemburu yang membabi buta. Lalu terluka karena kehilangan.

Jeno, aku ingin menagih ucapanmu yang akan membuat kita terikat. Tunangan katamu, apa kamu tega melihatku sendirian lagi?

"Bunda pulang dulu ya, Na" seru Bunda, mengecup kening Jaemin singkat. Menatap beberapa pemuda yang masih berada di sana. Mereka adalah teman anak nya. Bunda berjalan menghampiri Mark, anak dari saudaranya.

"Bunda pulang dulu ya"

"Hati-hati Bun" lirih Mark. Dia merasa bersalah atas kehilangan Jeno, jika saja dia mengetahui hal itu dengan cepat. Pasti kejadian ini tidak akan pernah terjadi.

Area pemakaman sudah sepi, bahkan Mark sudah pergi mengantar Haechan. Lucas pergi mengantar Renjun yang kondisinya sama syok nya dengan Jaemin. Bagaimana tidak? Dia menyaksikan semuanya.

Kini hanya tersisa tiga orang disana. Jaemin, Guanlin, dan juga Hyunjin.

"Na, sampai kapan mau kayak gini? Lo harus istirahat. Jeno pasti sedih ngeliat Lo kayak gini"

[ ✔ ] Bumi Selatan ; nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang