BAB 21

1.6K 144 6
                                    

Jam di tangan nya sudah menunjukkan pukul empat sore, menghabiskan waktu seharian di taman kota yang tak begitu ramai, juga dengan harga yang manusiawi. Jaemin ingat, waktu kecil di usia nya yang kalau tidak salah baru menginjak umur 7 tahun, dia merengek minta agar Abang menemani nya naik ke wahana bianglala.

Namun Abang menolak. Dengan alasan, wahana seperti itu tidak cocok untuknya.

Jaemin juga teringat dengan perosotan yang sempat ia naiki bareng bapak. Yang sayangnya sekarang sudah tidak berfungsi sebaik waktu itu.

Hujan turun begitu deras, Jaemin ingin segera berlari melindungi diri namun rupanya tangan Jeno menahan kepergiannya.

"Ada apa?" Tanya Jaemin, berusaha meninggikan suaranya yang hampir teredam oleh gemirincik hujan.

"Aku belum ngomong"

Kening nya berkerut samar. Jaemin mengangguk. "Cari tempat teduh dulu ya??"

Jeno terkekeh, ia menggeleng. "Loh kenapa??"

"Kamu belum tau ya kalau aku itu suka hujan?"

"Eh? Emang iya?" Jaemin mengernyitkan keningnya. Dia yang sejak tadi mencoba menghindar dari hujan akhirnya membiarkan tubuhnya sama basah seperti Jeno. Di sorotnya langit putih di atas sana. Membiarkan tetes demi tetes air hujan menyentuh pipi putihnya. "aku baru tau"

Jeno mengulas senyum, betapa indahnya melihat Na Jaemin yang begitu penasaran dengan air aneh yang turun dari langit. Helaian rambut poni nya hampir menutupi dahi. Jeno bantu merapihkan rambut anak itu. "Iya, tapi lebih suka Nana" pungkas Jeno sambil menggigit pipi kiri Jaemin pelan.

Sontak anak itu terkejut, pipinya merona, mendorong pelan bahu Jeno agar menjauh dari nya. "Jeno apasih" ia terkekeh.

Jeno menarik pinggang nya, memeluknya erat. "Kamu lupa hari ini hari apa?" Tanyanya.

Jaemin menerka-nerka pertanyaan yang baru saja Jeno ucapkan. "Rabu?"

"Sayang"

"Haha, emang hari apa?"

"Tanggal jadian kita Na Jaemin" dengus Jeno sambil mempererat pelukannya. Jaemin tertawa.

"Oh, aku lupa"

"Tuh kan!" Sentak Jeno. Lalu ia mencubit pipi kanan Jaemin yang terasa begitu kenyal juga lembut. "Aku mau ngomong sesuatu, boleh?"

"Iya ngomong aja" ujar Jaemin seraya mengalungkan kedua tangan nya di leher Jaemin.

Senyum teduh Jaemin terlihat lebih damai dari pada hal apapun yang berada di sekitarnya. Helaan napas panjang terdengar, mengabaikan beberapa pengunjung yang berlarian menjauhi hujan.

"Aku sayang kamu"

"Aku tau Jeno"

Hening kembali menyelimuti percakapan mereka. Jeno mengecup kening Jaemin singkat. "Aku udah bilang sama keluarga ku, tentang kamu" ia berujar. Mengelus pipi basah Jaemin yang mulai dingin. "Tentang aku yang punya mimpi buat nikahin kamu, Na"

"J-jen, ini kecepetan. Kita baru lulus??"

Jeno mengangguk. "Tapi seenggaknya aku udah ngomong duluan. Kemarin sempat ada masalah di Jakarta, tentang perjodohan" tarikan nafas panjang terdengar lagi. "Persetan sama mereka yang berani jodohin aku sama gadis Jakarta. Sedangkan cinta dan rasa aku cuma satu buat kamu"

"Jen ini becanda ya??"

Lelaki tinggi itu menggeleng. "Beneran, aku mau di jodohin"

"Pliss, aku baru ketemu kamu . . Aku- aku juga baru bisa ketawa lagi bareng kamu"

[ ✔ ] Bumi Selatan ; nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang