BAB 06

1.9K 208 9
                                    

BAGAIMANA rasanya jatuh cinta? Tanpa cinta kita hanyalah manusia tanpa hati yang bergerak mengikuti naluri hiruk pikuk nya dunia yang kejam. Tanpa tujuan yang sering kali berubah menjadi jauh, berkelok, atau buntu di tengah jalan. Lalu bagaimana dengan mimpi bunga tidur yang sering kali menjadi komedi putar yang kita tonton pada malam yang sunyi.

Seorang anak manusia di usianya yang hendak menginjak 18 tahun itu memiliki sebuah mimpi, mimpi utamanya kali ini. Yaitu, melangkah beriringan dan hidup dengan satu oksigen yang sama dengan pria berhidung mancung bernama Lee Jeno.

Laki-laki 18 tahun yang lahir pada bulan April, di sudut selatan kota Jakarta. Jaemin tersenyum, ia terpesona bukan hanya perihal wajah tampan yang lelaki itu punya. Tetapi akan sikap dan perilaku pemuda itu. Walau tak jarang Jaemin menemukan Jeno yang tengah merokok, atau membolos di gudang belakang sekolah. Menepikan semua itu, Jeno pemegang juara pertama di kelas IPA 2. Jika di bandingkan nilai rapot dan nilai sikap yang bertolak belakang. Mungkin kecerdasan dan rajin nya dia mengikuti ekskul sekolah menjadi poin tambahan nilai rapot nya.

Jeno itu pintar, pangeran sekolah, anak basket, jago beladiri, anak motor, berandalan yang hobinya ngerokok terus ngerdusin pacar, terus Jeno yang suka ngecap Jaemin sebagai anak bayi 'miliknya'. Itu Jeno, anak yang lahir di bumi Selatan kota Jakarta. Yang setiap jengkal jarum jam bergerak, menjadi candu bagi Na Jaemin. Anak yang lahir pada bulan Agustus di sebrang kota Bandung. Ibu kota yang juga termasuk dalam kota padat penduduk itu nyatanya dapat mempertemukan anak bumi nya bersama tambatan hati sesama anak ibu kota.

Cakrawala di atas sana makin kuning membias wajah pemuda yang lahir pada bulan singa itu. Yah, Agustus adalah bulan singa kan? Melihat lambang nya 'Leo' itu singa. Jadi sebut saja bulan singa haha.

Apron berwarna hitam melekat pada tubuh rampingnya. Menyuguhkan senyum ramah pada setiap pengunjung cafe sore ini. Banyak muda mudi yang bersenggama di meja sana, ada pula ibu-ibu yang membawa anak nya yang kelewat menggemaskan memesan milkshake coklat untuk anak nya.

Bekerja seperti ini, tidak berat juga. Pun tidak mudah pula ketika kita harus di hadapkan dengan pengunjung yang banyak maunya. Seperti minta di tambahkan topingnya, atau rasa yang kurang pas. Itu hal biasa yang pekerja paruh waktu rasakan.

Di pandanginya hamparan angkasa yang berganti warna dengan cepat. Jingga menjadi ungu, lalu hitam menjemput warna cantik keduanya. Jaemin melepas apron di tubuhnya, hari pertama ia bekerja berjalan dengan lancar.

Ia langkahkan tungkai nya keluar dari cafe dengan nama 'kedai hampa' itu, mungkin Jeno salah. Bukan rasa kopi nya yang hampa, apalagi isi hati si pembuat nama. Yang hampa itu kehidupan, ketika kita tersadar hanya ada secarik warna dalam ruang kekosongan hati yang kelabu. Dan kita di paksa memakai topeng untuk menyembunyikan perasaan kita sendiri. Itu yang hampa. Merasa sepi walau nyatanya kehadirannya benar-benar ada.

Bimantara yang cerah membuahkan gemintang yang memancarkan cahaya kerlap kerlip samar. Netra coklatnya menangkap basah sosok pemotor yang kini berhenti di depannya.

Melepas helm tergesa. "Duh untung aja aku nggak telat. Hehe" Jeno nyengir.

Yang lebih muda mengerjapkan matanya beberapa kali. "Eh oh? Kok kesini?"

"Mau jemput pacar pulang kerja memang nya salah?" Jeno bertanya, Jaemin menggeleng sebagai jawaban. "Tadi bunda sekalian nitip martabak ketan keju. Sekalian aja jemput kamu" sambung Jeno sambil memperlihatkan plastik berisi martabak yang dirinya bawa.

Lelaki cantik yang terlihat lelah itu tersenyum lalu mengambil helm miliknya yang berada di jok belakang. "Iya yaudah, nanti aku traktir mang ojek nya deh pas aku dapat gaji pertama" kekeh Jaemin sembari memakai helm nya.

[ ✔ ] Bumi Selatan ; nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang