BAB 22

1.8K 148 6
                                    

"Jeno mau buat janji di bawah hujan favorit mu?" Tanya Jaemin, tatapannya melekat pada lelaki yang berdiri di depannya. Tangan Jeno merangkul pinggangnya. "Jeno" Jaemin kembali memanggil lelaki itu.

"Hmm?" Jeno masih menikmati pemandangan cantik di depannya. Jaemin yang berdiri tepat di hadapannya, tidak ada jarak yang menjauhkan keduanya.

"Bisakah kita seperti ini selamanya? Hidup bersama dan saling membahagiakan satu sama lain seperti ini selamanya?"

Jeno terkekeh, dia tidak mengangguk pun tidak menggeleng. Hanya mengusak rambut Jaemin yang basah karena hujan. "Aku nggak bisa menjanjikan hal itu"

Air muka Jaemin berubah. Dia menunduk menyembunyikan wajah muram nya. "Kenapa?"

"Kata selamanya itu terlalu lama untuk kita yang hidup sementara" pungkas Jeno. "Tapi aku bisa berusaha, berjuang untuk terus berada di sisi kamu"

Ia kembali mengulas senyumannya.

"Apa itu cukup?"

Jaemin mengangguk. "terimakasih Jeno"

Suara teriakkan teman sebaya nya terngiang, namun yang lebih jelas ia dengar adalah suara sorak orang-orang yang begitu antusias menonton komedi putar di depan mata mereka.

Sampai satu suara pekikan lelaki cantik yang menegurnya. "Jangan curi udaraku!"

Lalu bayangan bayangan lelaki cantik yang tengah tertawa itu berlari menuntunnya, mengunjungi pemakaman keluarga. "Ini nenek. Yang suka buatin aku kue nastar kalau lagi hari raya. Rasanya hampir sama kayak kue nastar buatan bunda kamu loh"

"GUANLIN!! JENO!!"

"Ibu kabur dari rumah"

Senyuman itu berubah menjadi lengkungan ke bawah. Sebelum lelaki cantik itu kembali mendongak dan tersenyum ke arahnya. "Terimakasih sudah pulang"

"JEN!! BANGUN LEE JENO!!"

Darah basah di pelipis nya itu menciptakan aroma anyir di tubuhnya. Kaki nya yang kebas dan tak bisa di gerakkan. Juga sebelah tubuh nya yang terasa kaku. Dengan sisa-sisa kesadarannya Jeno meminta Hyunjin untuk mengeluarkan ponsel miliknya.

"S-sebentar, g-gw akhh . . Mau ngomong sama Na-na" ia merintih sakit. Jeno menoleh ke sebelah kanan nya, entah pandangan nya yang salah atau memang ajal nya sudah dekat. Sesosok lelaki berbaju hitam yang tinggi menjulang menunggu kepergiannya. Jeno menggeleng sekali lagi.

"S-sebentar sshh"

Renjun menangis sejadinya. Dia terus memaki, memarahi Guanlin dan juga kekasihnya. Sedang suara sirine mobil ambulan sudah terdengar dari kejauhan.

"Nana" Jeno mulai bicara. Membiarkan Hyunjin yang menekan tombol voice note tersebut. "A-aku minta maaf, maaf sekali lagi nggak bisa nepatin janji. Maaf aku nakal" Jeno terisak selagi lelaki tinggi itu mendekat.

"K-kita sudah janji, dan aku yang langgar lebih dulu. Aku mau kita terikat, malah aku yang lepas semuanya" Jeno meringis, suaranya serak. Ia pejamkan matanya perlahan. Pandangannya sudah mulai memburam. "Aku sayang kamu Na, di laci kamar ku shh a-aku simpan sesuatu disana. Nana, maaf"

"Anjing Lo jangan mati goblok!" Sentak Guanlin. "Ini salah gua! Napa Lo yang mati!!"

Jeno menggeleng sekali lagi. "Nana, sayangku. Maaf. Karena sekali lagi aku membuat kesalahan, aku takut —kali ini takkan kembali ke pelukanmu lagi" Jeno terbatuk, napasnya sudah sangat sesak. Air mata terus merembes membuat pandangannya semakin buram. "Aku meminta maaf sebesar-besarnya atas kekeras kepalaan ku ini, alam semesta memberiku hukuman yang setimpal"

[ ✔ ] Bumi Selatan ; nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang