BAB 18

1.4K 163 4
                                    

KADANG ia berpikir, bahwasanya dia tengah terjebak dalam suatu cerita yang membosankan. Yang dimana dirinya terus menerus berada di posisi paling bawah. Di bawah teriknya mentari siang ini, hanya berbekal tekad untuk menemui kekasihnya di dekat halte bus.

Lima belas menit ia menunggu disana, sebelum akhirnya Jeno menghampiri, jangan lupakan motor besar yang sudah terparkir di depan mereka. Jaemin menatap intens wajah Jeno yang menatapnya khawatir.

Luka di wajahnya, sudah nampak memudar. Ahh, bantuan fondation dan juga concealer. "Kapan ibu kabur dari rumah?"

"Malam kemarin" pungkas Jaemin.

Ia menarik napasnya dalam. "Aku udah cari ke rumah majikan ibu, tapi ibu nggak ada disana. Kerabat terdekat juga bilang tidak mengetahui keberadaan ibu. Aku harus cari kemana lagi Jen?"

Jeno terdiam, menatap sorot mata redup lelaki cantik di depannya. Merengkuh tubuh itu, membawanya kedalam sebuah dekapan. "maaf aku ngga bisa bantu" ucap Jeno pelan.

Sesak menjalar di sekitar dada nya. Ia bawa wajahnya untuk mendongak, menatap lekat wajah Jeno. Sebuah usapan ia dapat, sebelum Jeno melepas pelukannya. "sebenarnya, nanti sore aku mau pulang ke Jakarta Na"

"E-eh?" Mata rusanya sedikit membola. Bukan binar di matanya, Jaemin terkejut.

Menghela napas panjang, meraih kedua tangan Jaemin yang menganggur di kedua sisi badan. Menggenggam nya erat. "Maaf, ini dadakan. Nenek meninggal"

"Aku, aku turut berduka cita. Gapapa kok kalo kamu ngga bisa bantu hehe. Kamu pergi aja, oh hati-hati di jalan ya" Jaemin tersenyum. Menepuk pelan bahu Jeno. "Jangan sedih"

"Kamu yang sedih Na" tukas Jeno.

"Kamu juga Jeno"

Senyuman terlukis di wajah pucatnya. Jeno baru sadar ada yang salah dengan penampilan Jaemin. Di tangkupnya wajah itu dengan kedua tangan, memerhatikan penampilan kekasihnya dengan seksama. "Habis di pukul siapa??"

"Abang"

"Abang kamu balik?? Terus kenapa nggak bantuin cari ibu?"

Menggigit bibir dalam nya pelan. Jaemin kembali tersenyum. "Sudah, belum ketemu" ucapnya, tentu saja bohong.

"Gapapa aku tinggal?"

"Ya . . Gapapa"

Jeno pergi, ibu kabur, bapak kerja, di rumah cuma ada Jaemin dan juga Jaehyun yang terus-menerus menghardiknya. Membenamkan wajahnya di bantal, ia tersenyum miris.

Jaemin bukan tipikal orang yang suka menceritakan suasana hatinya kepada orang lain. Termasuk teman terdekatnya sekalipun.

"Ibu kemana" gumam nya pelan.

Sebelum dering ponsel mengambil fokus nya. Di ambilnya ponsel miliknya yang tergeletak di lantai. Mengangkat telpon dari bang Hendery.

Jaemin sampai lupa kalau dia belum memberitahu atasannya bahwa hari ini dia tidak akan masuk dulu.

"Jaemin, nggak masuk?"

"Iya maaf bang, saya lagi ada urusan rumah. Maaf nggak ijin dulu tadi. Beneran lupa"

Bang Hendery tertawa pelan di ujung sana. "Santai aja dah. Udah ada Minju yang gantiin kerjaan Lo kali ini. Besok kerja lagi ye, semangat. Moga urusan Lo cepet beres"

"Iya bang, makasih"

Sambungan telpon terputus. Mari kita lupakan bahwa Jaemin belum makan dari kemarin. Dia baru teringat kalau punya saudara di daerah Rancaekek. Jangan-jangan ibu pergi kesana.

[ ✔ ] Bumi Selatan ; nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang