09. Malam Tahun Baru

71 9 6
                                    

"Oke, untuk meeting hari ini, dicukupkan dulu, ya. Ada yang mau disampaikan?"

Pak Wafi mematikan laptop, lalu mengedarkan pandang ke seluruh tim yang ada di ruang meeting. Tidak ada yang mengangkat tangan untuk menambahkan atau menyampaikan sesuatu. Satria pikir juga semuanya sudah jelas. Pembahasan selama lebih dari dua jam terkait target, strategi akhir bulan, dan lainnya sudah didiskusikan. Jadi, dari dirinya pun tidak ada yang ingin disampaikan.

"Kalau nggak ada, saya pamit duluan, ya. Siang semuanya."

"Siang, Pak."

Beberapa orang mulai meninggalkan ruang meeting ketika Pak Wafi sudah berlalu. Tersisa Satria, Oliv, dan Adam di sana. Entah, Satria masih enggan beranjak saat Oliv pun masih terdiam di tempat duduknya. Seperti ada yang menahannya untuk berlama-lama berada di dekat wanita itu.

Eksa? Ei, dia sudah bisa menerima kenyataan jika kedua orang itu mempunyai kemiripan. Ya, meskipun Satria tidak mengelak jika setiap kali melihat Oliv dia seperti melihat Eksa di depannya, sih.

"Tun, besok tanggal satu."

Satria melirik sekilas pada Adam yang menumpukan sebelah tangannya di meja, lalu digunakan untuk menahan kepala sembari menghadap pada Oliv. Diam-diam Satria memasang telinga untuk mendengar ucapan Adam selanjutnya, sembari memainkan ponsel.

"Terus?"

"Nanti nggak mau malam tahun baruan, gitu?"

Ah iya, ini tanggal tiga puluh satu Desember, esok hari tahun sudah berganti. Cepat juga semuanya berjalan. Kalau dipikir-pikir, rasanya Satria baru kemarin menginjakkan kaki di ibukota. Ternyata sudah lewat beberapa bulan. Well, time flies so fast.

"Kurang kerjaan."

Satria menahan tawa mendengar jawaban Oliv, sedangkan Adam terlihat mengerucutkan bibir. Kadang Satria heran, deh, apakah Adam adalah anak baru gede yang terperangkap di tubuh seorang laki-laki dewasa? Selama mengenalnya, Adam lebih sering bertingkah absurd.

"Ya, masa lo mau lembur, sih, Tun?"

Oliv mendengkus. "Gue nggak bilang mau lembur, Dam."

"Kalau gitu ayo nge-date!" Adam menegakkan tubuh, masih dengan menatap Oliv sembari menaik turunkan alisnya.

Diam-diam Satria bergidik. Dia merasa seperti makhluk astral di ruangan ini. Eksistensinya tidak disadari atau justru sengaja diabaikan? Ah, mungkin dia lebih baik segera meninggalkan ruang meeting. Lagi pula semuanya sudah selesai. Memang tidak tahu diri hingga mengganggu dua orang berbeda gender itu.

"Liv, Dam, aku duluan." Satria tersenyum tipis, membuat lesung pipinya tercetak samar. Tanpa menunggu apa-apa lagi, dia kemudian beranjak.

"Tunggu, Sat!"

Sebelah alis Satria terangkat ketika Oliv bersuara. Tubuhnya yang hampir mencapai pintu lantas kembali berbalik. Dia menatap Oliv heran. Ada apa hingga wanita itu menahannya?

"Ya?"

"Gue mau balikin flashdisk."

Kening Satria berkerut. "Ada di kamu?"

"Iya." Oliv mengangguk sembari menutup laptopnya, lalu berjalan menuju pintu tanpa peduli Adam yang menatapnya takjub. "Kemarin pas ngeprint itu."

"Oh iya."

"Bentar gue ambil di tas."

"Oke."

Satria mengangguk, lalu mempersilakan Oliv untuk keluar lebih dulu. Dia pamitan lagi pada Adam dan ikut meninggalkan ruang meeting.

Dear, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang