28. L'Amour

74 9 42
                                    

Adam menatap Juli yang tengah berjalan menghampirinya dengan senyum lebar. Wanita itu terlihat berkali-kali lipat lebih manis dengan balutan kaus pendek berwarna mocca, kemeja putih motif garis sebagai outer, dan celana panjang denim. Sebuah topi putih bertengger di kepala. Jangan lupa sneaker yang melekat di kakinya, sangat berbeda dengan penampilan sehari-hari yang Adam lihat di kantor. Dasarnya memang Juli cantik, sih. Itu adalah sebuah faktor yang mendukungnya tampil menawan meskipun terlihat sederhana. Atau ... Adam saya yang sedang kasmaran? Jadi, apa pun yang wanita itu kenakan, di matanya tidak pernah buruk.

"Kalau lo meringis terus, nanti giginya kering."

"Malam, Mbak!" Adam tidak menggubris ucapan Juli. Dia justru melambaikan tangan dengan memasang senyum semakin lebar. Terlihat begitu antusias menyambut wanita itu. "Siap naik kuda besi keren punya Adam?"

"Dam!" Juli menepuk pelan lengan Adam, yang membuat laki-laki itu langsung tergelak.

"Sorry-sorry, Mbak." Tawa Adam perlahan mereda, berganti dengan lengkungan kurva yang masih menghias wajah. "Jadi, Mbak Juli nggak sibuk, kan? Nggak apa-apa gue ajak keluar malam-malam gini?"

Juli mengedikkan bahu. "Nggak sibuk, kok. Lagian lo maksa, kan?"

"Iya juga, sih. Gue maksa," kata Adam lagi.

Juli sedikit memalingkan wajah, yang tanpa Adam sadari tengah menahan senyum.

"Udah siap?"

"Kalau belum, gue nggak di sini."

Adam tersenyum lagi, sembari tangannya mengulurkan helm pada Juli. Sebelum wanita itu mengenakan benda tersebut, lebih dulu Adam melepas topi yang dipakai. Merapikan sedikit rambut Juli yang agak berantakan, lalu menyimpan topi berwarna putih itu di tas selempang yang dibawanya.

"Gue bawa dulu, ya, Mbak."

Berbeda dengan beberapa saat lalu yang terlihat cengengesan, kini Adam lebih kalem. Membuat Juli yang berada di dekatnya tampak merona. Adam melihatnya, tetapi dia tahu diri untuk tidak meledek. Kalau mulutnya berulah dengan ucapan yang aneh-aneh, ajakan jalannya pada Juli akan berakhir sia-sia.

"Siap?" Adam menengok pada Juli yang sudah duduk di belakangnya.

"Udah."

"Oke, let's go!"

Motor matic milik Adam akhirnya berlalu dari depan rumah Juli. Bergabung dengan kendaraan lain yang memadati jalanan ibukota. Selama perjalanan, ada banyak sekali hal yang Adam bicarakan. Mulai dari Jeffry, penghuni indekos baru, sampai kucing gembul berwarna oranye yang dia namai Tessa. Kucing itu sebenarnya tidak berpemilik. Atau memang sengaja dibuang oleh yang punya, Adam juga tidak tahu. Namun, Tessa sering main ke indekos selama beberapa hari terakhir. Karena kasihan, Adam akhirnya sering membelikannya makan.

"Mbak Juli suka kucing?" Adam bertanya dengan nada agak keras. Suaranya beradu dengan suara bising kendaraan yang memadati jalan.

"Suka," jawab Juli sama kerasnya. "Dulu pernah punya, tapi udah nggak ada."

Adam hanya mengangguk, tidak memberi tanggapan lebih karena tempat yang dia tuju sudah dekat. Dia mengajak Juli mengunjungi kafe baru yang tidak terlalu jauh dari Kafe Abjad. Namanya L'Amour. Dia mengetahui tempat ini dari Deon, yang notabene sering hunting kopi.

"Udah sampai, Mbak."

Adam menghentikan motornya di tempat parkir yang lumayan ramai. Sepertinya kafe baru ini banyak promo. Terlihat dari banyaknya motor yang memenuhi parkiran dan X banner yang berada di dekat pintu masuk. Ada beberapa menu yang buy one get one free. Pun ada diskon tiga puluh persen untuk minimal pembelian yang ditentukan.

Dear, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang