32. Satu Tim

40 3 1
                                    

"Tessa, makan yang banyak, ya."

Deon tersenyum samar ketika melihat Adam mengelus kucing gembul berwarna oranye yang dipanggil Tessa. Kucing itu terlihat nyaman dengan perlakuan Adam yang mengusap sayang bulunya sembari menungguinya makan. Tidak terlihat terganggu sama sekali, justru menyantap dry food yang sahabatnya berikan dengan lahap. Yang Deon tahu, Adam memang penyayang binatang, terlebih kucing. Tidak heran jika laki-laki berambut hitam itu mendadak jadi babu seperti ini.

"Yon, gue balik duluan."

Atensi Deon beralih pada Argi yang sudah bersiap di dekat motor. Di sampingnya ada Marina yang berdiri dengan raut datar, lengkap dengan helm yang sudah bertengger di kepala. "Sama Marina?"

Argi mengangguk. "Sekalian. Rumahnya searah."

"Oliv mana?"

Argi menoleh sekilas. "Ke kamar mandi."

"Oke. Hati-hati."

Argi kemudian meninggalkan indekos Adam bersama Marina. Tidak berselang lama, Oliv muncul dengan wajah sedikit basah. Poninya dijepit ke belakang, membuat keningnya yang selalu tertutup rambut, kali ini terekspos.

"Argi balik sama Marina?" Oliv langsung melayangkan pertanyaan ketika sampai di dekat Deon. Pandangannya lalu beralih pada Adam yang masih sibuk dengan kucing. "Tumben nggak drama dulu sama Adam?"

"Capek mungkin?" Deon mengedikkan bahu. "Malah syukur, kan, nggak ada adegan gaje. Adam jadi babu begitu sebuah berkah. Nggak berubah jadi barongsai."

Oliv tertawa kecil, membuat senyum Deon semakin terlihat.

"Lo udah mau balik?"

Oliv menggeleng. "Bentaran, deh."

Hening kemudian mengambang. Tidak ada percakapan lagi antara Deon dan Oliv yang tengah duduk di gazebo indekos Adam. Sementara sang tuan rumah masih sibuk dengan kucing yang hampir menghabiskan makanannya. Begitu wadahnya kosong, Adam langsung menggendong Tessa dan membawanya menghampiri Deon dan Oliv.

"Lo berdua terkesima sama gue, ya?"

"Najis!" Deon bergidik, sedangkan Oliv hanya geleng-geleng di sampingnya.

"Tumben lo nggak ribut sama Marina, Dam?" tanya Oliv.

"Udah ada incaran baru dia. Jadi Aa diabaikan."

"Najis, Dam!" Deon melempar sumpit kayu bekas yang bisa dia jangkau, telak mengenai Adam yang sibuk mengusap bulu tebal Tessa.

"Yono, apaan, sih?"

Deon tidak menanggapi, dia justru mengambil alih Tessa yang terlihat nyaman di pangkuan Adam. Laki-laki itu hendak protes, tetapi urung ketika ponselnya berdering. Mengangkat telepon, Adam kemudian menjauh dari gazebo.

"Akhir minggu lalu gue pergi sama Satria."

Hening yang sempat mengambang beberapa detik, pecah ketika Oliv mulai bicara. Deon yang ada di sampingnya hanya menoleh sekilas, tidak berniat untuk menyela sesuatu yang hendak sahabatnya ucapkan. Mumpung Adam sibuk dengan panggilan di telepon, pun indekos yang mulai sepi setelah beberapa saat sebelumnya ramai dengan teman-temannya yang lain.

"Dia ngajak gue ke L'Amour."

"Ngopi?" Deon penasaran.

Oliv tersenyum samar. "Acara syukuran temannya."

Deon mengangguk sembari terus mengusap bulu tebal Tessa. Kucing itu tampak nyaman di pangkuan Deon, terlihat dari matanya yang mulai terpejam.

"Tahu nggak yang mengejutkan apa, Yon?"

Dear, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang