17. All You Can Eat

55 8 5
                                    

Juli tidak tahu kenapa berakhir di sebuah pelataran indekos yang pernah didatanginya beberapa waktu lalu. Padahal, tadi dia menolak ketika Adam mengirim pesan dan mengundangnya untuk makan. Namun, seolah kewarasannya menguap, Juli justru berada di sini sekarang. Berdiri kaku di samping motor yang terparkir di pelataran indekos.

Suasananya sepi. Sejak tiba, Juli tidak melihat orang berlalu-lalang. Padahal ini bukan akhir pekan, tetapi terasa seperti tidak ada kehidupan. Apa jangan-jangan teman Adam kabur semua, ya? Gara-gara tidak betah dengan rekan satu indekosnya yang sering berbuat rusuh. Mungkin pikiran Juli akan semakin ngawur jika tidak ada suara seseorang yang mengejutkannya. Saat menoleh ke arah suara, ada sosok tinggi yang tengah berdiri di dekat tiang teras indekos. Oh, ternyata ada kehidupan.

"Mbak Juli, ya?"

"Jepri?"

Kalau tidak salah ingat, dia adalah orang yang melempar Adam dengan sandal dari lantai dua. Kejadian beberapa waktu lalu ketika Juli mengembalikan hoodie.

"Jeffery, Mbak." Sosok tinggi itu mendekat ke arah Juli. Ada senyum tipis yang tersemat di kedua sudut bibir. "Panggil aja, Jeff."

Ah, jadi namanya Jeffery. Adam keterlaluan sekali mengubah nama keren itu jadi Jepri. Ya, meskipun tidak menyimpang terlalu jauh juga. Namun kalau diingat-ingat, memang tidak heran juga, sih. Nama sebagus Oliviana Adhisti saja berubah jadi Atun.

"Mbak ada perlu sama Adam?"

Juli enggan mengangguk, tetapi dia sudah ada di sini. Jadi, tidak mungkin juga dia berbohong jika ingin menemui sosok berlesung pipi yang ada di depannya. Kenal saja tidak, kan? Mereka baru bertukar sapa hari ini.

"Oh, iya. Tadi bilang katanya ngajak grill gitu. Tapi, kok sepi, ya?"

Jeff menoleh ke arah gazebo yang ada di dekat kamar paling ujung. "Kayaknya lagi pergi, sih."

"Ke mana?"

"Kurang tahu juga, ya. Cuma tadi udah rame, kok."

Ramai, ya? Apa jangan-jangan Adam juga mengundang orang lain? Ah ya ampun! Sepertinya kewarasan Juli benar-benar menguap. Bisa-bisanya dia sempat berharap jika yang diundang hanya dirinya. Menikmati daging grill berdua dengan sosok jenaka itu.

"Eh, itu mereka."

Juli menoleh, mengikuti arah pandang Jeff yang tertuju pada gerbang indekos. Ada dua orang yang dia kenal muncul di sana. Argi, Adam, dan satu orang wanita yang terlihat asing bagi Juli. Parasnya cantik, kakinya terlihat jenjang, badannya juga bagus. Seketika membuat Juli overthinking ke mana-mana. Apakah wanita itu adalah kekasih Adam? Jangan-jangan mereka sudah menjalin hubungan lama dan hendak menikah. Atau bisa saja Adam mengundangnya ke sini karena syukuran mereka telah tunangan.

Pikiran-pikiran acak itu semakin berdesakan di kepala Juli, membuatnya ingin kabur dari sini dan bergelung dengan kasur di rumah. Namun, itu tidak mungkin dia lakukan ketika senyum lebar Adam menyambutnya. Bersamaan dengan suara lantang laki-laki itu yang mengucap namanya.

"Mbak Juli!"

🍁🍁🍁

"Lo gila apa gimana, sih, Dam?"

Argi membuka suara ketika semua orang sudah berkumpul di gazebo indekos. Di tengah-tengah mereka sudah ada kompor portabel, teflon untuk grill, dan beberapa bahan yang nantinya akan dimasak.

"Kalau gue gila, nggak mungkin di sini, Argi. Tapi jadi penghuni RSJ Grogol."

Tawanya kemudian meledak setelah berucap demikian. Seolah menunjukkan jika perkataan Argi memang benar. Namun, seperti yang sering Oliv bilang, Adam memang gila. Pikiran acaknya terlalu aneh untuk bisa dimengerti teman-temannya. Jangankan Argi yang kesabarannya setipis tisu ketika menghadapi Adam, Deon yang terbilang cuek saja bisa ngamuk kalau Adam kumat.

Dear, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang