31. Pertemuan Pertama

81 6 0
                                    

Kayaknya cerita ini bakal panjang sih, semoga masih ada yang nungguin dan sabar ngikutin ya. Aku updatenya sesuai mood muheheheh. Selamat membaca ^^

🍁🍁🍁
.
.
.
.
.

Setelah memaksa ikut yang jujur saja membuat Oliv malu, Adam akhirnya tidak menyebalkan lagi dengan memaksanya membonceng. Laki-laki itu membiarkannya satu motor dengan Satria tanpa protes apa-apa. Ya, baguslah. Kedatangannya ke rumah yang mendadak saja sudah membuat Oliv kesal bukan main. Ditambah merecoki urusannya dengan Satria. Bukan berarti Oliv ingin menyebut ini dengan kencan. Namun, dia jadi tidak enak karena tidak tahu akan seperti apa acaranya nanti. Jika Adam tiba-tiba rusuh seperti anak yang sedang tantrum, Oliv bisa malu gila.

"Kamu beda hari ini, Liv."

Oliv bisa mendengar jelas ucapan Satria yang ada di depannya ketika motor masih berhenti di lampu merah. Mendadak dia menyesal menuruti ucapan Adam untuk memakai rok ini. Iya, meskipun menyebalkan hingga mengundang untuk ditabok, Adam lah yang menyarankan Oliv untuk memakai rok. Sebenarnya dia tidak ingin, karena masih banyak celana panjang longgar yang sering dia gunakan seperti biasanya. Namun, entah ada angin dari mana, Oliv menuruti Adam setelah debat sana-sini. Belum lagi Aksa berada di pihak Adam.

"Sorry, tadi pakaian gue—"

"Kenapa minta maaf?" potong Satria. Motor kembali melaju ketika lampu lalu lintas berubah hijau. "Cocok sama kamu, kok."

Sepertinya malam ini hujan akan mengguyur. Soalnya suhu mendadak terasa memanas, terlebih di area wajah Oliv. Dia agak terbatuk untuk menghilangkan gugup yang tiba-tiba menyergap.

"Oke, udah sampai."

Ucapan Satria menyadarkan Oliv jika sudah sampai ke tujuan. Di susul Adam yang memarkirkan motornya di samping Satria. Oliv menoleh sekilas, lalu turun dari jok belakang dan melepas helm. Manik cokelat kopinya memindai sekitar kafe yang tampak lengang. Berbeda dengan beberapa waktu lalu ketika Satria mengajaknya ke sini. Mungkin memang sengaja tutup karena sang pemilik mengadakan acara pribadi di sini.

"Lah, ke sini?"

Oliv mengalihkan atensi ke Adam. Laki-laki itu tampak tengok kanan-kiri sambil melepas jaket.

"Pernah ke sini, Dam?" tanya Satria.

"Pernah."

"Ini punya temanku," kata Satria dengan senyum tipis membingkai wajah. "Ya udah, ayo masuk. Udah ditunggu."

Oliv mengangguk, lalu berjalan beriringan dengan Satria. Dia biarkan Adam mengekor di belakang meski terdengar repetan sana-sini. Malas meladeninya karena ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat. Begitu memasuki kafe, pandangan Oliv langsung jatuh pada enam orang yang duduk di sana. Ada dua meja ukuran sedang yang dijadikan satu. Dua orang tersenyum lebar sembari melambai ke arahnya dan Satria. Oliv tahu dua orang itu, Mika dan Bemi. Sepasang suami istri yang merupakan teman Satria. Kemudian ada dua remaja yang duduk tepat di samping Bemi dan sepasang lagi yang membelakanginya. Oliv tidak tahu mereka siapa, mungkin teman Satria yang lain? Yang dia lakukan hanya membalas senyuman lebar sepasang suami istri itu dengan lengkungan kurva tipis.

Detik berikutnya terasa aneh bagi Oliv, pun dengan jantungnya yang kembali berulah. Seolah ingin loncat dari rongganya hanya karena sebuah perlakuan kecil. Oliv menunduk, memperhatikan tangan kirinya yang kini tidak berjarak dengan milik Satria. Laki-laki itu menggenggamnya lembut, yang perlahan berubah semakin erat. Seakan Oliv akan kabur jika Satria melepasnya barang sedetik. Bersamaan dengan itu, sebuah suara terdengar menyebut nama Satria. Sampai ketika Oliv mendongak, dia merasa seperti dunia berhenti berputar saat ini juga.

Di sana, di kursi depan Bemi duduk, ada seorang wanita berperawakan kecil yang menoleh sembari tersenyum lebar. Rambut pendeknya dibiarkan tergerai dengan poni tipis menutup kening. Ini ... tidak mungkin. Kendati Oliv pernah mendengar cerita dari sosok yang masih menggenggam jemarinya, Oliv merasa ini seperti mimpi. Dia seperti berkaca dan mendapati pantulan dengan gaya yang berbeda.

Dear, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang