36. Patah

32 3 0
                                    

Marina menatap bergantian antara gerbang hitam yang sedikit terbuka dan totebag berwarna abu di tangan kanannya. Sejak beberapa menit lalu, dia hanya berdiri di depan gerbang tersebut tanpa melakukan apa-apa. Biasanya, dia akan segera masuk tanpa memikirkan apa pun. Namun, hari ini rasanya beda. Seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam hati.

"Masuk aja kali, ya. Lagian motornya ada di parkiran."

Sekarang pukul setengah lima sore. Suasana parkiran indekos di depannya ini belum begitu ramai. Baru tiga motor yang berjajar rapi di sana. Salah satunya motor milik Adam.

"Masuk aja, lah."

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Marina memutuskan untuk membukanya. Terdengar deritan kecil ketika gerbang tersebut bergeser ke samping. Wanita semampai itu  kemudian membawa langkahnya memasuki area indekos. Ada sebuah tas ransel warna hitam yang teronggok di gazebo ketika dia mendekat. Marina tahu itu milik Adam. Namun, kenapa hanya tas? Orangnya tidak terlihat sama sekali.

"Ke mana, ya?"

Pandangannya memindai sekitar, mencari sosok yang beberapa hari tak ditemuinya itu. Lantas ketika manik gelapnya berhenti di ujung tangga menuju lantai dua, refleks senyumnya mengembang. Adam muncul di sana dengan kaus putih dan kemeja berwarna khaki sebagai outer.

"A' Adam!" Marina melambaikan tangan, membuat Adam langsung menoleh ke sumber suara. "Baru pulang? Atau mau pergi lagi?"

"Ngapain, Mar?"

Adam menghampirinya dengan kening berkerut, membuat senyum Marina mendadak hilang. Bertamu dengan baik, tetapi disambut dengan jutek. Meskipun sebenarnya Adam tidak demikian. Namun tetap saja, itu membuat Marina mendadak kesal.

"Gitu banget nanyanya." Marina menaruh totebag berwarna abu di gazebo, di samping tas Adam yang ada di sana. "Aturan kalau tamu datang disambut dengan baik. Malah ditanya mau ngapain. Mau nagih utang! Cepet bayar!"

"Dih, gue nggak ada utang sama lo, ya. Enak aja!"

"Ya udah kalau gitu! Ditanya baik-baik."

Mendadak Adam tersenyum lebar. "Marina cantik, ada apa ke kos?"

Marina tahu, itu hanya candaan yang sering Adam lemparkan padanya. Namun tetap saja, rasanya ada kupu-kupu yang mendadak beterbangan dengan ribut dalam perutnya.

"Mau jadi donatur kosan A' Adam, kah?"

Adam kampret! Marina tidak jadi tersipu!

"Nyebelin!" Wanita semampai itu menghentakkan kakinya sekali, kemudian menunjuk totebag yang ada di samping tas ransel Adam. "Ada oleh-oleh. Papa kemarin baru pulang dari Singapur."

"Eh?" Mata Adam berbinar. "Buat gue?"

"Nggak. Buat Jeffery."

"Nggak boleh buat dia. Buat gue aja." Adam buru-buru duduk di gazebo, lalu membuka cepat totebag abu yang diberikan Marina.

Meskipun sering menyebalkan dan mulutnya asal bicara, tetapi Adam yang senang karena pemberiannya seperti ini membuat Marina tersenyum. Kekesalan yang sempat hadir tadi langsung lenyap begitu saja.

"Wih, cokelat. Banyak bener, Mar. Nggak rugi lo kasih gue segini banyak?"

Marina sengaja memberi Adam tiga kotak cokelat. Teman Adam banyak, jadi jaga-jaga kalau laki-laki itu akan bagi-bagi. Bukan karena Marina terlalu baik hati, tetapi mengingat Adam pernah mengundang banyak orang ketika gril beberapa bulan lalu. Jadi, antisipasi daripada Marina makan hati karena pemberiannya beralih tangan, lebih baik diberi tidak hanya satu.

"Makasih, ya." Adam berucap tulus dengan kedua sudut bibir tertarik. "Sering-sering lah, kasih kayak gini."

"Magadir emang." Marina mendengkus. Kesal lagi karena selain tidak peka, Adam ternyata juga amnesia. Kapan coba Marina tidak pernah membawa sesuatu jika bertandang ke indekos laki-laki itu? Meskipun hanya sebotol air mineral dan snack seribuan, dia selalu datang tanpa tangan kosong. "Kapan aku main nggak bawa makanan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang