37° Bibeh Couple dan BiA Family

204 48 13
                                    

Fight For It
-




Dengan langkah yang pasti Resti berjalan melewati pagar rumah Darka lalu menuju pintu, untungnya terbuka lebar memudahkan Resti untuk masuk lalu mengejutkan ketiga laki-laki yang diakui teman terdekatnya Agis.

"Resti?" ceplos Jeje reflek dengan nada dan raut wajah yang heran.

Resti tak menoleh padanya, matanya lurus menatap Darka yang paling jauh dari tempatnya berdiri. Cowok itu lantas berdiri dari duduknya di sofa, berniat menghampiri Resti dengan hati yang khawatir karena kedatangan cewek itu tidak baik-baik saja karena dalam keadaan menangis.

Namun tiba-tiba kaki Darka tidak bisa bergerak kala Resti memberikan sebuah kalimat. Bahkan tak hanya Darka yang terpaku, Jeje dan Novan juga mendadak kelu.

"Sekarang gue paham maksud lo, kenapa gue nggak boleh deketin Agis lagi."

Bibir Resti bergetar, emosinya semakin naik melihat garis wajah Darka yang memelas.

"Dan lo bener, Ka. Semuanya salah gue." cewek itu dalam isak tangisnya, sedetik kemudian setelah kalimat itu keluar Resti pecah menangis. "Kalau aja gue bisa lawan Papa, mungkin dia nggak akan memaksakan diri berteman sama Geo. Kalau aja gue nggak dengerin taruhan temen-temen gue, mungkin gue nggak akan pernah mutusin Agis. Kalau aja gue nggak mutusin Agis, harusnya sekarang Putri nggak hamil."

"Tapi gue nggak bisa lawan Papa. Gue juga nggak bisa kalau nolak permintaan temen-temen gue. Lo juga tau gue sulit, Ka. Gue juga nggak ada pilihan lain. Dan gue nggak pernah bisa mikir resikonya akan sejauh ini."

"Gue tau gue pasti kena karma sekarang, tapi apa harus sesakit ini? Apa harus karmanya itu gue relain Agis hidup sama Putri?"

"Gue harus gimana sekarang?"

Ketiga cowok itu diam, Resti juga sudah selesai mengeluarkan unek-uneknya lalu langsung berbalik pergi keluar dari rumah Darka.

Jeje dan Novan meminta Darka untuk menyusulnya dan mengantarkan Resti pulang, namun Darka terdiam lalu menghela nafas.

"Dia butuh waktu dulu. Berbulan-bulan dia ngejar Agis lagi tapi akhirnya sia-sia, sekarang waktunya dia lepas emosinya, dia perlu lampiasin semuanya sendiri."




Fight For It
-




Tangisnya reda, Resti memasuki rumahnya dengan gontai. Matanya melirik sekilas pada sang Papa yang sedang duduk di sofa sambil tersenyum-senyum sendiri, di tangannya terdapat sebuah sepatu kulit yang tampak mengkilap karena sedang dibersihkan olehnya.

Resti mengerutkan keningnya, setahunya Papa tidak pernah punya sepatu yang seperti itu.

Kaki Resti berhenti sejenak, matanya kini beralih pada meja. Banyak sekali bekas makanan yang sepertinya baru di delivery. Belum lagi di bawah meja terdapat beberapa botol alkohol yang Resti ketahui sangat mahal harganya.

"Papa belanja banyak banget," celetuk Resti dengan heran. Si Papa menoleh untuk sekedar tersenyum lalu balik lagi mengelap sepatunya sambil menjawab.

"Iya dong." jawabnya dengan tanpa beban.

Kening Resti berkerut lagi, "Papa dapat uang dari mana? Aku kan kalau ngasih uang ke Papa nggak pernah sebanyak itu buat beli semua yang Papa beli sekarang."

Papa terkekeh sarkas, "Celengan kamu Papa buka. Ternyata kamu nyimpan banyak uang ya? Ya sudah, Papa ambil semuanya."

Kali ini Resti melotot, cewek itu masuk ke dalam kamarnya dengan perasaan panik. Kemudian berjalan ke meja belajarnya dan sudah menemukan dua celengannya yang sobek, bahkan tak ada sisa uang sepeserpun di sana.

Fight For ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang