Bagian 12

16.4K 1.1K 138
                                        

Author POV

Sadewa sudah tidak tahu berapa kali dia menenggak minuman keras bahkan rasanya sekujur tubuhnya sudah bau alkohol. Dia tidak terurus, selalu memikirkan satu masalah yang sama dan akhirnya meraung tidak jelas di kamar apartemennya yang sepi.

Karina menolak, Karina nya yang cantik tidak mau bersamanya. Menolak menjadi istri sahnya dan pergi begitu saja dengan janin di perutnya tanpa memberitahu Sadewa lagi.

Hari-hari belakangan ini, Sadewa tidak mampu membendung kekesalan dan kekecewaan terlebih pada dirinya sendiri. Setiap malam dia pergi ke kelab, menghabiskan banyak uang dengan menenggak alkohol dan berakhir mabuk. Untungnya dia selalu selamat selama berkendara. Kewarasannya masih sedikit terjaga.

Sadewa ingin bertemu Karina, dia merindukan perempuan itu tapi tidak pernah tergerak untuk menyusul Karina karena takut akan penolakan lainnya. Dia tidak pernah segila ini karena perempuan, tapi Karina membuatnya begitu.

"Karin... Kenapa kamu gak di sini, sayang?" lirihnya lalu kembali menenggak habis botol alkohol di tangannya.

Sadewa terlihat berantakan, rambutnya tidak tersisir rapi dan rahangnya mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Orang-orang sempat memerhatikan penampilannya yang tidak biasa, tapi enggan bertanya. Mungkin mereka tahu kalau pemimpin mereka sedang gila.

Drrt! Drtt!

Suara ponselnya sedikit membuat Sadewa teralihkan. Dia bahkan lupa kapan terakhir kali menyentuh benda pipih itu.

Nama ibunya muncul di layar, Sadewa menghela napas bosan lalu mengangkat telepon sang ibu.

"Halo, Ma?" sapanya dengan suara serak.

"Kamu di mana, Dewa?"

"Dewa lagi di apartemen, kenapa?"

"Mama baru pulang abis ajak Alya jalan-jalan sama Papa kamu, tapi di rumah gak ada kamu ataupun Hera. Kasian Alya sendirian, mana udah malem. Bisa pulang dulu gak? Anak kamu nyariin."

Benar juga, dia punya anak. Sadewa nyaris melupakan kalau ada Alya yang membutuhkannya di rumah. Dua minggu ini dia hanya sibuk meratapi Karina dan mabuk-mabukan.

"Ya, bentar lagi Dewa balik ke rumah."

"Cepetan, ya? Mama tungguin kamu."

Sadewa mematikan sambungan. Dia menarik napas lalu membuangnya kasar. Alya tidak boleh melihatnya seperti ini. Nanti dia akan bertanya-tanya.

Setelah mandi dan merapikan penampilannya, Sadewa pun bergegas kembali ke rumahnya. Dia tidak akan terkejut karena Hera pergi karena memang mereka tidak pernah saling mengganggu urusan masing-masing. Hera suka bepergian, begitu pula dengan Sadewa.

Tidak lama kemudian, mobil yang dia kendarai akhirnya sampai di pekarangan rumah besarnya. Pria itu memastikan penampilan sekali lagi sebelum melangkah masuk ke dalam demi melihat orang tuanya bermain bersama Alya di ruang keluarga.

"Ma, Pa..."

Keduanya menoleh begitu melihat putra mereka datang. Andres tersenyum kecut, dia masih kecewa dengan Sadewa. Lihat bagaimana pria itu tampak santai setelah menelantarkan Alya, rasanya Andres ingin memukul Sadewa dengan tongkat golf.

"Papaa!" Alya berlari kecil lalu mendekap kaki Sadewa. Dia sangat merindukan papanya.

Sadewa menggendong Alya lalu menciumi kedua pipi putihnya yang montok. Gadis kecilnya ini sangat membuat dia rindu, tapi Sadewa melupakannya.

"Kamu kenapa gak pulang sih, Dewa? Apa begini kamu setiap hari? Gak pulang-pulang?" cecar ibunya. Mila terlihat tidak senang karena Sadewa tampak mengesampingkan kepentingan Alya.

Istri SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang