Bagian 15

18.3K 1.1K 212
                                    

Author POV

Masa lalu Hera dan Diaz mungkin indah, tapi tentu saja diselubungi sesuatu yang kelam. Hera sama sekali tidak menampik kalau apa yang dia lalui bersama Diaz merupakan perjalanan yang penuh lika-liku sampai akhirnya mereka berpisah.

Diaz terlalu berharga untuk dilupakan, tapi juga terlalu rumit untuk diraih kembali. Hera menyadarinya ketika dia memiliki Alya. Semua perasaan yang pernah dimiliki Hera, terpaksa dia buang untuk kebahagiaan Alya. Mungkin dia adalah contoh ibu yang buruk, tapi Hera tentu saja pernah memikirkan masa depan anaknya. Tidak pernah sekalipun dia mendoakan yang terburuk untuk Alya.

"Alya... Apa dia anakku atau anak Sadewa?"

Pertanyaan itu memaksa Hera untuk mengulik masa lalu kembali. Dia sudah menduga kalau Diaz akan bertanya, oleh sebab itu hari ini Hera akan menjelaskan keadaannya. Tanpa ada sesuatu yang dia tutupi.

"Alya anakku bersama Mas Dewa. DNA nya sama karena jauh sebelum kamu menanyakan ini kepadaku, Mas Dewa sudah bertanya lebih dulu. Dan setelah Alya lahir, terbukti dia anak kami berdua," jelas Hera. Tampak jelas raut kecewa di wajah Diaz, dia pikir ada sebagian dari dirinya yang berhasil lahir di dunia ini tapi sepertinya dugaan Diaz salah.

"Jadi... Apa yang sebenarnya terjadi sewaktu kamu hamil bayiku? Sebelum hubungan kita berakhir, kamu mengatakan kalau kamu hamil. Lalu di mana anakku?"

Hera menundukkan kepalanya, merasa bersalah kepada Diaz karena tidak menepati janji yang sewaktu itu mereka buat.

"Maaf."

"Tidak apa, lebih baik aku tau darimu daripada orang lain," balasnya. Hera menatap Diaz dengan mata yang berkaca-kaca, luka yang dia torehkan terlalu besar.

"Aku menggugurkan bayi kita. Waktu itu pikiran ku kacau karena kita berpisah dan aku sudah punya suami. Mas Dewa tidak tau soal kehamilan ku yang pertama karena aku menggugurkannya lalu... lalu Alya hadir."

Diaz tersenyum terpaksa, harus apa dia terhadap sesuatu yang sudah terjadi? Ini bukan kesalahan Hera atau siapapun, ini memang takdir yang mengharuskan bayi mereka tidak sempat lahir.

"Ya, aku udah duga itu yang terjadi. Gak apa-apa, aku cuma memastikan semuanya."

Hera memejamkan matanya, membuat air matanya jatuh membasahi pipi. Itu adalah satu kesalahan fatal yang dia sesali hingga kini. Dia menggugurkan janinnya sendiri demi mempertahankan pernikahan bersama Sadewa yang mana itu hanya semakin menyakitinya. Diaz boleh kecewa atau membencinya karena Hera memilih untuk membunuh calon anak mereka.

"Aku minta maaf, Diaz..."

"Tapi Alya itu, bukan pengganti kan?" tanya Diaz lagi.

"Maksud kamu?"

"Alya hadir bukan karena rasa bersalah kamu terhadap janin kita kan? Itu murni kamu yang menginginkan Alya di dalam rumah tangga kamu dan Sadewa?" jelasnya. Hera tergagap, merasa bahwa apa yang dikatakan Diaz merupakan fakta. Rasa bersalah, ya semua ini hanya karena rasa bersalah Hera setelah menggugurkan kandungannya. Alya pasti membencinya karena telah menjadikan dia sebagai pelampiasan rasa bersalah.

"Maaf kalo bilang gini, tapi pernikahan kamu emang tidak sehat Hera. Baik kamu atau Sadewa, tidak ada yang bahagia. Jadi kalo kamu butuh bantuan untuk mengurus perceraian, aku siap menolong kamu sampai selesai," ucap Diaz. Hera tidak tahu lagi bagaimana harus berterima kasih. Mungkin memang benar kata Diaz, perceraian lah yang terbaik karena sudah tidak ada harapan antara dia dan Sadewa. Tinggal memikirkan bagaimana caranya menjelaskan ini kepada keluarga besar mereka.

...

Tiga hari setelah ajakan bercerai itu, Sadewa dan Hera tidak pernah bertemu lagi. Melalui pesan singkat, Hera menyetujui keinginan bercerai dari Sadewa dan katanya mereka harus mengatakan ini kepada keluarga besar.

Istri SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang