Bagian 9

15.2K 1.1K 90
                                    

Author POV

Sadewa kini tengah berkutat dengan komputernya. Ada beberapa pekerjaan yang mesti dia selesaikan hari ini dan dia harap bisa selesai tepat waktu agar dirinya bisa langsung pulang ke apartemen untuk bersama Karina.

Semua permasalahan ini membuat dia pusing bukan main, tidak menyangka bahwa semuanya akan serumit ini. Namun jika Sadewa memikirkannya kembali, dia memang pria yang egois. Bukan hanya kepada Hera atau Karina, dia pun egois kepada Alya. Gadis kecilnya tidak tahu apa-apa dan mungkin nanti dia akan bertanya-tanya kenapa keluarganya seperti ini.

Sadewa memejamkan matanya, berharap apa yang sedang terjadi hanyalah mimpi siang bolong.

Ceklek!

"Sadewa."

Pria itu lekas membuka matanya begitu mendengar suara akrab di telinganya. Dia seketika berdiri, menghampiri pria paruh baya yang datang ke ruang kerjanya.

"Papa? Kok gak ngabarin Sadewa kalo mau ke sini?"

"Loh? Emangnya papa gak boleh nemuin anak sendiri?" tanyanya balik dan sedikit membuat Sadewa meringis. Bukan begitu, Sadewa hanya tidak ingin terlihat sangat frustasi di hadapan orang tuanya.

"Ya bolehlah, pa. Maksudnya, kalo papa ngabarin ya Dewa bisa siap-siap."

Andres Wiratama mengernyitkan keningnya, putranya memang bertingkah aneh belakangan ini. "Ya udah, papa ke sini emang mau jenguk kamu, nak."

"Kenapa, pa? Dewa baik aja di sini."

Andres duduk di sofa tamu yang ada di ruangan ini. Sejak dia pensiun, Andres nyaris tidak pernah menginjakkan kakinya kemari. Jadi dia sedikit rindu dengan suasana kantor.

"Bukan, lebih tepatnya papa mau tau kerjaan kamu di kantor selama ini."

Sadewa mulai merasakan hawa tidak enak. Tumben sekali Papanya ingin membahas urusan kantor padahal dulu-dulu sekali Andres terlihat sudah tidak peduli dan membiarkan Sadewa mengembangkan bisnis keluarga mereka yang pada waktu itu hampir bangkrut.

"Ya kerjaan Dewa gini, terima laporan dari karyawan, menghadiri pembukaan toko cabang, ketemu sama klien. Emangnya kenapa, pa?"

Andres mengambil cangkir yang sebelumnya disiapkan oleh Sadewa di atas meja lalu menyesap isi di dalamnya.

"Kalo itu papa tau. Papa mau denger laporan soal proyek kamu sewaktu di Bandung. Gimana proses nya?"

Sadewa sedikit tercekat. Tidak, bukan karena proyeknya gagal tapi karena mencurigai sesuatu yang berbahaya. Papanya terlihat mengetahui sesuatu dan apakah itu soal Karina?

"Ya, bagus... Sekarang masih lanjut dan ya... Begitu..." jawabnya terbata.

"Nak, itu kerjaan kamu di Bandung udah dari berbulan-bulan lalu dan papa yakin harusnya udah selesai. Kenapa kamu ke Bandung terus? Kalo udah selesai, ya mestinya cuma cek berkala. Apa terjadi sesuatu sama kerjaan kamu di sana?" tanyanya mulai mengarah kepada spekulasi Sadewa.

Dia duduk tidak tenang, merasa terintimidasi oleh Papanya sendiri. "Kenapa Papa nanyain Dewa kayak gitu? Papa gak percaya sama Sadewa?"

"Nggak, Papa bingung aja sama kamu. Kamu kontrak rumah untuk siapa di Bandung?"

Darah seperti berhenti mengalir di tubuhnya, Sadewa merasa linglung sejenak. Andres baru saja menyinggung soal rumah yang dia sewakan di Bandung dan itu untuk Karina. Dari mana Andres tahu semua itu?

"Rumah apa? Papa lagi ngomongin apa sekarang?"

"Beberapa hari lalu Papa ke rumah kamu, tapi kamu dan Hera gak ada di situ jadi cuma ada Alya. Menurut kamu anak kecil bisa bohong ya, Dewa?"

Istri SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang