Author POV
Suara demi suara yang terasa asing di luar merupakan pertanda bahwa matahari sudah semakin meninggi. Jendela yang tertutup lantas dibuka agar sinar masuk ke dalam rumah.
Seorang wanita memandangi langit-langit kamar dengan pandangan kosong, ada sedikit noda-noda asing di sana yang cukup menarik perhatiannya.
Itu Karina, dia terbaring lesu di atas ranjang yang tidak terlalu empuk. Sudah lewat dua Minggu sejak Sadewa mengatakan akan meresmikan pernikahan mereka, tapi Karina menolak dengan keras dan berujung dia pulang ke Bandung tanpa memberitahu siapapun termasuk kedua orang tua Sadewa yang tadinya ingin mengantarnya pulang sembari bertemu keluarga Karina.
Tok! Tok!
"Karin? Udah bangun, nak? Yuk sarapan dulu." Suara lembut Tantenya membuat Karina menoleh kecil. Dia menatap pintu kamarnya dengan perasaan asing sebelum akhirnya melangkah malas keluar kamar.
"Maaf ya Tante, Karin tadi masih agak pusing jadi gak bisa bantuin bikin sarapan," sesalnya.
"Udah gak apa-apa, sekarang buru ke ruang makan. Paman kamu juga udah nungguin," balasnya tulus. Karina mengangguk kecil, dia berjalan ke ruang makan lalu duduk di kursi yang biasanya dia tempati.
Ada menu sarapan yang sederhana tapi membuat kenyang. Tantenya pandai memasak, apapun yang dia buat terasa enak di lidah. Pernah satu kali Karina menyarankan agar tantenya ikut lomba-lomba memasak seperti yang di televisi, tapi tidak pernah terwujud.
Dia mengambil daging ayam goreng lalu meletakkannya di atas piring tak lupa mengisi piringnya dengan beberapa sendok nasi putih yang hangat.
"Banyakin makannya, Rin. Badan kamu kurus banget, kasian bayi kamu nanti," titah sang Paman begitu melihat keponakannya makan sedikit. Karina hanya tersenyum malu lalu menambah porsi makannya.
"Jadi hari ini kamu mulai kerja di warung makan Pak Damiri, Rin? Kenapa gak di rumah aja, biar bisa istirahat?" tanya pamannya.
"Karin bosen di rumah, paman. Lagian, Karin juga udah harus nabung buat nanti keperluan lahiran segala macam. Kalo gak dari sekarang, takutnya keteteran," jawab Karina dan itu sudah tidak bisa dibantah lagi. Walaupun pamannya sering kali berkata bahwa Karina tidak perlu sampai sesusah itu, dia tetap wanita yang keras kepala.
"Ya udah, tapi mesti hati-hati ya? Jangan dipaksain kalo kamu capek, paman jemput pulang nanti. Jangan jalan kaki meski tempatnya deket," sarannya dan sekali lagi dituruti Karina.
Selepas sarapan dan menyelesaikan beberapa urusan rumah, Karina pun diantar pergi ke sebuah warung makan milik Pak Damiri. Ini hari pertamanya bekerja, jadi dia ingin yang terbaik.
"Oh, Karina udah dateng aja. Kebetulan baru mau buka," sapa Pak Damiri begitu melihat Karina datang bersama Tantenya.
"Pagi, Pak Dam. Nanti siang suami saya jemput Karina," sapa tante Karina yang bernama Phia.
"Tentu Phia," balas Pak Damiri.
Karina berpamitan dengan tantenya kemudian mulai membantu Pak Damiri bersama beberapa pegawai lainnya untuk membuka warung makan mereka.
Karina bekerja sebaik mungkin, dia melakukan apa yang harus dia lakukan dan sesekali menyapa rekan kerjanya yang lain.
"Mana suami kamu, Rin? Kok malah kamu yang kerja padahal lagi hamil?" Suara Pak Damiri mengagetkan Karina yang sedang menyusun kertas-kertas di meja kasir. Dia tersenyum sopan kepada lelaki paruh baya itu sambil memikirkan sebuah jawaban yang logis.
"Suami saya udah meninggal, Pak."
"Waduh, maaf deh udah nanya gitu."
"Gak apa-apa, Pak. Karina emang jarang membicarakan soal suami dengan orang lain," balas Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Simpanan
RomansWARNING 21+ ! ADEGAN DEWASA!🚫🚫🚫 DI BAWAH 21 TAHUN HARAP SEGERA MENYINGKIR! SAYA TIDAK TANGGUNG RISIKONYA! Menjalani pernikahan yang harmonis adalah impian setiap perempuan. Mereka berharap diperlakukan seperti ratu, dicintai, dan menjadi satu-sat...