Bagian 17

12.3K 959 44
                                        

Author POV

Sadewa menatap rumah Karina sekali lagi. Dia memantapkan hati sebelum melangkah ke depan pintu rumah keluarga Karina. Sore ini dia nekad kembali untuk menemui Karina dan keluarganya. Sadewa sudah berjanji untuk memperbaiki semua yang dia rusak sedari awal. Jadi dia tidak akan melewatkan semua kesempatan.

Alya masih di rumah miliknya dan Karina, untuk sementara Sadewa menitipkannya kepada pengurus rumah. Dia akan aman di sana.

Tok! Tok!

"Permisi, Paman Ali... Bu Phia? Apa saya boleh kemari?"

Dia berdiri seperti orang bodoh, menanti seseorang dari dalam rumah untuk membukakannya pintu. Mungkin Karina ataupun keluarganya tidak mengharapkan kedatangan Sadewa, tapi tidak apa-apa. Sadewa akan tetap berusaha untuk anak dan istrinya.

Tok! Tok!

"Permisi. Apa--"

Ceklek!

Sadewa menggantungkan kalimatnya begitu pintu dibuka dan Ali menampakkan dirinya. Dia menatap lelaki paruh baya itu dengan sedikit canggung lalu dengan cepat Sadewa meraih tangan Ali untuk menyalami nya.

"Sore, Paman. Saya boleh--"

"Sebaiknya kamu pulang, Sadewa. Berhenti datang atau mencoba menelepon keponakan saya. Karina sudah aman di sini tanpa kamu, jadi jangan coba campuri urusannya lagi. Dan untuk semua uang yang kamu kirim, semuanya masih dalam keadaan utuh. Kami akan kembalikan rekeningnya," seloroh Ali. Dia tidak pernah benar-benar marah terhadap orang lain, tapi Sadewa membuat Ali tidak bisa menahan emosinya lebih lama lagi.

Sadewa menggeleng cepat, dia menahan pintu yang hendak ditutup oleh Ali karena dia tidak akan pernah sekalipun menyerah. Sadewa sudah kehilangan semua yang dia kasihi, jadi kali ini dia tidak akan mengulangi hal yang sama.

"Tolong, beri saya kesempatan untuk berbicara dengan Karina dan meluruskan masalah kami, Paman. Saya masih suaminya dan saya juga berhak bersama Karina."

Ali menatapnya skeptis, baginya tidak ada yang nyata. Sadewa tidak pernah lagi dia anggap seperti keluarga karena tindakan pria itu yang telah menghina keluarganya.

"Apa lagi yang mau kamu luruskan? Dari awal saya memang tidak setuju menikahkan Karina dengan kamu, tapi kamu ngotot menginginkan keponakan saya. Jika diingat, saya merasa sangat berdosa karena membiarkan itu terjadi. Jadi sebaiknya kamu pulang."

Rahang Sadewa mengetat, dia tidak mau menyerah secepat itu. Karina masih istrinya dan kini sedang mengandung. Meskipun yang Sadewa lakukan memanglah tidak bermoral, apakah tidak ada kesempatan kedua?

Tuk!

Sadewa berlutut begitu saja di depan Ali yang menatapnya terperangah. Pria itu menundukkan kepalanya, memohon dengan cara yang lebih rendah lagi kepada Ali.

"Tolong, paman... Beri saya kesempatan. Saya bersumpah untuk membahagiakan Karina, saya tidak akan memperlakukan dia dengan semena-mena. Tolong, beri saya kesempatan untuk membangun keluarga, demi Karina... Demi calon bayi saya dan Karina," pinta Sadewa. Dia terdengar putus asa, rasa-rasanya tidak ada hal yang bisa menolongnya sekarang.

Namun tanpa disadari, Karina sebenarnya mengintip dari dinding dapur. Matanya berkaca-kaca melihat Sadewa yang berlutut putus asa di depan Pamannya. Karina merasa hatinya seperti diremas kuat sampai hancur dan itu sungguh perih. Ada rasa ingin kembali ke pelukan Sadewa dan memaafkannya, tapi Karina takut menderita untuk kedua kalinya. Dia sudah berjanji untuk berjuang sendirian dan harusnya dia tidak perlu memedulikan rengekan Sadewa yang memilukan itu.

"Keputusan saya sudah bulat, Sadewa. Karina bukan lagi urusan kamu, ada bagusnya kamu segera menceraikan keponakan saya. Dia cuma butuh talak darimu dan selepas itu semuanya selesai. Kamu tidak perlu khawatir soal anak di dalam kandungan Karina. Dia akan kami rawat dengan baik," putus Ali masih dengan bentuk ketegasannya yang tidak bisa ditembus bahkan oleh air mata darah sekalipun. Dia sudah melihat dan mendengar bagaimana keponakannya ditipu oleh lelaki ini, kesempatan yang diberikan kepada Sadewa sudah hangus dan tidak akan pernah ada kesempatan kedua.

Istri SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang