Bagian 23

13.1K 877 61
                                    

Author POV

Sadewa mendekap erat putrinya sebelum menyerahkan Alya kepada ibu kandungnya selama sepuluh hari ini. Hera hendak membawa Alya jalan-jalan ke Malaysia bersama tunangannya, Diaz. Dia tidak mungkin menahan Hera karena sejatinya Hera adalah ibu kandung Alya dan sekarang dia juga sudah memberi perhatian yang Alya butuhkan.

Memang, pada akhirnya hak asuh berada pada Sadewa. Hera sendiri yang mengatakan kalau Alya tidak bisa jauh dari papanya, dia selalu membutuhkan papa setiap saat jadi lebih baik dia diasuh oleh Sadewa. Lagipula, Hera yakin kalau putrinya baik-baik saja bersama Sadewa dan Karina. Hera mengaku bahwa dia takut belum bisa menjadi ibu yang sempurna. Oleh karena itu, dia memercayakan Alya kepada Karina.

"Alya baik-baik ya selagi di sana. Harus nurut sama mama dan Om Diaz, gak boleh nakal," titah Sadewa sembari mengecup lembut pipi Alya.

Alya mengangguk senang, dia pun berlari mendekati Hera lalu memeluk kakinya. Bagaimana pun juga, Alya merindukan sosok ibu kandungnya. Hera meraih putrinya ke dalam gendongan, dia senang putrinya diurus dengan baik oleh Sadewa dan Karina.

"Siang ini kami berangkat, nanti aku kabari ke kamu mas."

Sadewa mengangguk pelan, dia tidak akan mencoba mengganggu liburan Hera bersama Diaz dan Alya. Rasanya tidak adil jika dia menghalang-halangi kebersamaan Hera dan putri mereka.

"Ya, aku titip Alya sama kalian. Segera telepon kalo ada apa-apa."

Hera dan Diaz mengangguk mengerti. Liburan kali ini mereka memang sengaja mengikutsertakan Alya karena Hera ingin mengenalkan Diaz sebagai ayah sambung untuk Alya. Mungkin gadis kecil itu bingung atau tidak mengerti, tapi semoga saja tidak mengubah hubungan mereka ke depannya.

Karina melambaikan tangannya kepada Alya. Dia pun akan merindukan suara tawa Alya selama sepuluh hari ke depan.

Setelah mengantar Alya, Sadewa membawa istri dan anak keduanya pulang. Jujur saja, dia sedikit tidak rela jika ada lelaki lain yang menjadi ayah untuk Alya tapi Sadewa tidak mungkin bersikap egois lagi. Dia sudah berlaku tidak adil kepada Hera dan ini saatnya membiarkan wanita itu membuat keputusan untuk anak mereka.

"Bakal sepi banget kalo gak ada Alya ya, mas?" celetuk Karina tak lupa dengan raut sedihnya. Sadewa melirik istrinya sekilas lalu sebelah tangannya yang bebas meraih telapak tangan Karina untuk dia genggam.

"Gak apa-apa, Karin. Alya juga perlu diperhatikan Hera," balas Sadewa. Karina mengangguk kecil, dia pun senang jika Alya baik-baik saja dengan keadaan yang seperti ini. Dia punya dua ibu sekaligus dua ayah. Karina harap suatu saat Alya bisa jauh lebih bahagia dengan keadaan sekarang.

"Mas Dewa gak cemburu kan karena calon suami mbak Hera bakal jadi ayah sambung Alya?"

Sadewa awalnya tidak merespon, tapi kemudian dia pun menjawab dengan bijak. "Hera berhak atas Alya juga, Karin. Jika Hera menikah, maka suaminya pun berhak mendapatkan status ayah untuk Alya. Seperti kamu yang dipanggil mama, Diaz juga punya hak dipanggil ayah oleh Alya. Mas gak akan ngelarang itu lagi."

Karina tersenyum lega, dengan begini semuanya bisa kembali normal dan tentram. Tidak ada lagi perselisihan ataupun kebencian atas satu sama lain.

Tidak lama kemudian mereka pun sampai di rumah. Karina menggendong bayinya ke dalam karena sudah jadwal menyusui, sedangkan Sadewa tampak langsung bersantai di sofa ruang keluarga karena ini hari Minggu jadi dia tidak bekerja.

Pria itu mengecek ponselnya, melihat beberapa email yang penting karena menyangkut urusan pekerjaannya. Akhir-akhir ini Sadewa memanglah sibuk, dia tidak bisa melimpahkan pekerjaan kepada asisten ataupun orang kepercayaannya. Semua harus dia selesaikan sendiri karena ada urusan internal yang cukup mengganggu.

Istri SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang