Di lain tempat. Abhizar, lelaki bertubuh besar itu berjalan memasuki ruangan dengan pintu yang bertuliskan Dr. Abhizar Albirru Sp.B. Dia baru saja selesai melakukan operasi. Lelaki itu kemudian mendaratkan bokongnya pada kursi kantor. Menghembuskan nafas lelah karena padatnya jadwalnya hari ini. Dia lalu mengambil ponsel pada laci meja kerjanya dan memeriksa notifikasi yang masuk.
Diantara notifikasi pesan atau panggilan tidak terjawab yang masuk pada ponselnya, sama sekali tidak ada pesan atau panggilan dari Zahra. Mencengkram erat ponsel pada genggamannya. Abhizar emosi, geram dengan sikap Zahra yang sepertinya mengabaikannya.
Sudah seminggu dia cukup bersabar menunggu kabar dari Zahra. Bersabar disaat panggilan dan pesan-pesannya diabaikan oleh wanita itu. Bukankah Abhizar sudah mengatakan padanya bahwa dia bukanlah lelaki penyabar. Tapi sepertinya Zahra menganggap ucapannya itu hanyalah angin lalu. Dan sekarang, rasanya Abhizar ingin mendatangi wanitu itu untuk merealisasikan ucapannya.
Entah mengapa segala hal tentang Zahrana Bilqis tidak pernah bisa membuat seorang Abhizar Albirru menunggu. Abhizar termenung mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Zahra.
Flashback
“Zar, makan siang diresto chicken depan yuk. Gue bosen sama menu di kantin RS”. Fadlan, sahabat seprofesi Abhizarlah yang baru saja bersuara.
Mereka berdua sedang berjalan dikoridor rumah sakit setelah keluar dari ruang operasi.
Abhizar baru saja selesai melakukan operasi pada pasien yang mengalami patah tulang akibat kecelakaan. Sementara Fadlan baru saja selesai melakukan operasi sesar pada pasien melahirkan. Ya, sahabat Abhizar yang satu ini adalah dokter spesialis obgyn alias kandungan.
Mereka sudah bersahabat sejak masih duduk dibangku sekolah menengah atas. Sebenarnya mereka tidak hanya berdua, dua orang sahabat mereka yang lain yaitu Azlee dan Raja memilih profesi yang berbeda. Azlee sebagai dosen dan Raja sebagai seorang fotografer.
“Ok. Ketemu dilobby. Gue mau ambil dompet sama handphone dulu diruangan” Ucap Abhizar yang dibalas Fadlan dengan menghubungkan jempol dan jari telunjuk menjadi sebuah lingkaran, dan jari lainnya berdiri alias ‘OK’.
Sesampainya mereka direstoran tersebut, ternyata suasananya cukup ramai. Memilih meja kosong disamping lima orang anak-anak TK yang sepertinya sedang dalam kegiatan outdoor, terlihat dari seragam yang mereka pakai. Abhizar dan Fadlan kemudian memesan makanan mereka masing-masing.
Saat sedang menikmati renyahnya ayam pesanannya. Tiba-tiba saja ada dua orang anak laki-laki yang berlari dan satu diantaranya terjatuh menyenggol Abhizar. Menumpahkan ice cream pada celana kain berwarna hitam milik Abhizar.
“Oh shit” Reflek Abhizar mengumpat kasar dan berdiri dari bangkunya. Membuat anak yang terjatuh kaget dan ketakutan melihat tubuh besar pria dewasa yang dia tabrak menjulang didepannya.
“Lilo” Suara wanita dewasa terdengar mendekat. Membantu anak laki-laki yang masih setia terduduk dilantai untuk berdiri. Tadi dia sedang ketoilet mengantar Cila, salah satu anak didiknya juga, yang ingin buang air besar. Namun, saat dia dan cila hendak kembali menuju meja mereka, dia melihat Lilo yang terduduk dilantai dan didepannya ada pria dewasa yang tengah mengibas-ngibas celananya. Wanita itu jelas bingung dengan situasi ini.
Abhizar menatap wanita yang baru saja datang. Wanita bertubuh mungil itu sepertinya wali dari anak yang menabrak sekaligus menumpahkan ice cream ke celananya. Cantik, itu adalah kata pertama yang terbersit di kepala lelaki bertubuh besar itu.
“Kamu kenapa?” Zahrana bertanya pada Lilo, meneliti apakah ada luka pada anak itu. Lilo tidak menjawab, hanya diam sambil menunduk.
“Dia berlari dan tidak sengaja terjatuh menyenggol saya. Menumpahkan ice cream kecelana saya” Ucap Abhizar mencoba menjelaskan kejadiannya pada wanita berparas ayu tersebut. Abhizar tahu, anak laki-laki itu pasti ketakutan padanya karena sempat mendengar umpatan kasar yang dia lontarkan tadi secara reflek, juga karena melihat postur tubuhnya.
Itu sudah bukan menjadi hal pertama bagi Abhizar. Bukan Cuma anak-anak, orang dewasa juga terkadang takut melihatnya. Pasiennya bahkan sering gemetar saat berhadapan dengannya. Padahal dia sudah tersenyum dan berbicara dengan lembut, tapi itu malah membuat lawan bicaranya semakin gemetar. Dia bahkan diberi julukan aquaman oleh teman-temannya saat di bangku menengah pertama dulu. Lantaran postur tubuhnya yang berbeda dari anak seumurannya.
Tidak ada yang mau berteman dengannya. Masa putih birunya dia habiskan dengan kesendirian. Sampai dia berada pada bangku menengah atas dan bertemu dengan Fadlan, Azlee, dan Raja. Ketiganya malah menganggapnya keren dan menginginkan punya tubuh seperti Abhizar. Dan Cuma ketiga orang itu yang mau bersahabat dengannya sampai sekarang. Yang selalu ada dalam suka dan duka. Mereka saling terbuka dalam hal apapun baik itu tentang keluarga, karir maupun percintaan. Persahabatan mereka sudah seperti saudara.
Zahra, wanita yang merupakan wali dari ke enam anak itu beralih pada Abhizar. Mendongak menatap pada lelaki besar itu. Mendengar ucapan Abhizar membuat Zahra merasa tidak enak. “Saya selaku wali dari anak ini minta maaf pak. Dia tidak sengaja, saya yang lalai disini. Untuk itu saya minta maaf pada bapak” Dengan lembut dan penuh penyesalan dia berucap. Zahra berharap lelaki itu tidak marah. Dia bisa lihat dengan jelas noda ice cream yang melekat pada celana lelaki dewasa didepannya itu. Mengingat ini jam makan siang, pasti lelaki itu akan kembali bekerja setelahnya.
Tatapan Zahra terlihat begitu tulus. Bahkan Abhizar bisa melihat raut penuh penyesalan yang tergambar pada wajah cantik milik wanita mungil didepannya ini. Jantung Abhizar berdebar ditatap seperti itu. Membuatnya sedikit merasa salah tingkah. Beruntung Abhizar cukup ahli dalam mengendalikan diri, agar tidak terlihat nyata bahwa dia sedang gerogi.
“Tidak masalah, mau bagaimana lagi, sudah terjadi” Ucap Abhizar yang seketika membuat Zahra menghembuskan nafas lega “Tapi lain kali kamu seharusnya lebih mengawasi anak-anak murid kamu. Mereka masih terlalu kecil untuk mengerti bahaya. Bagaimana jika ada orang jahat yang ingin menculik mereka. Walau disini ramai, tidak menutup kemungkinan kejahatan bisa terjadi” Sambung Abhizar mengingatkan.
“Iya pak. Tadi saya sedang mengantar anak yang lain ke toilet”
“Kalau begitu seharusnya anak-anak itu diawasi oleh dua orang guru. Agar jika yang satu mengurus yang lain, yang satunya lagi masih bisa mengawasi sisanya” Saran Abhizar.
“Baik pak terima kasih atas saran dan pengertiannya.Sekali lagi saya minta maaf. Lilo, ayo minta maaf. Ibukan sudah bilang untuk duduk dan tidak boleh lari-lari” Ujar Zahra dengan tersenyum sambil membimbing Lilo sedikit mendekat pada Abhizar.
“Lilo minta maaf om. Lilo nggak sengaja” Dengan suara pelan yang masih bisa didengar Abhizar anak itu berujar sambil sedikit membungkukkan badan.
Abhizar yang melihat tubuh Lilo sedikit gemetar ketakutan pun mendekati anak itu. Menekuk lutut sambil menumpukan lengan kiri pada lutut kirinya, Abhizar berkata dengan lembut “Tidak apa-apa. Tapi lain kali kamu harus lebih berhati-hati. Tidak boleh berlari ditempat makan seperti ini. Ok” Dengan tangan kanan mengacak rambut Lilo dan tidak lupa menyampirkan senyuman pada wajah brewoknya, Abhizar mencoba peruntungan, berharap anak lelaki itu tidak takut lagi padanya. Meski kemungkinannya kecil.
Dan berhasil. Lilo yang melihat Abhizar seketika seperti melihat Hulk, salah satu tokoh marvel favoritnya. Hulk yang bertubuh hijau besar mengerikan namun baik hati. Meski Abhizar tidak berwarna hijau tapi Lilo sadar kalau lelaki dewasa itu ternyata tidak jahat, meski wajah brewoknya membuat lelaki itu terlihat sedikit sangar. Anak itu lalu mengangguk tersenyum menggemaskan kearah Abhizar.
Abhizar yang melihat cukup terkejut namun senang juga karena anak bernama Lilo itu kelihatan tidak takut lagi padanya. Fadlan yang melihat pun cukup tercengang lantaran ini kali pertama ada anak kecil yang melihat sahabatnya itu dengan tatapan kagum. Padahal baru beberapa saat lalu anak itu kerlihat ketakutan dan ingin menangis melihat Abhizar. Apakah itu bisa dikatakan suatu kemajuan? Karena biasanya anak-anak akan menangis atau lari menjauh dari sahabat karibnya itu.
“Mmm pak, maaf untuk celana bapak, biarkan saya bayar biaya laundrynya ya” Ucap Zahra dengan nada lembut, tidak lupa senyum yang melekat pada wajah cantiknya. Dia masih merasa tidak enak hati.
Kembali Abhizar mengarahkan pandangan pada wali ke enam anak itu. Senyuman yang diperlihatkan semakin menambah laju debar pada jantung Abhizar. Tanpa sadar Abhizar terus memperhatikan Zahra secara intens. Membuat wanita itu salah tingkah karena Abhizar terus memperhatikan tanpa menanggapi ucapannya.
Fadlan yang sadar akan tingkah laku sahabatnya pun menyenggol lengan Abhizar.
“Oh..eh..tidak perlu..saya bisa mengatasinya sendiri” Tergagap Abhizar mengatakannya. Dengan mengusap tengkuk, Abhizar merutuki kebodohannya saat tertangkap basah memperhatikan wanita itu.
“Bu Zahra, kita semua udah siap makan” Cila, anak yang tadi pergi ketoilet bersama Zahra membuka suara.
“Oh ok kalau begitu ayo semuanya kita siap-siap kembali kesekolah ya” Ucap Zahra pada keenam anak didiknya yang langsung bersiap untuk kembali ke mini bus sekolah mereka.
“Emm kalau begitu pak..”
“Abhizar, nama saya Abhizar. Kamu boleh memanggil saya Abhizar tidak perlu memanggil saya pak. Saya tidak setua itu” Dengan cepat Abhizar memotong ucapan Zahra yang membuat Fadlan menyemburkan tawanya saat mendengar sahabatnya itu protes atas panggilan Zahra. Abhizar lantas melotot kearah Fadlan saat mendengar tawa lelaki itu.
“Mas Abhizar. Saya rasa itu lebih sopan dari pada hanya memanggil nama” Masih dengan suara lembut dan senyuman sopan diwajah, Zahra mengatakannya.
Ahh sepertinya jantung Abhizar akan segera meledak lantaran detaknya yang semakin tak terkendali, saat Zahra memanggilnya ‘Mas’.
“ Kalau begitu, kita semua pamit duluan Mas Abhizar, Mas..”
“Fadlan. Tapi manggilnya bang Fadlan aja” Jawab Fadlan memperkenalkan diri tidak lupa dengan senyumannya.
"O iya, bang Fadlan” Ucap Zahra menyambung ucapannya tadi yang sempat terjeda. Setelah itu Zahra beserta anak didiknya pun keluar dari restoran. Meninggalkan Fadlan yang kembali duduk dikursinya. Sementara Abhizar masih berdiri menatap kearah pintu keluar restoran.
Fadlan yang sadar akan keterpakuan Abhizar lantas berdiri dan menepuk pundak lelaki bertubuh tinggi besar itu. Membuat sang empunya terkejut.
“Ngapain lo berdiri kayak patung sambil liat kearah pintu keluar?”
“Eh Dlan, lo tahu nama perempuan tadi nggak?” Bukannya menjawab pertanyaan sahabatnya, Abhizar justru mengajukan pertanyaan yang baru disadari olehnya, bahwa dia belum tahu siapa nama wanita itu.
“Lah mana gue tahu. Dia nggak ada bilang” Jawab Fadlan sambil kembali mendaratkan bokongnya pada kursi yang juga diikuti oleh Abhizar.
“Kenapa lo nggak nanyak?” Protes Abhizar.
“Nggak kepikiran gue” Santai Fadlan menjawab.
Dan hari itu ditutup dengan Abhizar yang merutuki kebodohannya yang tidak menanyakan siapa nama wanita mungil berparas jelita yang berhasil membuat seorang Abhizar Albirru berdebar dan salah tingkah. Saat kembali ke rumah sakit pun, bayang-bayang wajah cantik itu masih menari difikiran Abhizar. Bahkan sampai malam menjelang, masuk kedalam mimpi indah Abhizar.💞💞
Hai👋 jumpee lagii🤭. Sorry othor lama updatenya, soalnya othor sibuk nyiapin lamaran kerja plus nyiapin mau wisuda. Trus semingguan ini amandel othor bengkak, jadi tenggorokan sakit banget dan mood buat update berkurang deh🙏.
Btw reader sayang jangan lupa vote nya ok👌😄
Ni org emang serem bet sih, pantes org² pada kabur semua🤣. Tapi reader "don't judge a book by its cover" dokter Abhizar luar Hulk dalam hati hello kity kok😽
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku yang kau paksa hancur
Romance"Katanya cinta tak harus memiliki. Omong kosong. Bagi saya mencintai berarti harus memiliki. Sejak pertama saya melihat kamu, sejak saat itu kamu milik saya. Akan saya lakukan segala cara, sekalipun itu membuatmu membenci saya". Abhizar Albirru