Bab 6

5.1K 152 5
                                    

Zahra menatap pantulan wajahnya dicermin. Hari ini dia akan kembali mengajar. Zahra sudah terlalu lama mengambil cuti. Meski enggan, tapi dia tidak punya pilihan. Pemilik sekolah selalu menghubunginya, menanyakan alasan ketidakhadirannya. Dan Zahra memberi alasan bahwa dirinya sedang sakit.

Jadi hari ini, dia harus kembali bekerja. Mungkin bertemu anak-anak didiknya bisa sedikit menghiburnya. Membuatnya lupa dengan malam kelam itu.

Berjalan menuju dapur. Zahra disambut tatapan terkejut bapak dan ibunya yang melihat penampilan anak mereka yang sudah rapi dengan seragam mengajarnya.

“Kamu mau berangkat kerja Ra?” Tanya sang ibu.

“Iya buk. Zahra udah terlalu lama cuti”

“Tapi kamu beneran udah sehat kan nak?” Tanya sang ayah khawatir.

“Zahra baik-baik aja pak, buk. Maafin Zahra yang udah buat Bapak sama Ibu khawatir” Zahra berucap dengan berusaha mengukir senyum diwajahnya. Dia tidak ingin membuat orangtuanya curiga.

Sejujurnya, pak Rahman ingin bertanya pada Zahra alasan sikap aneh sang putri belakangan ini. Tapi urung beliau lakukan karena sepertinya, Zahra sudah keliatan baik-baik saja.

“Kamu berangkat kerja naik apa Ra?”

“Naik ojol buk” Jawab Zahra sambil memakan sarapannya.

“Nggak berangkat sama Alzam?”

Mendengar pertanyaan sang ibu. Zahra terdiam sebentar. Alzam, lelaki yang dia cintai sekaligus sahabatnya dari kecil. Zahra bahkan tidak punya muka untuk bertemu dengan lelaki itu lagi. Dirinya sudah kotor, menjijikkan. Ada lelaki lain yang telah berhasil menyentuhnya. Merenggut kehormatannya.

“Nggak buk. Zahra naik ojol aja. Lagiankan kantor Alzam beda arah sama TK Zahra. Kasian Alzam buk” Zahra tidak berbohong. Alzam bekerja di salah satu bank berbasis islam menjabat sebagai unit pelayanan nasabah. Dan kantor lelaki itu memang berlawanan arah dengan tempat Zahra mengajar.

“Yaudah pak buk, Zahra berangkat ya” Zahra lantas menyalami kedua orangtuanya. Kemudian berjalan keluar rumah.

Di depan rumah, saat sedang menunggu ojek online pesanannya. Tiba-tiba saja suara klakson motor mengagetkannya. Disana, didepan pagar rumahnya, ada Alzam dengan motor maticnya. Zahra lantas mendekat. Berusaha tersenyum menyapa lelaki yang telah melamarnya itu.

“Kok nggak chat kalau hari ini mau berangkat kerja?” Dengan lembut lelaki itu berucap, tidak lupa dengan senyum diwajah tampannya.

Melihat senyuman itu, Zahra merasa sesak. Teringat perintah Abhizar yang menyuruhnya untuk segera membatalkan lamarannya dengan Alzam. Tapi Zahra tidak bisa, Zahra sangat mencintai Alzam.

“Hey.. kok bengong?” Alzam sedikit heran dengan tingkah laku Zahra. Dia tahu calon istrinya ini pasti sedang ada masalah. Ingin bertanya, tapi Alzam merasa bahwa dirinya masih belum memiliki hak. Meski khawatir, tapi Alzam tahu pada waktunya nanti, Zahra sendiri yang akan mengatakannya. Alzam hanya perlu menunggu.

“Eeh.. aku takut ngerepotin kamu aja” Dengan gugup Zahra menjawab.

“Aku sama sekali nggak merasa direpotin Ra. Yaudah, mending sekarang kamu naik. Yuk” Alzam menyerahkan helm yang biasa Zahra pakai yang kemudian diterima oleh wanita itu.

Motor matic Alzam melaju dengan kecepatan sedang menembus jalanan yang sedikit macat. Perjalanan mereka diisi dengan lelucon yang dilontarkan Alzam. Yang berhasil mencipta tawa diwajah sang jelita, membuat Zahra merasa nyaman.

Setelah menempuh waktu 20 menit, akhirnya mereka sudah sampai di taman kanak-kanak tempat Zahra mengajar. Zahra turun dari motor matic merah milik Alzam dan menyerahkan helmnya pada lelaki itu.

“Makasih udah dianterin” Ucap Zahra sambil tersenyum manis.

“Sama-sama calon istri” Jawab Alzam dengan senyum dan tatapan menggoda. Menghadirkan semburat merah di wajah Zahra.

“Apaan sih” Zahra tersipu malu mendengar ucapan Alzam. Dengan gerakan lembut memukul lengan lelaki itu.

Alzam tertawa melihat tingkah Zahra yang malu-malu.

“Kenapa? Kamukan memang calon istri aku” Kembali Alzam menggoda.

“Tsk. Udah sana berangkat kerja. Nanti kamu terlambat” Dengan pura-pura merajuk Zahra mengatakannya.

“Yaudah deh. Calon suami kamu berangkat kerja dulu ya” Alzam berkata dengan mengulurkan tangan kepada Zahra. Membuat Zahra menatap bingung lelaki itu.

“Salim” Ucap Alzam menjawab kebingungan Zahra.

“Biasanya nggak ada acara salim-saliman tuh”

“Beda dong Ra. Dulukan statusnya masih temen. Sekarang udah naik sedikit jadi calon suami. Bentar lagi jadi suami malah. Jadi harus dibiasain kamu salim tangan aku. Biar nggak gugup entar kalau kita udah nikah” Jawab Alzam panjang lebar dengan senyum gembira.

“Iya deh. Calon suami” Balas Zahra dengan mencium punggung tangan Alzam. Membuat senyuman Alzam semakin lebar.

Namun ternyata, interaksi mesra kedua sejoli itu, mendapat tatapan tajam dari sosok yang telah lama berdiam dalam mobil menunggu kedatangan Zahra. Sosok lelaki bertubuh besar itu mencengkram erat kemudi mobilnya untuk menyalurkan rasa marah dalam dirinya.

Setelah melihat Alzam pergi dengan motor merahnya. Sosok itu lantas keluar dari mobil pajero hitamnya. Berjalan cepat kearah Zahra yang akan hendak memasuki gerbang sekolah. Menangkap lengan Zahra. Membuat Zahra menoleh menatapnya.

“Abhizar”

Ya benar. Sosok bertubuh besar yang melihat interaksi Alzam dan Zahra tadi adalah Abhizar Albirru. Zahra terkejut sekaligus ketakutan. Sesuai perkiraannya, bahwa Abhizar pasti akan menemuinya di tempat ia mengajar.

Tidak perduli dengan keterkejutan Zahra, dengan paksa lelaki itu menarik Zahra menuju mobilnya.

“Abhizar lepas” Zahra tentu saja meronta. Berusaha melepaskan cengkraman lelaki itu yang begitu erat.

“Abhizar!!” Bentak Zahra saat tidak mendapat tanggapan dari Abhizar.

Lelaki itu membuka pintu depan samping supir, mendorong Zahra untuk masuk. Mengunci pintu, lalu bergerak cepat memutari mobil untuk masuk kebagian supir. Kemudian melajukan mobilnya menjauh dari area sekolah itu.

Zahra menangis ketakutan. Melihat kearah Abhizar hanya untuk menemukan kengerian yang tercetak diwajah lelaki itu. Rahang Abhizar mengetat dengan tangan yang mencengkram kemudi erat, menonjolkan urat-urat disepanjang lengan kekar lelaki itu.

“Kamu mau bawa saya kemana?” Dengan pelan Zahra bertanya sambil menggenggam kuat sabuk pengaman untuk menyalurkan rasa takutnya.

“Ketempat dimana saya bisa menghukum kamu” Desis Abhizar tajam tanpa menoleh kearah Zahra. Wanita itu semakin gemetar ditempatnya.

“Kamu mengabaikan peringatan saya Zahra. Saya sengaja memberikan kamu waktu untuk mengakhiri hubungan kamu dengan pria brengsek itu. Tapi apa yang saya lihat tadi menjadi bukti kalau kamu mengabaikan peringatan saya”

“ALZAM BUKAN LELAKI BRENGSEK. KAMU YANG BRENGSEK. KAMU YANG SUDAH MEMPERKOSA SAYA” Bentak Zahra tidak terima dengan panggilan Abhizar pada Alzam. Bukan Alzam yang pantas disebut brengsek tapi Abhizar.

“Heh, fine. Saya lelaki brengsek. Dan kamu akan segera lihat kebrengsekan saya” Sambil tertawa licik Abhizar mengucapkannya, membentuk senyum miring dibibirnya. Membuat Zahra semakin bergetar ketakutan. Zahra tahu kalau sekali lagi Abhizar akan menghancurkannya.

💞💞
Haaiii reader sayang👋. Othor berusaha untuk update cepet. Othor nggak mau reader nunggu lama, keburu bosen😁.
Makanya untuk nambah semangat othor, plis🙏 vote nya jangan lupa yak👌
Doain othor sehat selalu yaa😚😚

Makanya untuk nambah semangat othor, plis🙏 vote nya jangan lupa yak👌Doain othor sehat selalu yaa😚😚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyum eneng Zahra yang buat dokter Abhizar kelepek kelepek😍

Tapi senyumnya eneng Zahra cuma buat aa Alzam, anak othor yang coleh😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi senyumnya eneng Zahra cuma buat aa Alzam, anak othor yang coleh😁

Tapi senyumnya eneng Zahra cuma buat aa Alzam, anak othor yang coleh😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Caelah tuh mukak bisa sans aja nggak.


Aku yang kau paksa hancurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang