Bab 21

3.4K 185 59
                                    

Hampir dua bulan Zahra menyandang status sebagai istri seorang Abhizar Albirru. Pagi ini Zahra kembali terbangun diatas ranjang dengan tubuh yang hanya terbungkus selimut tebal. Tubuhnya lelah, lelaki itu seperti tidak pernah puas menyentuhnya.  Kapanpun jika lelaki itu menginginkannya, maka Zahra harus memberikannya.

Selama hampir dua bulan juga Abhizar tidak mengizinkan Zahra untuk keluar dari rumah mewah itu. Zahra merasa dirinya seperti dikurung, tidak memiliki kuasa untuk memberontak apalagi melawan.

Pernah sekali Zahra meminta izin untuk kembali mengajar, namun ditolak dengan tegas oleh Abhizar karena Abhizar berfikir itu hanya alasan untuk Zahra kembali menemui Alzam. Padahal untuk sekedar melihat wajah lelaki yang masih bersemayam dihatinya itu saja Zahra begitu malu, merasa kotor dan tidak pantas. Meski rindu yang teramat, namun perasaan hina lebih merajai.

Zahra bangkit dari atas ranjang dengan melilitkan selimut tebal pada tubuhnya. Sudah tidak ada Abhizar dikamar itu. Kemungkinan lelaki itu sudah berangkat kerja. Karena terkadang Abhizar akan membiarkannya tetap tertidur, setelah lelaki itu menggempurnya semalaman.

Dengan perlahan Zahra berjalan menuju kamar mandi. Begitu sampai, dia lantas berdiri dibawah shower, memutar kerannya dan membiarkan air membasahi tubuh lelahnya.

Begitu banyak tanda merah disekujur tubuhnya. Meski pelakunya berstatus sebagai suaminya sendiri, namun rasa jijik tetap dirasakan oleh Zahra. Dia menahan diri untuk tidak kembali menggosok tubuhnya secara kasar. Karena terakhir Zahra melakukan itu, perbuatannya meninggalkan luka goresan ditubuhnya. Membuat Abhizar murka dan justru menciptakan tanda kepemilikian lelaki itu lebih banyak lagi.

Tok tok

Suara ketukan pintu menyentak Zahra dari lamunan. Zahra tentu tahu siapa pelakunya. Ternyata dugaannya yang mengira Abhizar sudah berangkat kerja salah.

Lelaki itu masih berada dirumah, itu tandanya Zahra harus segera keluar jika tidak mau kembali digagahi oleh Abhizar. Lelaki itu memiliki nafsu yang besar, meski melihat Zahra dengan pakaian tertutup. Dan nafsu itu akan menjadi lebih parah saat Zahra tidak mengenakan apapun seperti saat ini.

Tepat saat Abhizar ingin membuka pintu kamar mandi dengan kunci cadangan yang lelaki itu simpan sendiri, ternyata Zahra sudah lebih dulu membukanya.

Zahra keluar dengan tubuh yang terbalut jubah mandi. Matanya bersirobok dengan mata tajam milik Abhizar. Lelaki itu ternyata sudah rapi dengan setelan kemeja warna navy dan celana kain berwarna senada yang membungkus tubuh tinggi besarnya.

“Sudah selesai?” Tanya Abhizar yang dibalas anggukan oleh Zahra. “Saya fikir kamu masih tidur” lanjut lelaki itu dengan kedua tangan melingkar pada pinggang ramping Zahra.

“Padahal saya berniat untuk tidak membangunkan kamu tadi, karena saya tahu kamu pasti kelelahan” tutur Abhizar dengan wajah yang merunduk menghirup dibagian leher sang istri.

Zahra tentu saja mulai gemetar, berfikir apakah lelaki ini akan kembali menyentuhnya.

Beruntung perkiraannya salah saat Abhizar mulai menjauhkan wajahnya dari ceruk lehernya, meski tangan lelaki itu masih melingkar dipinggangnya.

“Saya sudah siapkan sarapan untuk kamu. Tapi maaf, saya tidak bisa menemani kamu makan. Karena barusan rumah sakit menghubungi saya dan memberitahu ada pasien yang harus segera dioperasi” Abhizar berkata dengan raut penuh rasa bersalah, namun Zahra justru senang mendengarnya.

“Saya akan langsung berangkat. Jangan lupa untuk menghabiskan sarapan kamu” ucap Abhizar yang diakhiri kecupan dikening Zahra dan lumatan kecil dibibir Zahra.

Setelahnya lelaki itu keluar dari kamar mewah mereka. Saat suara mesin mobil terdengar ditelinga Zahra, wanita itu lantas mengintip dari jendela kamar untuk memastikan Abhizar benar-benar sudah pergi. Dan begitu mobil Abhizar keluar pagar, sesak yang membelenggu dada Zahra pun menghilang bersamaan dengan tarikan nafasnya. Seakan-akan keberadaan Abhizar membuatnya sesak.

**

Sementara itu, senyum terus merekah di wajah tampan Abhizar. Meski melewati jalanan yang macat, itu sama sekali tidak membuat emosi lelaki bertubuh besar itu memuncak seperti sebelum-sebelumnya. Kehadiran Zahra benar-benar membuat hidup Abhizar penuh kebahagiaan.

Sampai dirumah sakit, Abhizar memarkirkan mobilnya dan lantas melangkah memasuki bangunan serba putih itu dengan gagah.

Sejak menikah dengan Zahra, Abhizar tidak lagi menjadi sosok dingin nan menyeramkan. Jika dulu orang-orang akan merinding saat melihat perawakan Abhizar dengan rambut gondrong terurai dan jambang yang menghiasi wajahnya serta tatapan tajam dengan raut datar, jangan lupakan tubuhnya yang tinggi besar.

Sekarang justru senaliknya, meski jambang masih melekat disekitar dagunya namun rambut panjangnya selalu terikat rapi serta bibirnya yang selalu menyinggungkan senyum dengan sapaan ramah kepada siapa saja yang lelaki itu temui. Sehingga, orang-orang tidak lagi takut apalagi merinding saat berjumpa dengan Abhizar.

Seperti biasa, operasi yang dilakukan Abhizar berjalan lancar. Lelaki itu lantas memasuki ruangannya, menduduki kursi dibalik meja kerjanya dan mulai memeriksa data-data pasiennya.

Baru saja Abhizar membuka berkas data salah satu pasien, pintu ruangannya dibuka tanpa izin, membuat Abhizar menoleh kearah pintu dengan wajah kesal.

“Weess hay bro” dipintu masuk telah berdiri Fadlan, sahabat seprofesi Abhizar dengan jas kedokteran yang masih melekat ditubuh jangkung lelaki tersebut.

“Udah berapa kali gue bilang, ketuk pintu dulu kalau lo mau masuk” Ucap Abhizar dengan nada kesal sembari meneruskan membaca data pasiennya.

“Yaelah kayak sama siapa aja lo. Lo juga kalau masuk keruangan gue nggak pakai ketuk pintu dulu” Ucap Fadlan.

“Gue atasan lo kalau lupa. Nggak ada bawahan yang main masuk aja keruangan atasannya” Balas Abhizar.

“Iya deh. Maafkan atas kelancangan saya bapak Abhizar Albirru” Ucap Fadlan dengan berlebihan.

Fadlan tidak akan sakit hati dengan ucapan Abhizar. Fadlan sudah paham bagaimana sifat Abhizar. Karena apa yang dikatakan sahabatnya itu memang benar. Abhizar adalah pemilik rumah sakit tempat dia bekerja. Namun, meski begitu dia tahu Abhizar tidak bermaksud merendahkannya.

“Ngomong-ngomong, kayaknya lo udah jadi idola nih di lingkungan rumah sakit” Ucap Fadlan sambil membuka toples kaca berisi cookies coklat yg ada dimeja dekat sofa yang lelaki itu duduki lalu memakannya.

Fadlan melirik kearah Abhizar yang terlihat tidak tertarik dengan ucapannya. Lelaki besar itu justru fokus pada data pasien yang sedang dia baca.

“Asal lo tahu Zar, dari mulai pasien, suster sampai dokter. Semuanya lagi bicarain tentang lo” Sambung Fadlan yang mulai menarik perhatian Abhizar. Terbukti saat dia melihat sahabatnya itu menatap kearahnya.

“Mereka bicarain gue besar, serem kayak monster? Bukannya itu udah biasa” Ucap Abhizar dengan datar dan kembali membaca data pasiennya.

“Kali ini beda Zar. Mereka bilang lo sekarang lebih rapi, lebih ramah dan keliatan ganteng. Bahkan suster-suster yang dulu takut, sekarang mulai tertarik sama lo” Ucap Fadlan yang kembali mencuri atensi sahabatnya itu.

“Dan setelah gue perhatiin, kayaknya mereka bener, lo sekarang berubah. Tepatnya semenjak lo nikah sama Zahra, aura lo happy terus. Seseneng itu ya, lo nikah sama Zahra?” Tanya Fadlan.

Abhizar yang ditanya lantas tersenyum geli. Sahabatnya itu memang benar, dia sangat bahagia menikahi Zahra.

“Liat ekspresi lo kayak gitu, gue langsung tau jawabannya” Ucap Fadlan yang membuat Abhizar tertawa.

“Tapi Zar, lo pernah nanyak Zahra nggak, dia bahagia atau enggak jadi istri lo. Secara, kalian menikah karena terpaksa. Tepatnya, lo yang paksa Zahra buat menikah sama lo” Ucap Fadlan yang berhasil menghilangkan tawa Abhizar.

“Bahkan setelah menikah, lo masih maksa dia. Nggak bolehin dia buat kerja. Lo bahkan ngelarang dia buat keluar rumah. She could be depressed, bro

“Gue cuma takut dia nemuin Alzam dibelakang gue. Karena sampai saat ini, gue tahu Zahra masih cinta sama Alzam” Ucap Abhizar tangan terkepal menahan emosi.

“Dan lo pikir, dengan lo kurung Zahra di rumah, Zahra bakal cinta sama lo? Nggak bakal bro. Zahra justru bakal semakin benci sama lo” Tanya Fadlan yang langsung dia jawab sendiri.

Fadlan berusaha untuk menyadarkan Abhizar bahwa tindakan sahabatnya itu yang mengurung Zahra adalah salah.

“Terus lo mau gue gimana? Ngebiarin Zahra keluar rumah buat kerja lagi gitu?” Tanya Abhizar dengan kesal yang langsung disetujui oleh Fadlan.

“Gimana kalau nanti dia ketemu sama Alzam?” Tanya Abhizar kembali pada Fadlan.

Fadlan lantas berjalan kearah meja kerja Abhizar, sedikit membungkuk dengan kedua tangan menyanggah tubuhnya dimeja kerja Abhizar. Fadlan lantas berujar.

“Lo udah punya kartu kuning Zahra bro. Kalau dia berani macem-macem, lo tinggal keluarin kartu kuning itu. Bukannya dari awal, lo bisa nikah sama Zahra karena nyimpen kartu kuning itu” Ucap Fadlan dengan senyum licik kearah Abhizar, yang dengan mudah dipahami oleh Abhizar.

Licik memang, bahkan terkesan jahat. Namun, untuk terus mendekap Zahra, Abhizar harus melakukan segala cara, meski menjadi penjahat sekalipun.

💞💞💞

Masih ada yg mantengin nggak yaa🤗. 20 komen, othor bakal up next chapternya🤭🤭

Vote
Vote
Vote

Aku yang kau paksa hancurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang