Bab 16

3.3K 129 11
                                    

Pesta pernikahan Abhizar dan Zahra diselenggarakan di aula hotel dengan dekorasi hiasan berwarna putih mutiara.

Abhizar dan Zahra telah duduk berdampingan di kursi pelaminan bak seorang raja dan ratu. Abhizar tersenyum dengan sangat lebar, tangannya ia lingkarkan terus kepinggang ramping sang istri. Sementara Zahra yang menjadi mempelai wanita, menampilkan raut yang berbanding terbalik. Wajahnya sendu dengan tatapan kosong.

Sama sekali tidak ada yang sadar akan ekspresi berbeda yang ditampilkan oleh kedua mempelai. Entah karena tidak ada yang perduli atau memang keahlian penata rias yang di bayar Abhizar sangat pantas untuk diacungi jempol, sehingga dapat menyamarkan gurat kesedihan diwajah Zahra.

Disaat para tamu menaiki panggung pelaminan untuk memberikan selamat, Abhizar akan menyambutnya dengan sangat antusias, jangan lupakan tangannya yang tak pernah lepas dari pinggang Zahra. Sementara Zahra hanya membalas dengan senyum kecil yang dipaksakan sambil berusaha menyingkirkan tangan Abhizar dari pinggangnya yang justru malah semakin erat.

Tidak lupa ucapan selamat juga datang dari ketiga sahabat Abhizar, yaitu Fadlan, Azlee dan Raja. Dibelakang ketiganya ada Laras yang juga ingin mengucapkan selamat kepada sahabatnya, Zahra.

“Pepet teruuusss. Lengket banget kayak lem setan” Celetuk Raja saat berada didepan kedua mempelai tersebut.

“Iya, lo setannya” Ucap Abhizar datar.

“Kalau gue setannya, lo apa? Rajanya setan?” Balas Raja sambil menyeringai. Membuat Abhizar lantas mendengus.

“Sialan lo” Umpat Abhizar yang membuat ketiga sahabatnya terkekeh.

Bagi mereka berempat saling melempar umpatan adalah hal yang biasa. Setelahnya mereka bergantian  menyalami Abhizar, sambil memberikan doa kepada Abhizar dan Zahra semoga hidup bahagia dan segera diberi momongan. Tidak lupa ketiganya memberikan semangat kepada Abhizar untuk malam pertamanya yang langsung disanggah oleh Fadlan, dengan mengatakan kalau ini sudah bukan malam pertama Abhizar dan Zahra lagi. Tapi sudah malam yang kesekian. Keempatnya tertawa, mengabaikan raut wajah sang mempelai wanita yang merasa terhina saat mengetahui, kalau ketiga sahabat Abhizar ternyata sudah tahu perbuatan bejat Abhizar terhadapnya, namun malah menganggap kebejatan Abhizar dan kehancuran Zahra hanya sebuah lelucon.

Laras yang berada dibelakang ketiga sahabat Abhizar itu, memilih langsung mendahului untuk bisa mengucapkan selamat kepada sahabatnya. Saat telah berada didepan Zahra, sahabatnya itu hanya menunduk seakan belum menyadari keberadaannya.

“Zahra” Panggil Laras, yang langsung membuat Zahra mendongak.

“Laras” Sambut Zahra dengan senyum kecil diwajahnya.

Zahra fikir, Laras tidak akan datang karena marah padanya yang sama sekali tidak mau menceritakan apa alasan batalnya pernikahannya dan Alzam. Saat mengirim undangan pernikahannya dengan Abhizar melalui pesan, Laras langsung menelfonnya dan bertanya apa alasannya tiba-tiba menikahi lelaki lain dan bukan Alzam. Laras marah dan menganggap Zahra telah mengkhianati Alzam serta menganggap Zahra wanita penggila uang karena memilih Abhizar yang merupakan pemilik rumah sakit besar.

Zahra lantas memeluk sang sahabat, membuat rengkuhan Abhizar terlepas. Namun, lelaki itu memilih membiarkan, mencoba memberi ruang untuk kedua sahabat itu. Sementara dia sendiri berbincang dengan ketiga sahabatnya.

“Kamu datang ras. Aku fikir kamu nggak mau datang” Ucap Zahra masih memeluk sang sahabat.

“Aku nggak mungkin nggak datang dihari spesial sahabatku” Jawab Laras.

Melepas pelukan mereka, Zahra menggenggam kedua tangan Laras dan berkata.

“Kamu udah nggak marah samaku?”

“Aku nggak marah sama kamu ra. Aku Cuma bingung dan ngerasa aneh aja sama keputusan kamu yang tiba-tiba batalin pernikahanmu sama Alzam. Dan malah nikah sama dokter Abhizar” Jawab Laras dengan nada bisikan pada kalimat terakhir sambil melirik suami sang sahabat yang ternyata sedang tertawa bersama ketiga sahabat lelaki itu, seakan tidak perduli dengan pembicaraan Zahra dan Laras. “Tapi yaudah, mungkin kamu dan Alzam memang nggak jodoh. Aku Cuma berdoa semoga kamu selalu bahagia ya ra” Sambung Laras dengan tersenyum.

Zahra lantas membalas senyuman sahabatnya tersebut. Dan tiba-tiba sesuatu terlintas dibenaknya. Dengan menarik Laras agar lebih dekat dengannya, Zahra berbisik.

“Alzam gimana?” Tanya Zahra, berusaha agar tidak didengar oleh lelaki yang kini berstatus suaminya, yang enggan Zahra akui.

“Masih belum sadar ra” Jawab Laras dengan raut sedih. “Dokter bilang, saat kecelakaan kepala Alzam kebentur lumayan keras, dan itu jadi salah satu alasan sampai sekarang Alzam belum sadar” Sambung Laras.

Mendengar ucapan Laras, Zahra merasa sedih dan khawatir. Zahra ingin berada disamping Alzam, ikut menjaga lelaki itu. Namun, dengan statusnya sekarang yang merupakan istri dari Abhizar, tentu hal itu menjadi suatu kemustahilan.

Zahra baru saja ingin mengatakan pada Laras untuk selalu mengabarinya perihal keadaan Alzam. Namun, kata-katanya harus tertelan kembali lantaran sesi pemotretan.

Abhizar membayar seorang fotografer handal dan terkenal bernama William Patino yang merupakan kenalan Raja sahabatnya yang juga seorang fotografer untuk mengabadikan momen pernikahannya dan Zahra.

Pemotretan pertama diambil bersama keluarga, yaitu kedua orangtua mempelai lalu para kerabat dan sahabat. Dilanjutkan pemotretan khusus untuk kedua mempelai.

Abhizar melingkarkan kedua lengan kekarnya ke pinggul ramping sang istri. Merengkuhnya dengan begitu mesra. Pandangannya penuh dengan pemujaan menatap wajah Zahra. Momen itu sama sekali tidak disia-siakan oleh sang fotografer. Dengan sesekali memberi arahan pada Abhizar dan Zahra. Namun, lebih banyak langsung memotret adegan yang disuguhkan oleh kedua mempelai karena terkesan alami.

Abhizar menangkup wajah sang istri dengan kedua tangannya, membuat pandangan mereka bertemu dan berkata.

“Saya harap tidak ada hal lain yang sedang kamu fikirkan saat ini” Ucapnya. “Kamu harus tahu Zahra, kamu menikahi seorang lelaki pencemburu. Saya tidak suka kamu memikirkan hal lain saat bersama saya. Terlebih dihari penikahan kita” Sambung Abhizar dengan nada lembut namun sarat akan peringatan.

Ucapan Abhizar ditutup dengan kecupan singkat pada pinggir bibir Zahra. Yang mengundang sorakan serta tepuk tangan dari para tamu undangan yang menyaksikan tindakan Abhizar. Yang menurut mereka sangat romantis. Namun menghadirkan tatapan benci dari seorang wanita yang berdiri disudut aula tersebut. Tatapan wanita itu tajam menatap kearah pelaminan tepatnya kearah mempelai wanita seolah ingin membunuh si mempelai wanita. Terlebih saat melihat dengan jelas seberapa besar Abhizar memuja wanita itu, terbukti dari tatapan Abhizar yang seakan tak bisa beralih dari wajah wanita itu.

Hatinya panas, terbakar oleh cemburu. Sudah lama dia mencintai Abhizar dan berharap mendapat balasan dari lelaki bertubuh besar itu. Namun, pengabaianlah yang selama ini dia dapat. Tidak perduli seberapa banyak usaha yang dilakukannya, lelaki itu tidak pernah menoleh sekedar menatapnya. Sekarang, lelaki itu justru menikah dengan wanita lain. Wanita jelek dan miskin, yang tentu saja tidak akan sepadan jika dibandingkan dengannya. Ya, dia adalah Viona Nick pemilik butik ternama yang mendesign sendiri baju-baju yang dijual oleh butiknya. Viona tidak akan tinggal diam. Dia selalu dapat apa yang dia mau, dia akan merebut kembali Abhizar dari wanita kampungan itu.

**

Akhirnya pesta pernikahan Abhizar dan Zahra telah usai. Kini Zahra telah berada dikamar hotel yang disewa Abhizar untuk mereka berdua. Wajah Zahra telah bersih dari polesan make up. Sebelumnya dia diantar oleh ibunya dan mama mertuanya kekamar hotelnya dan Abhizar. Kedua wanita paruh baya itu juga membantunya melepaskan segala pernak pernik yang melekat pada tubuhnya. Sebelum meninggalkan Zahra sendiri dikamar hotel lantaran Abhizar yang masih bercengkrama dengan sahabat dan rekan sesama dokternya. Sang ibu memberikan beberapa nasihat pada Zahra.

Ira membelai wajah sang putri. Benar-benar masih merasa tidak percaya kalau sekarang putri kecilnya sudah menikah. Seakan baru semalam dia berjuang melahirkan putri semata wayangnya itu.

“Sekarang kamu sudah jadi istri orang nduk. Kamu sudah punya suami. Sudah tidak bisa manja sama ibu dan bapak lagi. Kamu akan dibawa sama suamimu” Dengan lembut ira berkata, tidak lupa senyuman yang menghiasi wajahnya yang telah memiliki sedikit kerutan. “Ridho suamimu yang utama bagi kamu. Karena Ridho Allah ada pada suamimu. Kamu harus nurut sama dia. Jika dia sudah memberikan hakmu dan melaksanakan kewajibannya. Maka kamu juga harus memberikan haknya dan melaksanakan kewajiban kamu nduk. Jadilah istri yang menyenangkan jika dipandang suami, taat pada suami, dan selalu menjaga kehormatan suami. Ingat itu ya nduk?” Sambung Ira dengan air mata menetes karena setelah ini putrinya akan ikut bersama Abhizar.

Dengan terisak Zahra memeluk ibunya. Wanita yang telah melahirkannya. Andai sang ibu tahu apa yang sudah dilakukan Abhizar pada putrinya, pasti tidak akan mungkin sang ibu meminta Zahra untuk patuh pada Abhizar. Namun, untuk menenangkan hati sang bidadari syurga, Zahra hanya mengangguk.

“Malam ini Zahra mau tidur sama ibu” Dengan merengek Zahra berkata pada Ira.

“Huss, kamu ada-ada aja ra. Kalau ibu tidur sama kamu, terus suamimu tidur dimana? Lagian bapakmu mana mau tidur sendirian” Dengan nada geli Ira mengatakannya.

“Abhizar bisa pesan kamar lain buk. Atau Abhizar tidur dikamar bapak. Terus bapat tidur sama kita disini” Dengan antusias Zahra menyuarakan idenya yang tentu saja mendapat penolakan dari sang ibu.

“Kamu itu statusnya seorang istri sekarang ra. Dan istri itu tempatnya disamping suaminya. Sudah kamu jangan aneh-aneh” Ucap Ira membalas ucapan Zahra. “Dan satu lagi, Abhizar itu suami kamu loh sekarang. Nggak sopan istri manggil suami dengan namanya. Panggil mas atau abang, dia jugakan lebih tua dari kamu” Sambung Ira dengan lembut.

Setelahnya, Ira lantas meninggal kamar pengantin sang putri dan menantunya. Tidak berapa lama sang ibu pergi, Zahra mendengar suara pintu kembali terbuka. Dia fikir ibunya kembali lantaran ada sesuatu yang tertinggal. Namun, tubuhnya langsung berdiri kaku saat melihat siapa yang masuk kedalam kamar itu dan mengunci pintunya.

Abhizar, dengan rambut yang sudah tergerai serta jas yang entah kemana. Lelaki itu tersenyum menatap Zahra. Lelaki itu lantas membuka kancing kemeja hitam yang melekat ditubuh kekarnya serta melepaskan ikat pinggangnya. Bak seekor kelinci kecil yang akan menjadi santapan srigala buas, Zahra ketakutan. Dari tempatnya berdiri Zahra gemetar melihat Abhizar yang mulai berjalan perlahan kearahnya. Zahra tahu apa yang akan lelaki itu lakukan padanya. Dengan cepat Zahra berusaha menghindar dari Abhizar. Namun gagal karena secepat Zahra berusaha kabur, secepat itu pula Abhizar berhasil menangkap pinggangnya. Memeluknya dari belakang lalu berbisik.

“Kamu tidak akan pernah bisa lari dari saya Zahra” Diikuti dengan kecupan basah pada tengkuk Zahra. Membuat tubuh Zahra semakin gemetar ketakutan.

💞💞

Niih yg pada mintak othor uplod cepet. Dah cepet kan😊. Jadi jangan lupa vote trus komen nya yaa🤗

 Jadi jangan lupa vote trus komen nya yaa🤗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kenalan dulu yuk sama si Viona

Nah ketemu lagi sama anak othor yang otaknya selangkangan muluk kalau udah sama Zahra🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nah ketemu lagi sama anak othor yang otaknya selangkangan muluk kalau udah sama Zahra🤭. Ya Allah ya Allah tobat nak tobaaatt🤦‍♀️

Aku yang kau paksa hancurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang