Teng teng teng
Suara lonceng berbunyi, yang menandakan usainya kegiatan belajar mengajar di hari ini. Semua murid berhamburan keluar kelas dengan riang gembira.
Zahra baru saja keluar kelas hendak menuju keruang guru saat ponselnya tiba-tiba berbunyi.
Abhizar
Nama itulah yang tertera dilayar ponselnya. Zahra menghembuskan nafas sejenak sebelum mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, Assalamualaikum" Ucap Zahra.
"Waalaikumsalam. Saya sudah didepan" Jawab Abhizar.
"Sebentar lagi saya kedepan. Saya ambil tas saya dulu diruang guru" Jelas Zahra yang mendapatkan izin dari sipenelfon.
Disaat diruang guru, ternyata masih banyak guru yang berada disana. Namun tidak ada Laras sahabatnya. Ya, Laras. Sahabat Zahra dan juga Alzam, yang juga tidak lepas dari sasaran Abhizar Albirru. Laras tidak lagi bekerja sebagai pengajar disekolah itu lagi. Lebih tepatnya, Laras dipecat oleh Abhizar. Kenapa Abhizar bisa memecat Laras? Jawabannya karena lelaki itu sudah menjadi pemilik sah dari sekolah tempat Zahra mengajar. Lelaki itu membeli sekolah tempat Zahra mengajar, dan secara kejam memecat Laras dengan alasan Abhizar takut Laras akan menghasut Zahra untuk kembali pada Alzam. Dan karena alasan itulah yang semakin menambah kadar kebencian Zahra pada Abhizar.
Selesai membereskan seluruh barangnya, Zahra pamit kepada seluruh guru diruangan tersebut kemudian meninggalkan ruangan itu menuju area parkir tempat lelaki itu berada.
Membuka pintu mobil bagian depan dan langsung memasukinya. Tentu saja dia duduk didepan karena Zahra malas beradu argumen dengan Abhizar yang tidak terima setiap kali Zahra memilih duduk dibangku belakang.
Mobil melaju dengan lancar membelah jalanan, bercampur dengan kemacetan.
"How's your day?" Tanya Abhizar memecah kesunyian.
"Baik, alhamdulillah" Jawab Zahra singkat. Terlalu singkat sehingga membuat emosi Abhizar sedikit meningkat.
Genggaman pada kemudi meningkat, hembusan nafas semakin cepat. Tapi Abhizar berusaha untuk menenagkan dirinya. Ya dia selalu berusaha, meski senang melihat Zahra tunduk saat dia marah, namun dia juga tidak suka melihat raut ketakutan wanita itu. Hey, ayolah mereka suami istri bukan pemangsa dan mangsa.
Ada saat dimana Abhizar sangat ingin melihat Zahra tersenyum bahkan tertawa saat bersamanya. Meski Abhizar sadar, dia tidak mahir untuk membuat lelucon untuk mengundang tawa wanita itu. Dia hanya mahir menciptakan bercak merah ditubuh Zahra dengan bibirnya.
Pemikiran itu membuat Abhizar sedikit tertawa sambil menggeleng kepala. Membuat atensi wanita cantik mungil disampingnya teralihkan padanya.
Zahra bingung kenapa lelaki ini tiba-tiba tertawa. Merasa diperhatikan, Abhizar lantas menolah membuat temu pada tatapan mereka. Abhizar sedikit salah tingkah.
"Kamu mau makan apa?" Tanya Abhizar untuk mengalihkan perhatian wanita itu darinya.
"Saya ingin singgah ke swalayan sebentar. Ada beberapa barang yang ingin saya beli." Jawab Zahra sambil memalingkan wajah kearah jendela.
"Baiklah" Jawab Abhizar yang langsung mengarahkan mobil menuju swalayan terdekat.
Saat sampai, Zahra meminta Abhizar untuk menunggunya saja di mobil. Toh barang yang akan dibeli Zahra tidak banyak. Abhizar pun menyetujuinya lantaran malas harus menjadi pusat perhatian nantinya. Lantaran tubuhnya yang tinggi dan besar dengan rambut yang sedikit gondrong, membuatnya menjadi pusat perhatian orang-orang.
Saat berada di swalayan, Zahra bergegas mencari barang-barang yang dia perlukan. Zahra tidak ingin membuat Abhizar menunggu terlalu lama. Bukan karena Zahra perduli pada lelaki itu, melainkan lelaki itu akan membuat alasan bahwa lelaki itu lelah, lapar dan bosan menunggu Zahra. Alhasil lelaki itu akan meminta bayaran pada Zahra. Bukan berupa uang atau makanan, melainkan kepuasan pada bagian bawah tubuh lelaki itu. Bukankah Zahra selalu bilang, lelaki itu selalu memiliki cara untuk membuat Zahra berada dibawah kungkungannya dengan peluh, tangis dan lendir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku yang kau paksa hancur
Romance"Katanya cinta tak harus memiliki. Omong kosong. Bagi saya mencintai berarti harus memiliki. Sejak pertama saya melihat kamu, sejak saat itu kamu milik saya. Akan saya lakukan segala cara, sekalipun itu membuatmu membenci saya". Abhizar Albirru