Bab 18

3.8K 176 32
                                    

Matahari telah bersinar dengan terang diluar sana. Semua orang sudah mulai melakukan aktivitas keseharian masing-masing. Namun berbeda dengan sepasang pengantin yang berada disalah satu kamar hotel mewah dikota itu. Kegiatan yang mereka lakukan sehabis pesta pernikahan yang digelar cukup mewah itu membuat mereka kelelahan. Lebih tepatnya untuk sang wanita yang dipaksa untuk memuaskan hasrat sang pria.

Abhizar, sang pria benar benar menepati kata-katanya untuk tidak membiarkan Zahra tertidur semalaman. Meski teriakan, rontaan bahkan tangisan yang dikeluarkan Zahra, sama sekali tidak membuat Abhizar berhenti untuk bergerak diatas tubuh Zahra. Abhizar baru menghentikan kegiatannya saat jarum jam menunjukkan pukul 4:30.

Tubuh besar Abhizar memeluk tubuh mungil Zahra dari belakang.
Abhizar terbangun saat mendengar suara dering ponsel yang dia yakini bukan miliknya. Ingin rasanya mengabaikan suara itu, tapi Abhizar khawatir kalau suara dering ponsel itu malah mengganggu tidur nyaman sang istri yang telah dia buat lelah semalaman. Abhizar tersenyum geli saat menyebut Zahra sebagai istrinya.

Dengan terpaksa Abhizar melepas pelukannya ditubuh Zahra dan beranjak turun dari ranjang, mengabaikan tubuhnya yg sama sekali tidak memakai apa-apa. Abhizar berjalan menuju meja rias. Saat tangan Abhizar berhasil meraih benda pintar itu, nama Mala terpampang dilayar. Abhizar sengaja mengangkat panggilan itu tanpa sapaan untuk mengetahui maksud si pemanggil.

“Halo Assalamu’alaikum mbak Zahra. Mbak, mas Alzam udah sadar. Dan nyariin mbak Zahra terus. Mbak Zahra bisa ke rumah sakit sekarang kan?”

Abhizar menyeringai mendengarkan setiap ucapan si pemanggil. Tanpa mengatakan apa-apa Abhizar lantas mengakhiri panggilan dan menonaktifkan ponsel Zahra. Abhizar lantas kembali manaiki ranjang dan memeluk tubuh Zahra lagi.

“Kamu milik saya Zahra. Tidak akan saya biarkan kamu lepas dari saya” Ucap Abhizar yang diakhiri kecupan di kepala Zahra.

**

Disisi lain, Mala yang mendapati panggilannya telah diputus secara sepihak merasa terkejut. Seharusnya Zahra mengatakan sesuatu, bukannya hanya diam dan kemudian memutus panggilannya begitu saja. Sementara wanita itu tidak mengatakan akan datang menjenguk sang abang atau tidak. Mala benar-benar bingung sekarang.

Di dalam sana tepatnya dikamar rawat inap, sang abang tengah menolak untuk makan sebelum bertemu dengan sang pujaan hati.

Ummi Lya bahkan sudah memaksa sang putra sulung untuk mau mengisi perutnya, namun putranya yang dulu patuh justru berkeras menolak perintah sang ibu.

Dengan menghembuskan nafas, Mala membuka pintu rawat dan berjalan menuju brankar sang abang. Dikamar itu diisi oleh 2 brankar, beruntung penghuni brankar satunya sudah pulang kemarin sore.

“Gimana dek, Zahra mau kemari kan?” Ucap Alzam dengan raut penuh harap sang adik memberikan jawaban sesuai keinginannya.

Namun sayang gelengan kepala sang adik menghancurkan harapannya.

“Udahlah Zam. Ummi bilang juga apa, nggak mungkin dia mau dateng. Semalam kan dia menikah, pasti sekarang si Zahra lagi mesra-mesraan sama suaminya..”

“UMMI” Bentakan Alzam membuat Ummi Lya terkejut.

Selama ini anak sulungnya itu tidak pernah berani untuk membentaknya.

“Kamu bentak Ummi Zam?” Tanya ummi Lya. “Demi perempuan murahan kayak Zahra..”

“CUKUP UMMI. JANGAN PERNAH UMMI PANGGIL ZAHRA DENGAN SEBUTAN WANITA MURAHAN. ZAHRA BUKAN WANITA MURAHAN” Teriak Alzam yang sukses membuat ummi Lya meneteskan air mata, tapi langsung dihapus dengan kasar oleh sang empunya.

“LALU APA NAMANYA KALAU BUKAN MURAHAN?” Balas ummi Lya membentak Alzam. “Dia bahkan memilih lelaki yang lebih kaya itu dari pada kamu Zam. Seharusnya kamu sadar kalau dia nggak pantes buat kamu. Masih banyak perempuan yang jauh lebih baik dari Zahra” Sambung ummi Lya.

“Sebaiknya ummi pulang” Ucap Alzam dengan datar.

Mendengar Alzam yang seakan mengusirnya membuat ummi Lya berang. Anak yang dia sayangi dan selalu dia banggakan kini berani membentak bahkan mengusirnya hanya karena wanita seperti Zahra. Dengan wajah memerah dan tangan terkepal ummi Lya lantas keluar dari ruang rawat Alzam dengan membanting pintu.

Mala yang menyaksikan pertengkaran abang dan ibunya sama sekali tidak berani untuk bersuara. Mala hanya bisa diam. Tiba-tiba Mala melihat Alzam yang berbaring dibrankar memunggunginya. Punggung lelaki itu bergetar dan mala bisa mendengar suara isakan sang abang.

Mala tahu seberapa besar rasa cinta abangnya pada Zahra. Lelaki itu selalu bersemangat setiap kali menceritakan pertemuannya dengan Zahra setiap harinya pada Mala. Sampai kadang-kadang Mala bosan dan jengah melihat gilanya sang abang dalam mencintai teman kecilnya itu.

Tapi melihat kondisi abangnya yang seperti sekarang ini, ditinggal menikah oleh sang pujaan hati dan mengalami kecelakaan yang mengakibatkan keretakan pada tulang kakinya sehingga abangnya harus menggunakan kursi roda sampai kakinya kembali pulih, membuat Mala merasa kasihan. Kenapa harus abangnya yang mengalami semua ini. Abangnya orang baik, bukankah rasanya tidak adil. 

Mala berjanji untuk berusaha menyatukan kembali abangnya dengan Zahra. Mala sama sekali tidak membenci Zahra meski sudah mendengar kabar pernikahan wanita yang seharusnya menjadi kakak iparnya itu. Entah kenapa Mala merasa yakin kalau Zahra juga masih mencintai sang abang.

**

Zahra terbangun dengan tubuh yang terasa lelah. Tubuhnya terbalut selimut berwarna putih tebal, yang diyakininya saat ini dia sedang tidak memakai apa apa alias telanjang. Tentu saja Zahra tidak lupa dengan kejadian semalam. Kejadian dimana Abhizar kembali menikmati tubuhnya dengan paksaan. Sama sekali tidak membiarkan Zahra untuk beristirahat, lelaki itu terus bergerak diatas tubuhnya.

Zahra bahkan berfikir Abhizar adalah seorang maniak seks. Bagaimana tidak, lelaki itu sama sekali tidak merasa lelah dalam menggagahinya.

Zahra kemudian mendudukkan tubuhnya secara perlahan. Melihat sekeliling, Zahra sama sekali tidak mendapati sosok Abhizar. Dengan susah payah Zahra turun dari ranjang dan berusaha berjalan menuju kamar mandi. Dia harus membersihkan dirinya dari jejak jejak sentuhan lelaki keparat itu, pikir Zahra.

Sesampainya di dalam kamar mandi. Pada cermin besar didalam sana, Zahra melihat pantulan dirinya. Selimut yang membalut tubuhnya sengaja dia jatuhkan. Dan terpampanglah tubuh telanjangnya yang penuh dengan bercak merah hasil dari perbuatan Abhizar.

Bercak merah itu memenuhi seluruh sudut tubuh Zahra. Dan seketika perutnya bergejolak lalu memuntahkan cairan bening. Menjijikkan, itulah kata yang disematkan Zahra pada dirinya sendiri.

Tangannya berusaha menghidupkan pancuran air, lalu setelahnya Zahra menggosok keseluruhan bagian tubuhnya hingga memerah dan sedikit perih. Tapi tidak apa asal Zahra tidak merasakan jejak sentuhan Abhizar lagi ditubuhnya.

Zahra menghabiskan waktu cukup lama didalam kamar mandi. Saat dia kembali memasuki kamar, netranya bersitatap dengan netra tajam Abhizar yang duduk di sofa. Di meja yang berada didepan lelaki itu, telah terhidang berbagai macam makanan yang menggugah selera. Namun sayang, Zahra sama sekali tidak memiliki niat untuk duduk dan makan bersama lelaki itu.

Zahra berjalan menuju meja rias tanpa memperdulikan Abhizar yang terus menatapnya.

“Ada yang menghubungi kamu saat kamu masih tidur tadi” Ucap Abhizar mengundang perhatian Zahra.

Zahra mendengarkan tanpa ingin menatap kearah lelaki itu.

“Dan dilayar tertulis nama Mala” Ucapan Abhizar barusan berhasil membuat Zahra langsung menatapnya. Merasa berhasil mendapat perhatian Zahra, Abhizar lantas melanjutkan. “Dia bilang Alzam sudah siuman dan mencari kamu. Tapi saya langsung mematikan panggilan itu”. Abhizar mengatakan semua itu dengan raut yang santai. Punggungnya menyandar dengan nyaman pada sandara sofa.

Berbeda dengan Zahra yang langsung panik saat mendengar penuturan Abhizar. Dia lantas berbalik pada meja rias untuk mencari ponselnya yang sangat diyakininya kemarin dia letakkan disitu. Tidak ada. Ponselnya tidak ada. Zahra membutuhkan benda itu saat ini untuk menghubungi Mala.

“Mencari ini?” Ucap Abhizar sambil memperlihatkan benda dalam genggamannya yang ternyata adalah ponsel milik Zahra.

Berjalan mendekati Abhizar, Zahra berusaha untuk mengambil ponselnya. Namun liciknya Abhizar justru menyembunyikan benda itu dibalik punggungnya dengan seringai yang menghiasi wajahnya.

“Abhizar kembalikan handphone saya” Pinta Zahra dengan raut kesal yang justru terlihat lucu dimata Abhizar.

Abhizar lantas bersedekap. Posisinya saat ini sedang duduk sementara Zahra berdiri didepannya. Sehingga membuatnya mendongak untuk menatap Zahra.

“Coba ambil. Kamu yang menginginkannya kan. Jadi ambillah sendiri” Tantang Abhizar dengan senyum yang semakin lebar.

Sementara Zahra merasa sangat geram melihat tingkah lelaki besar didepannya itu. Tidak mungkin dia mengambil sendiri ponselnya yang berada dibalik punggung Abhizar. Karena itu pasti akan membuatnya bersentuhan dengan lelaki besar itu.

Melihat Zahra yang hanya diam dengan menatapnya tajam, Abhizar tahu bahwa sang istri sedang menahan kekesalannya. Tapi Abhizar tidak perduli, karena wajah kesal Zahra justru terlihat menggemaskan dimata Abhizar.

Dengan sekali tarikan Abhizar berhasil membuat tubuh Zahra jatuh diatas pangkuannya. Zahra terkejut atas tindakan Abhizar dan langsung berontak berusaha untuk bangkit dari pangkuan Abhizar. Namun, tangan Abhizar dengan cepat melingkari pinggang Zahra.

“Abhizar lepas” Ucap Zahra sambil berusaha melepaskan kedua tangan Abhizar yang melingkari pinggangnya dengan erat. Zahra bahkan memukul serta mencubit lengan lelaki itu.

“Abhizar!!” Bentak Zahra karena tidak berhasil melepaskan kedua tangan Abhizar.

“Kenapa kamu selalu ingin lepas dari saya?” Tanya Abhizar. Tatapan mereka saling beradu. Zahra dengan emosi yang tertahan, sementara Abhizar dengan pandangan santai.

Jengah dengan tatapan Abhizar, Zahra lantas membuang muka. Namun Abhizar menangkup wajah Zahra dengan kedua tangannya agar Zahra kembali menatapnya. Mata mereka saling beradu.

“Jawab saya Zahra. Kenapa kamu selalu ingin lepas dari saya? Tidak bisakah kamu menerima saya dihidup kamu?” Ucap Abhizar.

“Saya benci sama kamu. Kamu sudah menghancurkan hidup saya. Bagaimana mungkin saya bisa menerima kamu di hidup saya. Saya bahkan tidak akan pernah bisa mencintai kamu” Jawab Zahra tanpa rasa takut. Sekilas Zahra seperti menangkap raut terluka di wajah lelaki besar yang sedang memangkunya itu. Tapi langsung Zahra abaikan, kalau pun lelaki itu merasa terluka memangnya dia perduli. Toh apa yang dia ucapkan adalah suatu kebenaran.

“Sekarang mungkin kamu belum mencintai saya. Tapi saya pastikan suatu hari nanti kamu pasti akan mencintai saya” Dengan percaya diri Abhizar mengatakan itu. Abhizar akan membuat Zahra mencintainya. Wanita itu harus mencintainya.

Abhizar lantas menempatkan kedua tangannya pada pinggang Zahra. Mengangkat tubuh mungil itu dan memindahkan dari pangkuannya untuk duduk sampingnya. Zahra sedikit terkejut akan tindakan lelaki itu.

“Ayo makan, saya sudah lapar. Selesai makan, kita langsung check out dari hotel. Saya akan bawa kamu pulang kerumah kita”.

Selesai mengatakan itu Abhizar mulai mengambil makanannya. Mengabaikan raut enggan di wajah Zahra. Bagaimana tidak, mulai sekarang dia akan tinggal satu atap dengan lelaki yang sangat di bencinya itu. Bahkan dipastikan mereka akan tidur bersama. Zahra yakin Abhizar tidak akan memperbolehkannya untuk tidur terpisah dengannya.

💞💞
Haaii mana nih yang masih nunggu update an othor.
Kalau ramai othor bakal update lebih cepet. Tapi kalau sepi yaa,,,,🤣🤣


Aku yang kau paksa hancurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang