23 || Kemarahan Aldebara

57.8K 8.4K 150
                                    

Btw author bakal triple up kalo yang vote tiap chapter nyampe 100 votean.
Kali ini double duluuhh.

And bay the way, author gak tau penyakit CIPA itu bisa ngerasa rasa makanan ngga.

...

Semesta menjelang siang ini diguyur hujan deras, Sekolah menengah atas Siria Morfeld sudah masuk ke jam pelajaran satu jam lalu, di jam itu pula Ailin dan Risya dijemput Nanda, Cucu dari anak kedua Antonio, Kevin.

Mereka dibawa pulang dengan izin sakit, hujan deras bahkan tidak menghentikan laju mobil Nanda bersama Ailin dan Risya.

Yang pasti, lelaki itu tampak mencekam dan tidak bersuara sedikitpun.

Ailin juga sedang tidak ingin berkata apapun, Ailin hanya diam menikmati hujan deras yang membasahi kaca luar mobil.

Hidupnya sekarang penuh dengan drama. Setelah beberapa hari menjalaninya, Ailin baru merasakan bagaimana ia rindu pada kehidupannya sebagai Aisyah.

Saat dimana tidak ada satupun orang yang berani menggertaknya, saat ia hidup dengan limpahan kasih sayang dan saat ia dengan mudahnya merasa bahagia akan hal kecil.

Ailin rindu abinya, umi, kakak serba bisanya, lalu para orang yang berada dilingkup pondok milik sang Abi.

Ailin rindu akan dirinya sebagai Aisyah.

Tak terasa mereka sampai dirumah, Ailin masih melamun jika saja Risya tidak menepuk bahunya. Saat Ailin melihat keluar, sudah ada June, Tio dan Dio, para putra Katrina yang masing masing membawa satu payung.

Ailin dengan lesu keluar lalu Tio sigap memayungi Ailin agar tidak kebasahan. Begitu pula dengan Risya yang Dio payungi juga Nanda dengan June.

Mereka jalan beriringan memasuki rumah. Ailin disambut pelukan Safira, sedangkan Risya dipeluk Katrina erat.

Tak tahukah mereka, hal yang paling Ailin ingin kan dan Risya rindukan sekarang adalah sebuah pelukan dari sosok seorang ibu.

Ailin yang biasanya menangis jika dibutuhkan sekarang ia malah menangis hanya karena sebuah pelukan.

Risya yang biasanya menangis karena lelah, kini ia menangis hanya karena rasa nyaman.

Dan semua orang dirumah itu hanya mampu melihat tanpa menenangkan.

Saat dirasa sudah sedikit tenang, Ailin dan Risya dibawa duduk ke sofa. Para pembantu sigap memberi keduanya air putih untuk menenangkan sebelum mereka kembali kedapur, tidak ingin merusak suasana tambah suram.

"Astaga, pipi kamu sampe biru gini, hiks. Zidane jahat banget sama adiknya, paaahh." Safira menangis mengadukan keadaan putrinya pada Agis.

Jadilah Agis juga ikut duduk disamping Safira, merangkul istrinya dengan erat.

Ailin yang melihatnya bahkan terkekeh pelan disaat ia masih merasa sedih. Safira terlihat lucu, seperti anak kecil yang menangis lalu mengadu karena baru saja jatuh.

Agis memperhatikan wajah Ailin yang dipenuhi lebam. Tepat sekali Reza, putra kakak pertama Agis adalah seorang dokter muda, dan kini Reza berada tepat disamping lain Ailin.

Dibalik Novel || TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang