Hari terakhir pendaftaran dan masih saja belun ada yang mendaftar. Dan, lagi-lagi aku masih santai, seolah tak terjadi apa-apa.
"Apa gue batalin pindah sekolah aja kali, ya?" cerocos Elang tiba-tiba.
"Boleh aja, sih. Kalau lo mau dimutilasi Yega," sahut Juan. "Btw, Farah mana? Orang mau rapat BPH, malah ngilang."
"Ciee, nyariin. Kangen, ya?" goda Elang.
"Palalu kangen. Nanti yang notulen rapat siapa kalau nggak ada dia?"
"Gue aja gapapa," jawab Elang. "Farah tadi chat gue, katanya abis jam istirahat pertama, dia ada ulangan."
"Yeh, bentar doang juga palingan rapatnya, nggak nyampe jam istirahat abis," kata Juan. "Sok-sokan belajar juga, tuh, anak."
"Urusan rumah tangga lo selesain nanti aja, dah. Ini mending urusin Pemira, dah." Elang menegakkan duduknya, menandakan dia sudah dalam mode serius. "Ga, lo serius gapapa kalo sendiri?"
"Aman," jawabku.
"Lu aman-aman wae, dah. Serius kaga?" tanya Juan.
Aku mengangguk. Memang apa yang perlu dikhawatirkan. Toh, seperti yang pernah aku katakan, aku masih memiliki Farah, Juan, dan staf divisi. "Gue juga udah lapor ke Pak Kadrun."
"Terus? Gimana kata Pak Kadrun?" Kali ini Elang yang bertanya.
"Ya, gapapa katanya."
"Nggak ngomel sedikit pun?"
"Enggak."
"Ya udahlah, ya. Anaknya emang beda."
"Lah? Yega anaknya Pak Kadrun?" Pertanyaan polos Juan menggelitikku, nyaris membuatku melepas tawa.
"Lo percaya?" tanya Elang.
"Ya ... nggak, sih. Nggak mirip juga. Masa bapaknya bawel kek kaleng rombeng, anaknya kek kulkas 7 pintu?"
"Parah, Ga. Masa lo dikatain kulkas 7 pintu."
Sudah biasa aku mendengarnya dan tidak pernah terpancing untuk marah atau apapun itu. Lagian, aku juga bingung kenapa bisa mendapat panggilan seperti itu dari orang-orang. Gapapalah, lagian kulkas juga mahal. Banyak yang beli pake cicilan dulu, batinku.
"Ayo, mulai rapat sekarang aja," kataku. "Lang, lo yang mimpin."
"Gue?"
"Hm. Mulai sekarang semua rapat lo yang mimpin sampe rapat terakhir lo nanti di OSIS," jawabku. "Hitung-hitung sebagai perpisahan."
"Wuidih, udah perpisahan aja. Calon pengganti Elang aja belom dapet, Ga," sahut Juan. "Kalo beneran kosong gimana, ya?"
"Makanya kita bahas sekarang, Juan." Elang menanggapi. "Oke, gua mulai rapatnya. Juan, lo handle notulanya."
"Lah? Katanya lo yang handle?"
"Berisik! Atau lo aja yang mimpin rapat?"
Aku hanya terkekeh pelan melihatnya. Sebentar lagi, atmosfer ruang ini akan berubah, kehilangan satu orang dan entah siapa yang akan menggantikannya. Apakah akan lebih baik atau malah mengacaukan segalanya? Entahlah, saat ini aku hanya ingin fokus mengikuti rapat yang sudah mulai dipimpin oleh Elang. Masalah ini, kita pikirkan kemudian saja.
***
Berita bahwa kekosongan jabatan Wakil Ketua OSIS menjadi trending topic di sekolah hari ini, entah itu di kalangan siswa maupun para guru. Hal inilah yang membuatku setelah rapat harus menghadap Pak Kadrun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terasak | Renjun NCT [END]
FanfictionBukan kisah yang menarik, apalagi istimewa. Melainkan, hanya sebuah cerita bagaimana mencairkan hati yang beku dan menjaga hati yang terluka. *** [22620]