"Ga, mau kemana lo?"
"Nganter PDH," jawabku sembari menyampirkan ranselku ke bahu kanan.
"Wow, mentang-mentang punya patner baru, yang lama langsung dilupain gitu aja," cibirnya sembari berdiri di seberang mejaku.
Aku terkekeh. "Salah sendiri lo ngundurin diri."
Dia tertawa. "Mau gue temenin?"
Aku menggeleng sebagai jawaban. "Duluan aja, nanti gue masih ada urusan di ruang OSIS."
"Ternyata lo sibuk banget, ya. Dulu nggak kerasa karena kita jalanin bareng," ujarnya. "Ya, udah, gue balik dulu, ya. Bye!"
Kami berpisah di depan kelas, dia ke arah kanan menuju luar sekolah, berlawanan denganku. Namun, aku tak langsung pergi, kutatap punggung Elang yang berjalan semakin jauh dariku.
Sungguh, masih tak menyangka kini patnerku bukan Elang lagi. Jujur, aku merasa kehilangan karena hampir setengah periode berjalan bersamanya. Dan, kini, aku harus kembali beradaptasi dengan patner baru yang baru saja dilantik hari senin minggu lalu---kini sudah satu minggu sejak pelantikannya.
Aku pun menuju area IPA, mencari kelas orang yang kumaksud. Ah, ya, sampai lupa memberitahu. Aku adalah anak IPS, memilih humaniora setelah perdebatan panjang dengan orangtuaku yang masih beranggapan seperti orangtua pada umumnya, bahwa jurusan IPA adalah jurusan terbaik dan saat lulus SMA mudah kemana saja. Faktanya, aku tidak percaya itu. Siapa bilang humaniora tidak bisa dibandingkan dengan IPA?
Oke, mari kita lupakan sejenak soal perdebatan humaniora dan saintek.
XI IPA-5.
Aku pun mengintip melalui jendela, tampaknya kelasnya belum bubaran. Ya, memang jam pulang anak IPA di sekolahku lebih lama dibandingkan IPS, mungkin karena pelajarannya yang lebih berat dan membutuhkan waktu lebih untuk kelasnya. Selisih satu setengah jam.
Aku pun duduk di bangku koridor, mengeluarkan laptopku dan mulai mencicil untuk membuat proposal Pesta Bulan Bahasa di bulan Oktober nanti. Ya, di kepanitiaan ini aku dipercayakan oleh ketua panitianya---Juan---menjadi sekretaris kepanitiaannya. Seharusnya, ketuanya dari bidang minat dan bakat, tetapi tidak ada yang bersedia dari mereka untuk menjadi ketuplak.
Terlalu fokus hingga diriku tak menyadari bahwa kelas IPA sudah bubaran. Baru tersadar ketika seseorang duduk di sebelahku dan melontarkan pertanyaan padaku. "Udah lama nunggu?"
Aku menoleh sekilas, kemudian kembali fokus pada layar laptopku. "Dari bubaran IPS tadi," jawabku. "Sebentar, proposal gue nanggung."
Dia mengangguk, setia menungguku hingga aku menyimpan laptopku di dalam tas. Lalu, aku menyerahkan totebag berisi PDH dan embel-embelnya. "Ini."
Laki-laki itu mengambilnya. "Makasih. Btw, lo mau langsung balik?"
Aku menggeleng. "Ada urusan di ruang OSIS." Lalu, aku berdiri dan menyampirkan kembali ranselku. "Duluan, ya."
"Tunggu!" Aku memberhentikan langkahku. "Gue boleh ikut?"
Aku mengangguk. "Kalo lo nggak sibuk."
"Bentar, gue pamit ke temen-temen gue dulu." Laki-laki itu masuk ke dalam kelas, kemudian berpamitan pada keenam temannya seolah mereka akan berpisah lama. Aneh, tetapi lucu.
Setelahnya, kami berdua berjalan menuju ruang OSIS. Ketika sampai di sana, aku langsung mengambil duduk dan kembali membuka laptopku.
Dia pun menarik kursi, mendekat padaku. "Proposal apa?"
"Smanphoria," jawabku, kemudian aku teringat sesuatu. "Oh, ya, lo berarti gantiin Elang jadi bendahara kepanitiaan, ya? Bisa?"
Dia sedikit ragu. "Gue nggak ada basic jadi bendahara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terasak | Renjun NCT [END]
FanfictionBukan kisah yang menarik, apalagi istimewa. Melainkan, hanya sebuah cerita bagaimana mencairkan hati yang beku dan menjaga hati yang terluka. *** [22620]