Hari ini, untuk pertama kalinya, seorang Yega memutuskan untuk membolos sekolah. Pikiranku terlalu kacau untuk mengikuti kelas, percuma saja jika ragaku ada di sana, tetapi jiwaku melayang entah kemana.
Setelah mendengar sebuah 'janji' laki-laki yang menjadi calon wakilku itu, aku langsung meninggalkan ruang OSIS begitu saja. Berlari menuju parkiran dan segera melajukan motorku keluar dari sekolah, untungnya pos satpam sedang kosong, sehingga aku bisa kabur dengan aman.
Sebenarnya, aku juga bingung hendak bolos kemana karena ini benar-benar pertama kalinya dalam hidupku. Tak bisa berpikir jernih, aku memutuskan untuk memarkirkan motorku di stasiun terdekat dengan sekolahku, kemudian masuk ke dalam.
Untungnya, aku selalu membawa dompet dan ponselku di saku rok---baru sadar bahwa tasku masih dipegang oleh Elang.
Aku mengambil kartu flazz yang terselip di dompetku, kemudian meng-tap-kannya pada mesin, dan aku sempurna memasuki dalam stasiun. Lalu, diriku naik asal ke salah satu kereta rel listrik, tak peduli tujuannya kemana. Aku hanya ingin melarikan dan menenangkan diriku untuk saat ini.
Kereta pun mulai berjalan dan diriku kembali larut dalam pikiranku.
***
Aku memandang keramaian yang ada di depanku. Orang-orang bersepeda, ada yang berswafoto, dan ada juga yang hanya duduk di bangku sama sepertiku. Dari kejauhan, aku juga melihat rombongan anak sekolah yang sepertinya sedang studytour ke sini.
Ya, di sinilah aku berada, Kota Tua. Ternyata tadi aku menaiki KRL tujuan Jakarta Kota. Tak ada destinasi lain dipikiranku selain di sini ketika tiba di stasiun tersebut. Setidaknya tempat ini gratis dan diriku bisa menikmati kesendirian ini di tengah keramaian para manusia yang sedang berbahagia. Lain dengan diriku yang dilanda kekecewaan dan amarah.
Sebenarnya, emosiku sudah sedikit mereda, hanya saja sepertinya ada luka yang membekas, sehingga aku masih belum bisa memaafkan atau mengikhlaskannya.
Kalau sebelumnya aku diajak mempertimbangkan terlebih dahulu, mungkin aku bisa saja menerima laki-laki itu sebagai wakilku. Namun, kenapa sampai membuat keputusan sepihak? Bukankah aku juga memiliki hak untuk menentukan siapa pendampingku di sisa periode ini?
Ah, sudahlah, aku tidak mau memikirkan hal ini lebih lanjut, hanya membuat semakin sakit saja. Tanganku mengambil ponsel yang ada di saku rokku, menyalakan daya, dan melihat jam. Ternyata sudah pukul empat sore---terkejut, berarti diriku sangat lama merenung sendiri di sini. Wah, kau sungguh gila, Yega.
Kuyakin, saat ini Elang dan Juan sedang panik mencariku yang tiba-tiba hilang. Aku sengaja mematikan data jaringanku, tak ingin diganggu oleh siapapun. Kumatikan pula notifikasi dan nada dering. Namun, saat kumemeriksa jam tadi, terdapat panggilan tak terjawab melalui panggilan pulsa dari Elang dan Juan---untung saja ponsel kumatikan sejak tadi.
Aku memutuskan bangkit dari dudukku, kemudian berjalan di tengah keramaian Kota Tua yang semakin sore semakin ramai. Keluar dari kawasan, aku langsung disuguhi pemandangan jalanan Ibukota yang sudah mulai macet kembali, menyentuh jam padat kendaraan. Bising klakson, derum kendaraan, menjadi pelengkap sore hari di Jakarta.
Sekitar tiga jam lagi, jam shiftku dimulai, sehingga aku bergegas menuju Stasiun Jakarta Kota. Sebelumnya, aku menyempatkan diri membeli roti di basement stasiun karena perutku belum terisi apapun sejak pagi. Ditambah, ada promo beli lima roti bayar dua puluh ribu, termasuk murah di ibukota.
Setelahnya, aku pun memasuki stasiun, mampir sejenak di Indomart untuk membeli air mineral, kemudian menunggu kereta dengan tujuan stasiunku datang sembari memakan roti yang kubeli tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terasak | Renjun NCT [END]
FanfictionBukan kisah yang menarik, apalagi istimewa. Melainkan, hanya sebuah cerita bagaimana mencairkan hati yang beku dan menjaga hati yang terluka. *** [22620]