Sudah beberapa hari belakangan ini, aku benar-benar menghindar dari Renjun---lebih tepatnya menjaga jarak. Aku tak tahu alasan sebenarnya aku melakukan ini, tetapi intinya ini lebih baik untuk sekarang.
Dan, untungnya laki-laki itu tampak biasa saja, mungkin tak menyadarinya. Buktinya, hari-hari kami berjalan seperti biasanya. Paling sesekali bertemu untuk keperluan OSIS saja.
Selama satu minggu ini, aku juga lebih banyak di kelas yang biasanya hobi ngedekem di ruang OSIS. Namun, sialnya, posisi dudukku persis di dekat jendela yang mana kalau kalian melihat ke luar langsung menampilkan pemandangan lapangan basket beserta manusia-manusia penghuni setianya.
Hari ini hari Jumat, setelah selesai kelas, aku pun segera menuju parkiran. Beruntungnya, jam IPS dan IPA berbeda, sehingga saat pulang sekolah aku tidak perlu kebetulan berpapasan dengan laki-laki itu.
Namun, ternyata aku salah. Kini, aku melihat dia sedang duduk di atas motorku. Dalam hati aku merutuk, kenapa dia ada di sana?
Berpura-pura tak terjadi apa-apa, aku pun tetap menghampiri motorku. "Kenapa?"
Dia yang sepertinya tengah melamun, sedikit terkejut, kemudian turun dari atas motorku. "Lo ada waktu?"
"Lo nggak kelas?" Aku mengabaikan pertanyaannya.
"Ada, gue ijin ke toilet," jawabnya sembari tertawa kecil. "Demi nemuin lo."
Demi tak terlihat terjadi apapun, aku pun membalas tawanya dengan senyuman tipis. "Kenapa?"
"Lusa, bisa ketemu di alun-alun? Jam sekitar jam tujuh malam."
Itu waktu persis dimulai pertunangan dia di undangan. Kenapa dia ngajak gue ketemu?, batinku.
"Ketemu gue?" Aku memastikan, takut salah dengar.
Dia mengangguk. "Ada yang mau gue omongin."
"Sekarang aja. Takutnya hari minggu mendadak ada acara." Ya, sebenarnya gue ada acara.
"Acara apa?"
Pertunangan lo. "Belom pasti."
Renjun terkekeh. "Nah, karena belom pasti, mending ketemuan sama gue aja. Oke?"
"Tap---"
"Udah, ya, gue mau balik ke kelas," ucapnya sembari merendahkan tubuhnya dan memajukan puncak kepalanya. "Lo udah lama nggak ngusap kepala gue."
Aku sedikit terkejut dengan perlakuannya yang tiba-tiba, tetapi akhirnya aku menempelkan telapak tanganku di atas kepalanya, mengusapnya perlahan. Untungnya, parkiran sedang sepi.
Dia tersenyum girang seperti anak kecil setelah aku menjauhkan tangannya. "Sampai ketemu hari Minggu, Yega."
Aku menatap kepergiannya hingga punggungnya menghilang dari pandanganku.
Dan, selamat menikmati kejutan di hari Minggu nanti, Yega, ucapku pada diriku sendiri.
***
Hari Minggu, pukul empat sore, aku menunggu Haechan yang katanya akan menjemputku di rumah. Namun, sudah setengah jam lamanya aku menunggu di depan gerbang motor laki-laki itu belum tampak juga di depan rumahku.
Panjang umur, baru saja aku merutuki dia, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di depanku dan seorang laki-laki dengan kemeja putih dengan lengan panjangnya yang digulung keluar dari mobil dan menghampiriku.
Aku sedikit terkejut ketika melihat perubahan tampilan laki-laki itu yang tak seperti biasanya. Rambutnya ditata rapi ke atas, menampilkan dahinya, di hidungnya bertengger kacamata tanpa lensa yang sepertinya menjadi konsepnya hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terasak | Renjun NCT [END]
FanfictionBukan kisah yang menarik, apalagi istimewa. Melainkan, hanya sebuah cerita bagaimana mencairkan hati yang beku dan menjaga hati yang terluka. *** [22620]