Dua tahun lalu, bulan ke-12 ....
Aku berjalan riang keluar dari toko souvenir, lengkap dengan sebuket bunga mawar biru. Hari ini adalah hari yang sangat spesial.
Ya, spesial bagiku.
Aku menyempatkan mampir sejenak ke toilet untuk merapikan sejenak riasanku. Tak menor, hanya polesan tipis sehingga wajahku masih tampak natural. Beberapa orang yang masuk ke toilet menatap aneh padaku---tidak, bukan padaku, melainkan pada buket bunga.
Apa mereka tak pernah melihat buket mawar biru?
Tak mau ambil pusing, aku memasukkan kembali pouch riasanku, kemudian berjalan keluar dari toilet. Kakiku melangkah girang menuju tempat janjian diriku dengan orang spesial selama tiga tahun belakangan ini.
Ya, hanya sebuah cinta remaja pada umumnya. Namun, bagiku ini adalah cinta sejati yang Tuhan anugerahkan padaku. Tak usah protes, kalian juga pasti akan merasa begitu ketika sedang jatuh cinta.
Aku pun berdiri di depan Timezone, ah, tepatnya di sebelah photobox, tempat di mana kami janjian hari ini. Dan, tepat tiga tahun lalu, awal hubungan kami bermula di sini. Jadi, untuk merayakan anniversary setiap tahun, kami selalu janjian di sini.
Hatiku sangat berbunga-bunga hari ini. Tak pernah menyangka hubungan kami bisa berjalan sampai tiga tahun lamanya.
Tiba-tiba, aku merasa ponselku berdering. Aku buru-buru mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelepon, sebab kuyakin itu adalah dia.
"Halo, Kai! Aku udah di tempat. Kamu di mana, ay?"
Namun, sebuah jawaban yang tiba-tiba membuat kakiku lemas seketika. "Ini Ibu. Batalkan janjianmu dengan Kai, Nak. Pulang, Ayahmu di IGD."
"Tiba-tiba, Bu?" tanyaku dengan suara parau.
Hening sejenak, kemudian terdengar suara ibuku menghela napas panjang. "Maafkan, Ibu, Nak. Seharusnya, Ibu jujur sedari awal tentang alasan Ayahmu tidak bekerja dua bulan terakhir."
Aku menaikkan alisku. "Karena Ayah cuti sakit, 'kan, Bu?"
Ya, ayahku memang dua bulan terakhir tidak bekerja karena harus perawatan cuci darah akibat gagal ginjal.
"Perusahaan Ayahmu bangkrut sejak dua bulan lalu, bertepatan dengan dia jatuh sakit. Dan, alasan Ibu jarang di rumah belakangan ini adalah menggantikan Ayahmu mencari nafkah. Maafkan, Ibu, Nak. Maafkan Ayahmu juga."
Deg!
Sungguh, aku tidak tahu harus berkata apa saat ini. Mulutku seketika membisu, otakku seakan kehilangan seluruh kosakata yang tersimpan selama ini.
"Putuslah dengan Kai, Nak. Perusahaan Ayahnya yang membuat Ayahmu bangkrut, permainan saham. Ibu menyarankan demi kebaikanmu."
"Dia nggak ada hubungannya dengan ini, Bu! Kai nggak bersalah!"
"Nak, dengarkan Ibu dulu."
Tit!
Aku memutuskan telepon sepihak. Sekuat tenaga menahan tangis agar tak merusak riasanku yang telah kupersiapkan untuk hari spesial ini. Aku berusaha menenangkan pikiranku, tak ingin mengacaukannya karena mood-ku rusak.
Namun, sebenarnya hari ini memang akan hancur. Hari semua bermula, di mana hari seorang Yega mulai berubah 180°. Tak ada senyuman riang di wajahnya, tak ada ocehan lelucon keluar dari mulutnya, dan mulai hari ini seorang Yega akan berniat menutup pintu hatinya rapat-rapat, tak mau tersentuh oleh siapapun lagi. Dia menghanguskan sampai ke akar agar tanah menjadi tandus dan tak akan tumbuh bunga-bunga cinta bermekaran.
Sebab, saat itu juga, aku melihat orang yang kunanti sedari tadi merangkul seorang gadis lain, gadis yang sangat kukenal. Dan, bangsatnya, mereka berjalan ke arahku.
"Yega, udah lama?" Itu pertanyaan yang pertama keluar dari mulutnya tanpa rasa berdosa.
Aku membisu, kekecewaanku sudah diambang batas, hatiku jika terbuat dari kaca, mungkin sudah hancur berkeping-keping. Tanpa dijelaskan, aku tahu hubungan mereka saat ini. "Dari kapan, Kai?"
"Dua bulan lalu." Dan, lagi-lagi dia menjawab tanpa rasa bersalah. "Aku dan Kristal cocok, kan? Sama-sama huruf 'K' pula namanya. Kalau diundangan pernikahan ...."
"Sstt .... Masih lama, nggak usah mikirin nikah-nikahan," ujar gadis itu, yang notabene adalah teman dekatku, bisa dibilang sahabat. Dan, dialah yang menjadi alasan sampai saat ini aku tidak berteman dengan perempuan manapun, menjaga jarak, hingga teman dekat di SMA-ku hanya Elang dan Juan.
Aku mati-matian menahan tangisku, tak ingin pecah di depan mereka. "Selamat, ya. Ini bunga buat kalian."
Dan, mulai saat itu, aku benci semua warna-warna lain, karena pakaian dan seluruh yang ada di hari itu berwarna-warni, terutama warna biru yang sangat kubenci hingga kini.
"Ah, Yega, sweet banget, deh," kata Kristal sembari menerima buket mawar biru yang seharusnya kuberikan pada pacarku---ralat mantanku.
"Ya, udah. Kita duluan, ya, Yega," pamit Kai. "Oh, ya. Lo udah paham, kan, maksud gue bawa pacar gue depan lo?"
Pacar. Pacar?
"Gue nggak mau pacaran sama Orang Miskin Baru, udah gitu bokapnya penyakitan lagi. Takutnya malah ngegrogotin harta gue pas pacaran. Ups!" Lagi, dia mengatakan hal menyakitkan tersebut tanpa merasa bersalah.
"Sayang, kamu nggak boleh gitu. Yega sahabat aku, lho!"
Sahabat? Sahabat mana, ya, bangsat kayak dia?
"Udah, deh. Bye, Yega! Makasih buat tiga tahunnya!"
Badanku jatuh ke tanah sepenuhnya ketika mereka berdua menghilang dari pandanganku. Aku berjongkok, memeluk lututku. Tangisku pecah saat itu juga. Persetan dengan orang-orang yang menganggapku aneh. Aku juga tak peduli riasanku rusak karena mulai hari ini, tak akan ada Yega yang feminim, apalagi mengenakan riasan.
Aku merasa sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Kenapa semesta memberikan ini padaku? Apakah selama ini aku hidup sebagai manusia berdosa sehingga ini adalah ganjaranku? Sepertinya tidak, aku selalu hidup baik-baik sebagaimana mestinya.
Tiba-tiba, aku merasa ada orang yang menepuk bahuku. Aku mendongak dan menatap orang itu yang mengulurkan sebuah sapu tangan padaku.
Aku menerimanya dan mengucapkan terima kasih, kemudian orang itu langsung pergi tanpa aku tahu siapa dirinya dan apa maksud semesta menghadirkan orang itu di kehidupanku.
Namun, satu feeling kuat tiba-tiba datang ke pikiranku. Aku merasa suatu saat dia akan kembali ke kisah hidupku.
Entahlah, aku tak mau berurusan lagi dengan para manusia, apalagi persetan dengan cinta.
Tak akan ada cinta lagi dalam hidup seorang Yega. Dan, mulai saat ini, warna hitam akan mendominasi hidupku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terasak | Renjun NCT [END]
FanfictionBukan kisah yang menarik, apalagi istimewa. Melainkan, hanya sebuah cerita bagaimana mencairkan hati yang beku dan menjaga hati yang terluka. *** [22620]