Kiww kiww
Rame yok rameeee
"Jika datangmu untuk mengisi kekosongan ku, maka menetaplah, jangan hanya sekedar singgah lalu tak betah"
•••
Zeya mengerjapkan matanya yang terasa berat, ditambah kepalanya yang pening membuat dirinya ingin terus memejam, namun hawa dingin disekitar menghipnotisnya untuk segera membuka mata. Perlahan sorot putih mengelilinginya, ia berada disebuah ruangan, mungkin lebih pada kamar. Matanya terus ia buka hingga sepenuhnya ia menyadari bahwa dirinya berada disebuah kamar bernuansa putih, hampir semua barang tidak ada yang berwarna lain selain putih.
Tangannya memegang kening yang semakin pusing karna hawa dingin ini, ia pun menarik selimut dibawahnya untuk menutupi seluruh tubuhnya. Huftt ini lebih baik.
"Gw dimana?" Tanyanya terus dalam hati, takut? Sudah pasti. Apalagi ini sangat asing, ia ingin berteriak namun rencana itu ia urungkan saat pintu didepannya perlahan terbuka. Menampilkan sosok pria berbalut jas kerja lengkap, bertubuh tegap, kekar, berahang tegas, tak luput dari itu wajahnya juga tampan.
"T-tuan?" Tuan? Iyaa, tuan Aditya Stevanus, pria itu yang masuk kedalam ruang kamar ini. Zeya menetralkan deru nafasnya, bahkan detak jantungnya sudah berdetak tak karuan sekarang.
Perlahan tapi pasti, Adit terlihat mendekat hingga tepat di ujung kasur pria itu duduk. Menatap hangat sosok gadis didepannya. "Sudah bangun?"
Mendengar pertanyaan itu Zeya mendecih kecil, sudah tau dirinya sedang duduk, untuk apa pria itu bertanya demikian?! Dimana matanya itu?! Dasar.
Untuk mengalihkan pertanyaan Adit, Zeya menoleh, enggan menatap mata elang yang terus memantau pergerakannya. Selain takut, ia juga kesal dengan tingkah pria yang baru saja menculiknya itu. Untuk apa coba?!
Seakan tau pemikiran gadis itu, Adit berucap. "Maaf, saya menculik kamu karna kamu sangat susah dihubungi bahkan ditemui Ze"
Lagi, Zeya mengacuhkannya. Malas menanggapi ucapan apapun dari pria itu.
"Ze, saya tau saya salah, tapi saya mohon, jangan seperti ini, kamu tau?"
Belum Adit meneruskan ucapannya, ia menunduk dalam. Membuat Zeya penasaran dengan apa yang akan pria itu ucapkan, dengan terpaksa ia menatap pria itu. "Apa?" Tanyanya ketus.
"Saya rindu"
Deg.
Zeya terdiam, desiran hangat seakan menyapu seluruh tubuhnya. Lagi-lagi detak jantungnya berpacu cepat bagaikan pacuan kuda. Sial, ia terbawa perasaan.
Keheningan langsung menyelimuti keduanya, tidak ada satupun yang angkat bicara. Adit diam menunduk, sedangkan Zeya mematung menatap pria itu.
"Ze?" Panggil Adit, mungkin ia bosan dengan keheningan ini.
Tidak ada sahutan apapun dari gadis itu, membuat Adit mengangkat kepalanya. Ia menoleh pada Zeya, gadis itu masih menatapnya. Kini, mata keduanya bertemu.
"Saya minta maaf"
"Saya-"
"Iyaa dimaafin" potong Zeya, malas memperpanjang pembicaraan.
"Saya tau kamu ngga ikhlas, coba di-"
"Saya ikhlas, tuan Adit yang baik sopan dan gantengggg" lagi, Zeya memotong ucapan pria yang sebenarnya berstatus sebagai bos nya itu, walau sudah hampir satu bulan juga ia tidak masuk kerja.
Dengan pasrah Adit mengangguk, lalu ia menggeser duduknya hingga ia berada di depan Zeya. Keduanya berhadapan. "Boleh saya peluk kamu?"
Zeya yang mendengar pertanyaan itu sedikit ragu untuk menjawab, takut kejadian itu terulang lagi, namun disatu sisi ia juga seakan rindu dengan pria didepannya ini. Ah, perlahan ia mengangguk, menyatakan ia setuju dipeluk oleh Adit.
Tanpa ba-bi-bu, Adit membawa Zeya kedalam dekapannya. Ia memeluk erat tubuh itu, menghangatkannya, mengusapnya, memberinya ketenangan, seolah ini lah arti pelukan sesungguhnya. Kali ini Zeya paham, dari sekian banyak pria yang ia temui, hanya seorang Aditya Stevanus lah yang berhasil memikat hatinya, ia tak berbohong, sungguh Adit lah pria yang ia cari.
"T-tuan"
Perlahan Zeya berusaha melepaskan pelukannya, ada rasa tidak enak hati sebenarnya, namun ia juga tak mau macam-macam.
"Kenapa?"
Zeya menggeleng, lalu mengusap wajahnya gusar. "saya mau pulang, tuan"
Adit melihat jam tangannya. "Masih jam 1 Ze"
"1 apa?" Tanya Zeya, ia sendiri tak tau ini siang atau malam, memang meskipun ini merupakan kamar mewah tapi jendelanya hanya ada satu, itupun tertutup rapat, membuat ruangan ini hanya diterangi oleh lampu yang ada.
"1 pagi, memang kamu ngga tau ini gelap"
"Tau darimana, ini aja cuma ada lampu"
"Kamu pikir saya bakal buka jendela malam malam?" Tanya Adit, membuat Zeya sedikit berfikir, benar juga perkataannya.
Zeya bergeming, ia sedikit merasakan lapar, ah dirinya ingat dari pagi ia hanya makan satu potong sandwich, itupun buatan Sirene. Adit yang menyadari keterdiaman Zeya, ia pun bertanya. "Kenapa? Kamu lapar?" Ucapan seakan tau pikiran Zeya.
Gadis itu jadi terperanjat, ini bukan yang pertama kalinya Adit menanyakan apa yang ia pikirkan, ia jadi sedikit takut sekarang. Jangan jangan Adit sesosok cenayang.
Adit yang melihat perubahan raut wajah Zeya, ia terkekeh. "Muka kamu itu muka muka orang kelaperan, tanpa kamu bilang pun saya sudah tau"
"Ishhh, apa banget deh" cibirnya pada Adit, ada rasa malu sebenarnya namun gengsi juga untuk mengakui jika dirinya lapar kan.
"Mau makan ngga nihh?" Tanya Adit, meski masih dengan wajah tengilnya.
"Ngeliatinnya bisa biasa aja nggak?!" Kesal Zeya lama-lama, tatapan Adit itu memang sangat menyebalkan.
"Kamu mau makan?" Adit mengulang pertanyaannya tak menghiraukan ucapan Zeya barusan.
"Iyaa m-"
"BUNDAAAA"
•••
Heyyowwww
Aku butuh bintangmu besti🙏🏿🙏🏿🙏🏿🙏🏿
Mian jika kurang srek dengan ceritanya 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD YOUNG MOTHER [ End✓ ]
Teen Fiction𝐊𝐀𝐌𝐔 𝐁𝐈𝐉𝐀𝐊 𝐃𝐄𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐓𝐈𝐃𝐀𝐊 𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐓¡! Zeyana, Gadis berusia 18 tahun yang harus kehilangan masa remajanya demi merawat anak kecil yang dibuang oleh ibu tirinya, dan ayah kandungnya sendiri tidak tau soal itu. Ini berat bagi Ze...