-Let's go-
Nana dan Santi duduk di ruang tunggu. Seperti nama ruangannya, keduanya memang sedang menunggu band kesayangan mereka keluar dari tempat rekaman. Nana memang sengaja mengajak Santi yang sangat fans dengan Putri. Kabar baik hari ini libur jadi mereka bisa melihat proses rekaman. Atau jika tak libur Nana berniat membolos, ia sudah berjanji akan ada di samping kakaknya saat rekaman.
Hubungan kakak beradik itu terbilang aneh. Terkadang begitu akrab, namun di lain kesempatan menjadi sangat asing. Santi yang menyadari hal itu tak banyak tanya dan lebih memilih terbenam dalam euphoria bahagia. Ia tak perlu mendengarkan rekaman dari handphone-nya, telinganya sudah siap dengan musik official dari Band Edelweiss.
"Gue yakin si bakalan trending lagunya di youtube," Santi harap-harap cemas, matanya menyelidik ke arah tempat rekaman yang hanya dibatasi kaca, "menurut lo gimana?"
"Bakalan lebih trending kalo video musiknya juga digarap, gue nggak bisa bayangin pasti keren. Gue jamin jadi band pendatang baru ter-hits!" Nana menimpali dengan wajah bersemangatnya.
"Semua anggota band ikut semua kan?" tanya Santi, kini ia mengalihkan pandangannya kepada Nana. Pasalnya Santi terlambat datang beberapa menit.
"Aman, kata Kak Putri kalo rekaman wajib ikut semua... kenapa lo mau gabung kah?" goda Nana, "eits jangan deng kan lo bukan anggota Klub Musik."
Santi mencibir, "lo juga bukan anggota Klub Musik nggak usah kayak gitu ya!"
Keduanya tertawa pecah dan kembali fokus menyaksikan Band Edelweiss yang tengah bersiap-siap. Mereka akan bersorak senang dan menyambut band kesayangan mereka saat band itu keluar dari ruang rekaman.
Di antara anggota Band Edelweiss yang Nana ataupun Santi kenal hanyalah Putri. Tak jarang saat manggung tatapan mereka hanya ditujukan kepada vokalisnya. Semuanya keren tapi bagi kedua perempuan itu tak ada yang lebih keren daripada Putri. Perempuan yang terbilang tomboy dan memiliki suara yang sangat khas. Nana mengambil kipas mini dari tasnya. Ruangan mereka duduki memang menggunakan ac tapi rasa panas lebih kuat menyerang.
Sembari menunggu gladi resik dimulai mereka berceloteh tentang apa saja. Tak peduli dengan pengurus rekaman yang ada di sana. Handphone Nana bergetar, menandakan sebuah pesan masuk. Ia terpaksa memberikan kipas angin mininya yang sedari tadi menjadi rebutan kepada Santi, "pegangin sebentar, gue mau balas pesan."
Santi dengan sukarela menerimanya, "nasib baik, gue emang lagi kepanasan... rezeki anak sholehah emang." Perempuan berbaju pink dengan balutan sweater itu tertegun mendapati pesan dari Ereska. Pesan yang berisi apakah ia akan ikut kumpul Klub Sastra atau tidak. Nana memandang ke arah Santi yang kini menatapnya bingung.
Mendapati wajah Nana yang berubah serius, Santi memilih diam. Matanya jelas sangat kepo, namun lagi-lagi ia sangat ahli dalam mengendalikan rasa ingin tahunya. Santi selalu yakin bahwa teman sebangkunya itu akan bercerita jika itu hal yang sangat penting.
"Kenapa? Ada masalah atau pesan dari siapa?" tanya Santi pada akhirnya karena Nana menatapnya meminta pendapat.
"Dari Ereska, gue nggak mungkin ninggalin gladi resik ini. Tapi nggak enak juga nggak bisa kumpul... gimana ya?" tanya Nana bingung.
Sehari yang lalu Nana mendapat kabar dari Ereska bahwa Klub Sastra telah memiliki satu pendaftar. Tapi justru ia merasa aneh karena hal ini sangat tidak biasa. Terlebih pendaftar itu tak mendaftar melalui dirinya, yang notabenya sebagai narahubung juga sekretaris. Mau bagaimana pun ia tetap bahagia mendengar kabar baik itu.
Nana terdiam beberapa detik, pikirannya berputar-putar memiilih jawaban yang pas. Namun nihil, ia bingung membalas pesan Ereska.
"Bilang aja yang sebenernya, gue yakin mereka bakalan paham kok," Santi mengibas-ibaskan kipas ke arah wajahnya, "adem banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Klub Sastra✓
Teen FictionGilang Ardiansyah, laki-laki yang entah sejak kapan mendapatkan panggilan Mujidin. Panggilan yang kini menggeser nama aslinya. Laki-laki ini menjabat sebagai Ketua Klub Sastra, ia dibantu oleh dua rekannya. Nana dan Ereska. Klub yang tak memiliki p...