20. Bersama Nadine

3 4 0
                                    

-Let's go!-

Nala sedang sibuk mempersiapkan kelas dongeng yang akan ia lakukan Senin sore besok. Sedari tadi ia menulis beberapa materi untuk dongeng dan juga mengurus jadwal lainnya untuk hari esok. Mulai dari pergi ke kampus, mengurus organisasi, tugas, latihan band dan bersantai. Laki-laki itu terbilang cukup aktif di kampus.

Ruang perpustakaan keluarga itu hanya diisi oleh dua orang. Salah satunya lagi adalah Ereska. Perempuan itu kini tengah sibuk membuat tugas makalah di laptop. Sedetik pun tak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit yang lalu. Ereska fokus dengan makalahnya dan Nala fokus dengan kegiatannya. Setidaknya setiap malam mereka duduk bersama di perpustakaan keluarga.

"Em, gimana sih ini?" Ereska mulai penat dengan layar laptop yang menerpa wajahnya. Matanya kunang-kunang memaksa beristirahat tapi tetap ia paksa membuka.

Jam masih sore bahkan belum menyentuh pukul 20.00 WIB tapi Ereska terlihat sangat mengantuk. Lain halnya jika ia dengan membaca buku, sampai dini hari pun rasanya perempuan itu akan melakukannya.

Nala melepas bolpoin yang sedari tadi ia pantul-pantulkan tanpa menimbulkan suara. Baru perhatiannya teralihkan saat handphone Ereska berdering, "siapa?"

Ereska balas tersenyum dan sedikit memelankan suaranya. Panggilan itu berasal dari tetangga sekaligus teman dekatnya. Nama Nadine tertera jelas di sana. Malam ini keduanya memang membuat janji untuk sesi curhat bersama. Curhat untuk memberitahu rahasia satu sama lain, mereka tidak pernah mengerjakan tugas bersama karena jurusan yang berbeda. Nala memperhatikan gerak-gerik Ereska yang mencurigakan.

"Siapa yang telepon?" ulang Nala, karena pertanyaan pertamanya diabaikan.

"Nadine, keluar sebentar ya Bang," tanpa menunggu jawaban dari Nala, Ereska segera menjauh. Ia mencari tempat yang sekiranya tak akan didengar oleh Nala. Ereska tahu tujuan Nadine menelpon. Pastilah temannya itu bertanya apakah Nala ada di rumah atau tidak.

Ereska mendekatkan handphone ke telinganya, "haloooo,"

"Lo tadi ngomong apa? Gue nggak denger karena suara lo tadi kecil banget Res," suara cempreng di seberang sana memekakkan telinga Ereska, membuat perempuan itu sedikit menjauhkan handphone-nya dari telinga.

"Maaf, tadi gue masih sama Bang Nala di perpustakaan keluarga. Berhubung gue tau lo bakalan tanya tentang Bang Nala jadi gue buru-buru keluar tadi," jelas Ereska.

Di ruang tamu yang tak begitu jauh dari perpustakaan keluarga adalah tempat yang sekarang Ereska tempati. Penglihatan perempuan itu menyusuri setiap dinding yang tak pernah asing di ingatannya. Saat dalam lamunan beberapa saat, suara Nadine kembali menyadarkannya.

"Yah, beneran Bang Nala lagi di rumah?" helaan napas terdengar sangat berat. Ereska melihat sekitar, takut-takut Nala menguping diam-diam. Atau apa saja kemungkinan terburuk jika ia mengucapkan nama Nala, "iya, Bang Nala lagi di rumah. Tapi lo tetep ke sini kan? Ceritanya nanti di perpustakaan kamar gue aja, masa dari kemarin gagal mulu curhatnya," Ereska tampak lesu mengucapkan kalimat tersebut.

Tak ada balasan suara dari seberang. Ereska berjalan menuju teras rumah, memastikan apakah Nadine sudah di depan pintu atau masih di rumah. Saat dilihat ternyata nihil, tak ada Nadine yang minta dibukakan pintu. Mungkin temannya itu tak datang karena ada Nala.

Mendapati tak ada respon, Ereska menyapa lagi, "halo, Nadine... lo masih di sana kan? Jangan kacang dong, mahal tau!"

Ereska menjauhkan handphone dari telinganya. Panggilan masih terhubung dan sinyal juga sangat lancar. Ia melihat jam di pojok kanan atas, jam tersebut menunjukkan pukul setengah delapan yang artinya teman sejak SMP-nya itu seharusnya belum tidur. Sesekali Ereska mendengar suara sayup-sayup dari handphone. "Ish malah ditinggal," Ereska hendak menutup telepon tapi sesuatu membuatnya terdiam seribu bahasa.

Klub Sastra✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang