-Let's go-
Suasana Unforgettable café sangat riuh oleh tepuk tangan saat Band Edelweiss merampungkan tiga lagu, penonton berseru riuh saat piano kembali mengalun mengisi setiap sisi kafe. Di antara penonton yang bersorak senang, ada Nana yang tak melepaskan senyum dari kakaknya. Putri.
Unforgattable café. Nama kafe yang saat ini didatangi oleh beberapa siswa SMA Rajawali tak ada yang tahu jika kafe tersebut adalah milik Papa Nana, perempuan itu dan kakaknya memang merahasiakan ini sejak lama. Bagi Nana maupun Putri seperti ini saja sudah menyenangkan, tak perlu ada yang tahu perihal rahasia itu. Keduanya sepakat merahasiakannya sejak lama. Terlebih tak ada yang tahu jika keduanya ternyata bersaudara.
Nana bersama Santi, Nadine, Rizal dan Dika kini duduk di kursi melingkari meja, namun padangan mereka masih sama-sama menatap ke arah panggung. Semua mengarahkan sorot mata yang takjub, dan tak henti-hentinya memuji penampilan Band Edelweiss.
"Kakak lo jago, nggak salah gue nge-fans sama Kak Putri," bisik Santi. sekali lagi memang tak ada yang tau jika Nana dan Putri bersaudara. Santi yang mendapat rahasia itu sudah pasti ia akan menjaganya. Lagipula di situasi yang ramai siapa yang akan mendengar bisikannya?
"Jelas," balas Nana tak kalah lirih, perempuan itu sedikit tersenyum dan kembali menikmati alunan lagu.
Mata Nana terkadang melirik ke arah Rizal dan Dika, dua laki-laki anggota goodboi itu yang paling riuh bersorak selama acara dimulai. Lalu terbesit sedikit syukur dalam dada Nana karena tak ada Miko di sini, bisa-bisa malam yang seharusnya indah berubah menjadi gondok sepanjang tahun. Ya seharusnya Nana bersyukur, tapi ia merasa ada yang kurang. Nana menghela napas.
"Keren, keren, keren!" teriak Santi, diikuti yang lainnya dengan gemuruh tepuk tangan.
Nana melirik ke arah Nadine yang juga tengah bersorak senang. Ia tak begitu dekat dengan Nadine, tapi yang jelas ia tahu bahwa Nadine adalah teman dekat Ereska. Nana yang ingin menanyakan keberadaan Ereska pun segera ia urungkan saat Putri mulai mengeluarkan lirik lagu awal.
"Gue kenapa si?" tanya Nana kepada dirinya sendiri.
"Eh kenapa Na?" tanya Santi setelah mencoba tak terlalu larut dalam konser.
Nana menggeleng, "salah denger kali,"
Vokalis Band Edelweiss masih menyanyi dengan begitu menghayati, tangannya sesekali bergerak ke sana-ke mari seolah tengah menerbangkan suaranya ke telinga penonton. Tak hanya itu pianis yang tak Nana kenal dengan sigap menekan tuts-tuts, berirama seolah ada nyawa di dalam setiap bunyi yang dihasilkan. Ada gitaris yang terlihat sangat lihai memainkan jemarinya di atas senar, membuat petikannya sangat menyayat. Pun ada drummer yang terkadang menghentak dan terkadang mendayu. Sebuah komposisi yang indah. Band yang bernyanyi dengan jiwa.
Nana menatap sekeliling, apakah memang orang yang paling menyebalkan di seluruh dunia bernama Miko itu memang tidak hadir. Nana mengedarkan pandangannya, ia berjanji akan segera pergi dari kafe jika ada Miko di sana. Perempuan itu memperhatikan dari ujung ke ujung tapi tak juga ditemukan. Eh kenapa pula Nana sibuk memikirkan Miko?
"Nyari siapa?" Tanya santi mulai curiga dengan gerak-gerik Nana.
Nana sedikit terkejut, "gue nggak nyari siapa-siapa, cuma liat seberapa banyak yang datang."
Santi balas mengangguk, "kirain nyariin Miko,"
"Nggak mungkin lah," sergah Nana cepat.
"Miko nggak datang karena dia nggak tau kalo lo ada di sini," serobot Rizal. Laki-laki itu ternyata tak seratus persen memperhatikan konser. Nadine mengikuti arah mata Rizal dan menatap Nana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klub Sastra✓
Novela JuvenilGilang Ardiansyah, laki-laki yang entah sejak kapan mendapatkan panggilan Mujidin. Panggilan yang kini menggeser nama aslinya. Laki-laki ini menjabat sebagai Ketua Klub Sastra, ia dibantu oleh dua rekannya. Nana dan Ereska. Klub yang tak memiliki p...