-Let's go!-
Kedua orang tua Mujidin kini tengah duduk di halaman rumah. Sesekali keduanya melihat desain rumah yang sudah bertahun-tahun mereka buat. Tak ada perubahan, semua tetap sama hanya saja beberapa bagian sudah terlihat usang. Rumah bergaya Jepang itu memang menjadi cita-sita keduanya saat masih muda. Tak jarang mereka kembali nostalgia saat melihat rumah mereka sendiri.
Mama Mujidin bernama Teresa dan Papa Mujidin bernama Santio. Mereka dulu memang teman sekolah sewaktu SMA. Membuat keduanya memiliki kesukaan yang sama pada hal-hal berbau Jepang. Cinta itu tak langsung tumbuh dengan sendirinya tapi haru melewati serangkaian kejadian unik, yang jika diingat akan membuat tertawa dan juga rindu.
"Nanti mau buka bisnis apa Pa?" tanya Teresa, ia menghamburkan pertanyaan yang sudah bercokol di kepalanya. Pasalnya setelah memutuskan benar-benar resign dari Yogyakarta tak ada pembicaraan mengenai bisnis.
Laki-laki berumur 50an tahun itu terdiam dan sedikit menggeleng, "nanti kita cari tahu bareng-bareng ya Ma, Papa juga masih bingung mau berbisnis apa. Jakarta sudah penuh dengan bisnis, bisnis yang berbeda agar bisa bersaing."
Teresa mengangguk, matanya menjelajah ke arah halaman belakang yang dipenuhi beberapa bunga dan tanaman.
Pukul 10.00 siang saat seorang pembantu rumah tangga datang dan membawakan sebuah kabar. Suasana tengah hangat-hangatnya. Teresa dan Santio mensyukuri dengan keputusannya membuat taman yang indah di halaman belakang rumah. Oksigen selalu menggetarkan paru-paru siapa saja yang menghirupnya.
"Maaf Pa, Bu... di luar sudah ada tamu yang menunggu," ucapnya sopan.
Teresa tersenyum, ia bangkit dari tempat duduknya, "ayo Pa, kita nostalgia... temen kita udah datang."
Ajakan itu disambut dengan senyum yang tak kalah bersemangat. Setelah beberapa tahun semenjak hari pernikahan, akhirnya mereka akan bertemu lagi dengan teman dekatnya semasa SMA. Teman seperjuangan, teman yang hingga saat ini sering berkomunikasi lewat handphone. Kini tiba saatnya untuk bertatap muka.
Dilihatnya sudah ada Nada dan Evelyn. Mereka sedang berbincang kala Teresa dan Santio datang. Seperti seharusnya dan seperti sebelumnya mereka tak berubah banyak. Hal itu membuat Teresa begitu bahagia. Ketiganya berhamburan melepas rasa rindu satu sama lain.
"Gimana kabarnya Jeng, udah lama nggak ketemu," sapa Evelyn. Teresa menduga bahwa perempuan itu pasti sekarang sudah menjadi desainer kondang. Lihat saja penampilannya begitu elegan dan modis.
"Alhamdulillah sehat," usai cipika-cipiki, Teresa bersalaman dengan Nada dan melakukan hal yang sama.
"Santio sehat?" tanya Evelyn.
"Alhamdulillah," Santio menampilkan sebuah senyuman. Tak banyak yang bisa Santio lakukan, ia memang tak begitu akrab dengan Nada maupun Evelyn.
Kejadian beberapa tahun lalu kembali muncul ke permukaan. Pertemanan antara Teresa, Naira, Nada, Evelyn dan Nadira itu masih ada hingga sekarang. Sayangnya salah satu di antara mereka lebih dulu pergi karena kecelakaan.
Ketiganya kembali terlibat obrolan yang sangat seru. Apapun mereka bahas. Mereka sama-sama wanita karier tak jarang sangat sulit meminta ketiganya berkumpul bersama. Maka saat ada kesempatan untuk bercengkrama dan menghabiskan waktu bersama mereka tak akan melewatkan hal itu.
"Anak kamu sekolah di SMA Rajawali kan?" tanya Evelyn bersemangat. Evelyn memang tak pernah tahu siapa nama anak Teresa. Tak ada salahnya ia menanyakan hal itu.
"Iya Jeng, anaknya dipanggil Mujidin... dia sering main ke rumah Miko," Nada lebih dulu menjawab. Nada adalah Mama Miko. Perempuan yang sering menyapa Mujidin saat laki-laki itu berkunjung ke rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klub Sastra✓
Novela JuvenilGilang Ardiansyah, laki-laki yang entah sejak kapan mendapatkan panggilan Mujidin. Panggilan yang kini menggeser nama aslinya. Laki-laki ini menjabat sebagai Ketua Klub Sastra, ia dibantu oleh dua rekannya. Nana dan Ereska. Klub yang tak memiliki p...