47. Hari Baru

5 3 0
                                    

-Let's go!-

Pagi ini menjadi pagi yang baru bagi Klub Sastra. Acara pensi tadi malam benar-benar mengubah Klub Sastra dalam sekejap mata. Banyak siswa yang mendaftarkan diri di Klub Sastra, yang jika diakumulasi maka sudah memenuhi minimal anggota yang ditetapkan oleh Pembina.

"Selamat ya, kayaknya Klub Sastra nggak bakalan dibubarin deh," ucap Nadine saat berjalan bersama Ereska menuju kantin.

"Makasih ya, gue lega banget Klub Sastra nggak jadi dibubarkan... gue belum hitung yang daftar sampe detik ini sih, soalnya Mujidin yang ambil alih langsung."

Keduanya duduk dengan tenang di kantin. Mereka memesan soto dan es jeruk. Rasanya sudah lama sekali mereka tak melakukan rutinitas sejak kelas sepuluh itu.

"Rencana pilketos gimana?"

Nadine memeriksa handphone-nya, "nggak terlalu ribet karena acara di pegang langsung sama Osis kelas sebelas, jadi pengurus lama cuma ngawasin... lo tau kan Pak Anjas gimana orangnya?" Ia terkekeh.

Mendadak di SMA Rajawali bermunculan idola-idola baru. Banyak siswa yang tiba-tiba sangat ramah dan memberikan banyak pujian. Banyak juga yang mendadak menjadi penggemar rahasia. Tentunya ini menjadi salah satu memori di masa SMA yang tak akan terlupakan.

Meja yang berada tak jauh dari tempat Ereska dan Nadine sayup-sayup terdengar gossip yang membuat keduanya terkekeh.

"Kak Mujidin yang tadi malem baca puisi kan ya?" tanya perempuan yang sedang mengaduk juice-nya.

Yang lain menimpali, "iya, tapi gue denger-denger namanya bukan Mujidin."

"Keren banget kan? Gue pengin kenalan deh sama Kak Mujidin... eh dia udah punya pacar belum ya?"

Dua perempuan yang Ereska yakini kelas sepuluh masih terdengar seru membicarakan ketua Klub Sastra. Lihatlah, sekarang begitu banyak saingan untuk mendapatkan hati laki-laki itu. Rasa cemburu pasti ada, namun entah sebab apa Ereska tak begitu mengambil hati. Toh iya tahu, Mujidin bukanlah laki-laki mudah menaruh hati pada perempuan.

"Lo nggak cemburu?" ledek Nadine.

Ereska lebih tertarik dengan semanguk soto yang sudah terhidang di depan matanya. Kepalanya menggeleng sebagai jawaban, "gue rasa, gue nggak perlu berlomba dengan mereka untuk mendapatkan hatinya."

"Seriously?" pekik Nadine.

Dua perempuan yang sedari tadi tak kalah kaget saat melihat keberadaan Nadine dan Ereska di meja sampingnya. Pastilah mereka takut-takut pada senior terlebih kepada ketua Osis yang sudah dicap garang sedari penerimaan peserta didik baru.

"Halo gaiss!" sapa Miko pada seisi kantin.

Lagi-lagi Ereska merasa ditolong dengan keberadaan Miko yang mengalihkan perhatian kantin. Salah satu yang mendadak menjadi idola sekolah adalah Miko, dan tentunya anggota goodboi.

Kelima anggota goodboi datang dengan pesonanya masing-masing memasuki area kantin. Hampir semua pasang mata tertuju ada mereka. Sedang Ereska lebih fokus dengan sotonya. Ia sedikit sangsi saat Nadine berniat memanggil goodboi untuk makan bersama.

"Btw Nad, gue mau tanya," wajah Ereska berubah menjadi datar.

"Apa?"

"Gimana hubungan lo sama em, Andi dan Rizal?" bisik Ereska, takut ada yang menguping.

Nadine tersenyum, "biasa aja walaupun awalnya susah buat biasa aja... gue nggak bisa milih di antara keduanya, gue nggak mau jadi alasan mereka hancur. Karena kita tau nyari temen yang setia dan mau berkorban buat kita itu sulit, apalagi di jaman sekarang."

Ereska mengikuti arah pandangan Nadine yang kini menatap bahagia goodboi yang sedang tertawa terbahak-bahak. Pertemanan seerat itu memang tak layak dihancurkan oleh sesuatu yang bernama cinta.

"Yakin? Lo kayaknya udah klepek-klepek sama Rizal," ledek Ereska.

"Udah nggak kok, lagian kan ada Bang Nala... kayaknya gue suka sama Abang lo," Nadine menatap Ereska, "gue nggak bohong Res, kayaknya gue suka sama Bang Nala... bantuin gue ya!"

Memang tak ada yang salah dengan rasa suka, pun kita tidak bisa mengaturnya untuk menyukai siapa. Namun hal-hal tak terduga seperti ini membuat Ereska sangat terkejut.

"Dan asal lo tau Res, sepulang sekolah nanti gue sama Mujidin mau ke rumah lo... mau dongeng di kelas dongeng Bang Nala, setiap senin sore kan?" tanya Nadine semakin membuat Ereska kelu untuk berbicara.

"Beneran?"

Nadine mengangguk mantap.

Perhatian Ereska teralihkan saat seseorang dari kejauhan melambaikan tangan. Ereska mendapati Nana dan Santi yang dalam beberapa menit sudah bergabung dengannya.

"Gue boleh gabung?" tanya Nana dengan senyum yang tampak sangat ramah.

"Lo nggak ngajak-ngajak Nad, padahal kita sekelas," timpal Santi.

Nadine tersenyum, "hehe, biasalah gue lebih sering ke sini sama Reska... tumben banget nih gabung bareng kita, ada sesuatu kah?" tanya Nadine yang memang mencurigai kehadiran mereka terlebih setelah acara pensi.

"Jangan gitu Din," ucap Ereska.

Nana memaksa senyum walaupun terlihat sangat sulit namun ternyata bisa ia lakukan. Ia pantas mendapatkan pertanyaan itu untuk menembus semua kesalahannya. Nana hanya merasa perlu bersabar dan membangun hubungan yang baik dari awal lagi.

"Nana it..."

Nana segera memotong perkataan Santi, "nggak ada maksud apa-apa kok, gue cuma mau berteman sama kalian... gue mau ajak kalian buat nyicip menu terbaru yang mau realese di unforgettable café... bokap gue pasti seneng kalo temen gue datang. Band Edelweiss juga bakalan tampil, acaranya hari Rabu... gue tunggu kedatangan kalian ya."

Ereska mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Nana begitu tulus. Membuatnya merasa bersalah karena menduga sesuatu yang buruk. Semua orang yang melakukan kesalahan pasti selalu memiliki niat untuk memperbaiki kesalahannya. Hal yang kini dilakukan oleh Nana.

"Gue mau ke goodboi, jangan lupa datang ya!" pamit Nana.

Ereska mengangguk.

Nana dan Santi sudah beralih menuju meja goodboi, sama sekali tak peduli dengan tatapan-tatapan yang memperhatikan mereka.

"Hm, jadi yang punya kafe itu bokapnya Nana... ada berapa lagi rahasia dia?" Nana menengguk es jeruknya, "tapi boleh juga sih, gue suka kafe itu."

"Gue liat dia emang berniat baik dan tulus jadi nggak ada salahnya beri dia kesempatan untuk memperbaiki semuanya... lagian Nana bukan orang baru di sekitar kita kan?"

"Tiga tahun loh Res, dia buat Klub Sastra nggak ada peminat."

Ereska tersenyum, tak perlulah ia menceritakan alasan di balik semua ini. Alasan Nana melakukan semua ini adalah kemauan dari Putri, kakaknya yang ingin membalas dendam. Cukup beberapa orang saja yang tahu.

"Dia mau memperbaiki dan kita wajib dukung, siapa tau jadi temen deket kan?"

Nadine sudah tak tertarik untuk berdebat dengan Nana. Baginya waktu yang akan menunjukan siapa Nana, apakah ia memang tulus atau ada maksud terselubung. Sungguh ia tak akan memaafkan Nana jika perempuan itu kembali berkhianat.

Ereska melihat ke arah Nana yang mencoba mendekati goodboi, sedangkan ia hanya ditatap datar. Terkecuali Miko yang justru menyambut setiap kata-kata Nana dengan hangat. Sepertinya hubungan dua manusia itu sudah naik tingkat. Nana tak terlihat marah-marah lagi, atau ada sesuatu di antara mereka?

***

Klub Sastra✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang