7. Seokjin

31 20 0
                                    

"Jadi Joon banyak memberitahumu?" tanya Seokjin sembari berjalan dengan Seol A disampingnya.

Seol A menangguk—mengiyakan.

"Jadi aku yang kedua?"

Seol A menangguk lagi.

"Kupikir itu hanya kebetulan, karena keparat itu sering menyembunyikan gadis di aprtemennya. Aku mengira kau semacam stalker yang membuntuti dan mengaguminya tanpa ingin ketahuan, makanya aku menolongmu," Seokjin mengutarakan alasan kenapa ia membantu Seol A beberala waktu yang lalu, disusul wajah pucatnya sebab menyadari perubahan raut Seol A.

Wajah gadis itu merah padam, tapi bukan ke arah tersipu malu melainkan marah. Tahu-tahu gadis itu sudah berkacak pinggang, "Stalker? Itu adalah hal terakhir yang kulakukam. Tipe cowok idamanku bukan yang brengsek seperti dia. Berpacaran saja tidak pernah," cecar Seol A panjang lebar membuat Seokjin menyesal mengutarakan kalimatnya beberapa waktu lalu yang berakhir disemprot wanita itu.

"Dan bisa kupastikan hubungan kalian tidak baik sampai kau mau menolong stalkernya. Musuh? Mungkin lebih, yang pasti kalian bukan teman," lanjut Seol A sembari melipat tangan.

"Mian, aku kan tidak tahu. Tapi memang benar, dia itu brengsek. Lebih dari yang kau pikirkan," ujar Seokjin kemudian menerawang ke langit-langit sebelum berakhir menggeleng keras.

"Tapi kenapa kita jadi membahas dia? Ini cerita kita," Seokjin memberengut kesal ketika fakta menampar dirinya.

Seol A lagi-lagi tertegun, ia hanya berharap Mr. Jeon itu tidak ada dalam list pigura.

"Tidak banyak yang bisa kuperkenalkan. Joon mungkin sudah menjelaskannya berikut dengan aturan ysng mungkin," cecar Seokjin.

Seol A menggeleng, "Mr. Bang yang menyebutkan peraturannya bahkan dengan suara tegas..."

"Tapi tunggu, aku tidak salah dengar kan tadi?"

"Apa?" Seol A menaikkan alis kanannya.

"Kau tidak pernah berpacaran?" tanya Seokjin, wajahnya terlihat shock.

Seol A menautkan alis, memangnya kenapa jika ia tidak pernah? Seokjin menatapnya seolah tidak percaya dan pria itu tiba-tiba tertawa keras, tawa yang seolah meruntuhkan kepercayaan diri Seol A hingga tandas. Pria itu meremehkannya?

"Kenapa memangnya?" tanya Seol a, nadanya meninggi cenderung ke arah kesal.

Tiba-tiba Seokjin menghentikan tawanya kemudian mengedikkan bahunya, "Sama aku juga."

Seol  A tertawa sumbang dalam hati, pria di depannya lumayan menguji kesabarannya. Mungkin menjitak jidat mulusnya itu akan sedikit meredam kekesalan Seol A yang menguap.

"Kenapa? Tidak laku?" cecar Seol A tanpa pikir panjang dan tidak menyadari kalau pertanyaan itu juga seakan ditujukan kepadanya.

Seokjin tiba-tiba berhenti membuat Seol A ikut menghentikan langkahnya. Saat menoleh, Seol A menemukan kuping pria itu memerah, semabri menunjuk ke arah dirinya pria itu berkata, "Aku tidak laku? Heol, banyak gadis yang mengantri tapi membayangkan wakah tampanku ini dimiliki oleh orang lain..."

Mulut Seol A terbuka lebar, ia benar-benar sakut dengan kepercayaan diri pria itu.

Seokjin tampak berang saat Seol A menyebut dirinya tidak laku dan ia mulai mengutarakan segala ketampanan wajahnya membuat Seol A jengah dan memutuskan untuk menyela.

"Kau terlaku narsis. Percaya diri," balas Seol A pendek.

"Sayangnya aku hanya mengutarakan fakta," lanjut Seokjin lagi merasa bangga.

Seol A ingin membalas lagi namun kata-katanya tertahan di ujung tenggorokan. Sebenarnya tidak salah, jika dilihat-lihat lagi pria itu memang tampan. Kulit cerah, putih dan mulus, mungkin pria itu selalu memakai sunscreen setiap keluar rumah. Kemudian bibir pink benderang itu turun ke bahu kokohnya, seakan cocok untuk dijadikan tempat bersandar. Tingginya yang lagi-lagi menjulang membuat Seol A harus mendongak ketika berbicara kepadanya. Rambut hitamnya terlihat mulus dan terkadang teracak akan sapuan angin membuat kadar ketampanannya bertambah. Pria didepannya ini nyaris sempurna, seolah Tuhan sedang dalam mood yang baik saat memahat wajah itu.

7 Days ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang