EPILOG

31 9 1
                                    

Seol-A terbangun karena suara klakson ban mobil dari arah luar rumahnya. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum menancapkan pandangan pada balkon kamarnya. Langit pagi yang cerah menyapanya diikuti teriakan ahjussi yang biasa mengangkat sampah berkeliling di gang perumahan yang Seol-A tempati.

Hanya butuh beberapa detik baginya untuk menyadari sepenuhnya apa yang sedang menimpa dirinya kala itu. Seolah kepalanya dibenturkan dengan keras secara paksa, Seol-A serasa ditampar oleh fakta yang ada. Kilas balik ia lakukan dengan cepat dalam benaknya.

Seol-A tidak hilang ingatan atau semacamnya, semua hal yang ia lewati di dalam dunia itu masih dapat Seol-A bayangkan. Bahkan tatapan amarah Jungkook terakhir kali masih terasa baru dalam benaknya.  

Dengan segera Seol-A bangkit dari kasurnya, meraih jaket rajutnya dan berlari keluar kamar. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan, pandangan Seol-A terpaku pada kalender yang menggantung pada dinding kamarnya. Sebuah lingkaran merah menarik perhatiannya, itu adalah seminggu lalu tepat dimana Seol-A mendapat kunjungan dari Sung-Jae.

Seol-A menghabiskan waktu selama seminggu disana.

Berusaha mengingat gang tempat halmoni itu berjualan, kaki Seol-A melewati beberapa perumahan di depan gang rumahnya, berikut dengan persimpangan jalan dan berhenti di depan sebuah toko di pinggir jalan  kecil.

Dijual.

Seol-A menatap tulisan itu untuk beberapa saat, pikirannya mendadak kosong, seolah semuanya campur aduk dan berakhir pada keheningan lama. Semua pertanyaan yang tadinya ingin ia tanyakan kepada halmoni menguap begitu saja.

Tanpa Seol-A sadari, air matanya turun membasahi pipi. Harapan terakhir Seol-A untuk kembali ke sana pupus. 

Apa selama ini semua kenangan manis itu hanya sebatas mimpi yang hilang begitu Seol-A membuka kembali kedua matanya? Kalau iya, Seol-A lebih memilih tenggelam dalam heningnnya tidur panjangnya dan tidak perlu repot-repot untuk membuka mata demi melanjutkan hidup hampanya sekarang.

Seol-A masih bisa merasakan kehangatan napas Jungkook yang selalu berada dalam jangkauannya, genggaman tangan besar pria itu yang mendekapnya seolah memberi kekuatan kepada Seol-A.

Dengan langkah gontai, Seol-A kembali ke rumahnya. Seol-A meraih kotak musik yang ia letakkan diatas nakas samping tempat tidur dan mengamatinya dengan lekat. Semakin lama menatapnya, semakin menyadarkan Seol-A bahwa itu hanya sebuah kotak musik biasa. 

Tidak ada siapa-siapa di rumah itu, masih hening seperti terakhir kali Seol-A meninggalkannya. Keputusasaan kembali menghampirinya, secara mendadak menguasai kewarasannya untuk beberapa saat. Seol-A jadi susah untuk membedakan kedua dunia itu. Seol-A seperti melihat Jungkook berdiri didepannya sekarang dengan senyum jahil milik pria itu. Apa Seol-A mulai berhalusinasi lagi?

Rasanya semua kenangan itu hanya sebatas imajniasi yang berputar dalam benak kecilnya. Semua itu tidak pernah terjadi. Perasaan itu palsu.

Seol-A meraih ponsel yang terselip diantara selimut dikasur, berniat untuk menelepon Sung-Jae untuk menanyakan keadaannya itu.

Belum sempat melakukan panggilan, suara bel rumah Seol-A tiba-tiba berbunyi. Fakta bahwa Seol-A tidak mengenal siapapun lagi di dunia itu membuat dirinya bertanya-tanya siapa yang berkunjung pagi itu.

Seol-A membuka pintunya dengan sekali tarikan napas. Bahu Seol-A mematung saat mendapati enam orang laki berdiri disana. Seol-A berusaha menahan diri, menancapkan pendirian bahwa pemandangan didepannya ini hanya sebatas ilusi.

"A...pa kalian mempermainkaku lagi?" Seol-A memberanikan diri untuk menatap ke arah wajah mereka satu per satu. 

Kepala Seol-A kembali berdenyut, keraguan kembali menghampiri dirinya. Seol-A ingin mempercayai pandangannya sekarang tapi jauh di lubuk hatinya ia tahu bahwa tidak mungkin mereka semua bisa berdiri disini sekarang.

7 Days ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang