16. Suga

20 9 1
                                    

Seol-A membuka matanya secara paksa saat dirinya lagi-lagi terlempar secara tiba-tiba ke dunia lain, melewati dimensi waktu yang Seol-A sendiri tidak tahu cara kerjanya. Sesingkat kedipan mata, secepat itulah Seol-A berpindah tempat. 

Pemandangan pertama yang ia lihat adalah gumpalan awan dengan latar belakang langit senja. Seol-A berusaha mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya, mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya.

Tidak ada dunia putih yang ia masuki di awal dengan tujuh pigura yang Mr. Bang sajikan sebagai tokoh dalam cerita yang ia buat. Tapi kini Mr. Bang tampaknya mengubah sebagian dari rencananya, seharusnya sistemnya Seol-A memilih pigura mana yang ingin ia jalankan baru kemudian ia akan dipertemukan dengan tokoh itu. Tapi tampaknya aturan itu tidak berlaku lagi.

Seol-A mengacak rambutnya frustasi, sembari menundukkan dirinya di atas tanah dan menarik napas panjangnya, "Mr. Bang, apa yang sebenarnya kau mau dariku! Kenapa? Kenapa Seokjin bisa tahu mengenai Min-Ji? Apa yang sebenarnya terjadi!" 

Tanpa sadar selagi melampiaskan rasa putus asanya, Seol-A menangis. Dia tidak tahu harus mempercayai siapa disini dan meminta bantuan siapa untuk keluar dari sini. Seol-A tidak kenal siapapun dan baginya orang-orang di dalam dunia ini hanya fiksi. Benar kan? Walaupun Namjoon baik kepadanya tapi apakah pria itu bisa membantunya? Atau Seol-A bisa berharap pada tokoh lain? Seperti Seokjin? Rasanya Seol-A ingin menertawakan dirinya sendiri karena sudah sempat punya harapan seperti itu.

"Berisik aku ingin tidur," sebuah suara yang terkesan menjengkelkan mengudara ditengah heningnya suasana hutan.

Seol-A menoleh cepat ke sekitar, tanpa ia sadari gadis itu kini tenah berada di tengah hutan, Di kelilingi jejeran pohon yang tertanam acak, kemana kepalanya berputar hanya pemandangfan lanskap hijau sebagai santapannya. Seol-A hendak brdiri sebelum kembali terduduk berkat bobot berat yang menyerang kedua pundaknya.

"Kau tidak waras ya, tertawa setelah menangis?" pria itu kembali melayangkan pertanyaan menjengkelkannya.

Seol-A menarik napas pelan, berusaha meredam kekesalannya sebelum melepaskan tas ransel yang entah sejak kapan ada dan berdiri menghadap pria itu.

"Apakah kita pernah kenal sebelumny? Memamngnya apa msalahmu jika aku ingin menangis setelah tertawa?"

"Tertawa setelah menangis," pria itu kembali mengoreksi kalimat Seol-A dengan nada santainya.

Sikap pria itu yang kelewat santai tidak Seol-A senangi, sebab dia tampak seperti orang yang tidak bersalahg setelah mengupingnya.

"Iya, aku memang tidak waras. Sebakinya kau pergi dari sini sebelum aku mengeluarkan taringku dan mengoyak kulit mulusmu itu hingga bersisa tulang," dada Seol-A naik turun sembari menunjuk-nujuk ke arah pria itu.

"Kau bukan harimau."

"Tutup mulutmu."

"Baiklah, aku hanya kebetulan lewat dan kuliahat ada seorang gadis kecil yang mrengek akan kerasnya kehidupan. Kau masih muda tapi sudah banyak mengeluh, seperti yang kau katakan di awal, kita orang asing jadi aku tidak ingin ikut campur urursanmu," ujarnya sebelum menenteng tas menggumpalnya yang entah diisi dengan apa dan mulai berjalan menjauhi Seol-A.

Seol-A memandangi punggungnya yang sudah menjauh beberapa langkah meninggalkan tempatnya sebelum mulai menjelajahi pandangannya ke sekitar. Itu sebuah hutam rimba tak berpenghuni. Alarm waspada dalam kepala Seol-A mulai bangkit, rasanya Seol-A baru bangun dari mimpi panjangnya dan dihadapkan pada situasi seperti ini. Jika dilihat dari keadaan disekitarnya didukung kostumnya saat ini, apakah peran Seol-A sebagai seorang pendaki gunung?

Rasa ingin mengumpat Mr. Bang sangat tinggi, entah sudah berapa kali Seol-A tekankan, dia benci olahraga.

"Tunggu!" Seol-A berteriak keras tetapi pria itu tampak acuh dan terus melangkahkan kakinya.

7 Days ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang