"Malem ini ada kegiatan nggak?", tanya Yessa saat dilihatnya Biru yang hanya diam saja sejak pagi tadi. Saat ini mereka baru saja akan bersiap untuk bergegas kembali ke rumah usai jam pelajaran berakhir.
"Nggak kayaknya, dirumah aja", jelas Biru yang terlihat masih memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas..
"Mau ikut gue ke studio?"
"Boleh deh", Biru menjawab setelah sempat berpikir dalam hitungan detik.
"Okey, gue jemput jam 07.00 ya"
"Gue ke studio sendiri aja gapapa"
"Yaudah, tapi benaran dateng ya", ancam Yessa yang memang tahu jika sahabatnya ini suka membatalkan janji secara sepihak dan tiba-tiba, apalagi jika melihat kondisi Biru yang seperti ini.
"Hahaha iya".
"Ya udah ayo", ajak Yessa yang kini sudah siap untuk keluar kelas.
Mereka berjalan beriringan dengan beberapa siswa/i yang juga akan menuruni tangga menuju lantai 1.
"Lo duluan aja, gue kelupaan sesuatu di loker", ucap Biru saat mereka sudah hampir tiba di parkiran.
"Okey, ingat janji lo malam ini Biru!", ucap Yessa yang hanya dibalas anggukan dan lambaian tangan oleh Biru.
"Permisi, apakah sudah mau ditutup?", tanya Biru tergesa saat mendapati staff yang hampir saja menutup layar komputer.
"Ada apa? Apa perlu sesuatu?", tanya staff wanita di depannya ini.
"Ah sebenarnya saya ingin bertanya sesuatu?", ucap Biru ragu karena merasa tidak enak karena menunda staff tersebut yang harusnya sudah bersiap akan pulang.
"Silakan"
"Apakah di kelas X ada siswa bernama Udara?"
"Apa Ada masalah?"
"Nggak ada, saya ingin memastikan sesuatu. Bukan masalah serius tenang saja, tapi ini cukup penting untuk saya", jelas Gara karena ia tahu tidak mudah mencari informasi mengenai siswa/i di sekolah ini melalui pihak internal sekolah. Sebenarnya jika dipikir ia bisa saja menanyakan ke teman OSIS nya atau adik kelas nya secara langsung, namun tentu ia malas jika mereka banyak memberikan pertanyaan lebih lanjut.
"Oh Baiklah, saya cek dulu ya", wanita ini kembali membuka layar jendela website di komputernya.
"Bisa lihat kartu identitas siswa mu", Ranu menyerahkan kartu pelajarnya.
"Bisa sebutkan lagi nama lengkapnya?"
"Udara Ranu Gardara", nama itu terucap dengan lancar, meski sudah bertahun-tahun rupanya ia masih sangat ingat.
"Untungnya saya belum sempat matiin komputer ini", ucapnya lagi saat jarinya sibuk mengetikkan sebuah nama pada kolom pencarian pada website sekolah yang hanya khusus dapat diakses oleh staff.
"Maaf sebelumnya", Gara memainkan pelan telunjuknya di atas meja.
"Gapapa, sekali ini aja ya" hanya candaan yang keluar dari mulut staff tersebut.
"Siswa yang kamu cari terdaftar di kelas X Biology 1", ucap staff tersebut ke arah Gara yang seketika menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan.
"Oh Baiklah, terima kasih informasinya"
"Maaf sudah ngerepotinn, saya permisi", Gara sudah tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia sebenarnya sudah cukup yakin tentang itu, namun saat keyakinan tersebut tervalidasi rasanya sulit untuk dijelaskan. Ia tak siap untuk berada dalam lingkungan yang sama, karena itu akan membuat banyak kemungkinan dan kesempatan untuk mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta yang Dingin
FanfictionKerinduan diantara mereka sama seperti semesta yang tak berpijak, semakin jauh dan sulit meski hanya untuk bertukar sapa. "Apa kabar?" "Udara" "Sulit ditebak ternyata seorang Angin masih mengingat Udara" _____________________________________________...