3 hari berlalu tanpa kabar, Ranu merasa seperti seorang pria yang menunggu kekasihnya memberikan kepastian mengenai status hubungan mereka. Ini gila, kenapa harus ia yang memulainya lagi. Kemarin ia sudah menyapa Angin lebih dulu, dan sesaat sebelum pergi pun Angin mengatakan akan menghubunginya, jadi tidak salah kan jika ia berharap dan hanya menunggu. Tapi sayangnya, Ranu tidak sesabar itu karena buktinya sampai hari ini tidak ada tanda-tanda apapun dari Biru.
"Sialan!, lo masih akan nghindari lagi?", ucap Ranu saat ia mendapati Biru yang duduk di kursi kantin dengan jarak 6 meja di depannya. Pandangan mereka sempat bertemu, namun Biru memutusnya lebih dahulu. Ini adalah pertemuan keduanya setelah 3 hari lalu.
"Lo marah ke siapa?", tanya Ehsan yang kaget mendengar umpatan Ranu.
"Kalo udah selesai, ayo balik ke kelas", ucap Ranu yang sudah berdiri.
"Gimana bisa sudah selesai, pesanan gue baru aja dateng bodoh!", Ehsan memasang wajah bingung tak percaya sekaligus kesal.
"Gue nggak peduli!, duluan", tentu Ranu memiliki dunianya sendiri ia tidak peduli jika harus kembali ke kelas seorang diri. Sementara Ehsan yang tahu jika sepupu sialannya ini tidak bisa dibantah keinginannya, tentu langsung menyantap isi makanan di piringnya dalam secepat kilat, meskipun hanya beberapa suapan setidaknya perutnya sudah diisi dan uangnya tidak keluar cuma-cuma.
"Heh Udara, sialan tunggu!", teriak Ehsan dengan mulut yang masih dipenuhi makanan. Kini semua orang yang tadi sibuk dengan dunianya masing-masing, terahlihkan dengan teriakan kasar tersebut. Ranu yang juga mendengar teriakan itu, berhenti tepat di samping meja dimana ada sosok Angin dan teman-temannya yang tadi asik tertawa kini diam dan memandangnya. Diliriknya sinis dan melengos begitu saja saat mata keduanya bertemu.
Beberapa teman Biru yang juga melihat kejadian barusan tentu tidak tinggal diam, bahkan Jarvis sudah siap berdiri untuk meminta penjelasan mengapa orang didepannya ini menatap sinis Biru.
Brakkkk
"Aww fuck it", teriak Ehsan menahan sakit saat hidungnya menyentuh tulang punggung seseorang.
"Dimana guna mata lo itu?", teriak orang di depan Eshan, yang baru saja memutar tubuhnya untuk melihat sosok yang menabrak dirinya.
"HEH! Yang harusnya marah itu gue!!! Lo yang tiba-tiba berdiri?!!", Ehsan tentu saja merasa tidak terima.
"Oh jadi lo lagi ngejar teman lo yang nggak tahu sopan santun itu?", ucap Jarvis yang sadar teriakan kasar tadi berasal darimana.
"Maksudnya apa nyebut dia kayak gitu gitu?, jangan karena senior bisa bertindak semau-mau bro!"
"Lo ada masalah dengan gue", suara deep Ranu menginterupsi perdebatan antara Ehsan dan Jarvis.
"Apa..."
"Maaf kayaknya ini salah paham. Jarvis udah, biarin mereka pergi", ucapan Jarvis dipotong Biru saat dilihatnya Ranu sudah bergabung di tengah keduanya.
"Lo gapapa?", tanya Biru kepada Ehsan saat diliriknya masih menyentuh hidung yang terlihat memerah.
"Gapapa! tolong ajarin teman lo biar tahu cara minta maaf bukan malah nyalahin orang lain!", jawab Ehsan melirik ke arah Jarvis dan menarik lengan Ranu untuk segera pergi. Bisa dipastikan jika ia semakin lama disana perdebatan akan terus berlanjut.
"Heh jaga mulut lo!", teriak Jarvis yang juga tidak terima.
"Jarvis tolong berhenti", kali ini Yessa ikut menegur Jarvis.
"Kenapa jadi ngebela mereka?", Jarvis tentu kesal saat ketiga teman di depannya ini justru menyudutkannya.
"Kita nggak bela siapa-siapa", Danny ikut memberikan komentarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta yang Dingin
FanfictionKerinduan diantara mereka sama seperti semesta yang tak berpijak, semakin jauh dan sulit meski hanya untuk bertukar sapa. "Apa kabar?" "Udara" "Sulit ditebak ternyata seorang Angin masih mengingat Udara" _____________________________________________...