Chapter 6 - Ingatan

275 33 0
                                        

Senin pagi

Seperti biasanya Biru dan sang ibu sudah berada di meja makan untuk melakukan aktivitas yang tidak boleh dilewatkan, makan pagi. Hal ini sudah menjadi kebiasaan yang diterapkan sang ibu di keluarga kecil mereka.

"Gimana sekolah kamu kak?", tanya sang ibu saat menuangkan susu ke gelas Biru.

"Semua nya baik"

"Syukurlah, mama harap kamu fokus ke sekolahmu untuk ujian akhir dan persiapan ujian CSAT"

"Mama nggak perlu khawatir dengan itu"

"Kasih tahu mama kalo kamu lagi kesulitan. Anything, kita cuma punya satu sama lain disini", ucap sang ibu menyentuh punggung telapak tangan Biru.

"Iya ma, mama jangan banyak khawatir ke Biru ya. Biru udah cukup dewasa, Biru nggak akan buat mama kecewa?", Biru mengusap tangan sang mama dan memberikan senyuman tulus seakan mengisyaratkan jika semua baik-baik saja.

"Biru selesai", tambahnya beranjak dari tempat duduk.

"Tunggu kak, kamu nggak lupa sesuatu?"

Sementara Biru mengernyitkan dahinya dan masih berpikir seperti tidak ada yang ia lupakan. Sang mama sudah beranjak untuk pergi ke kamarnya.

"Kamu berhak punya ini sekarang"

"Ma serius?', Biru masih bingung dengan benda yang baru saja ia terima.

"Kamu bisa pakai mulai hari ini"

"Jadi yang di garasi kemarin? Bukan untuk mama?"

"Nggak, mama sengaja beli untuk kamu"

"Terus mama?"

"Mama bisa pakai yang biasanya"

"Biru rasa belum perlu ini"

"Nggak ada penolakan ya kak, mama nggak mau kamu keliaran pakai motor apalagi sering banget mama perhatiin kamu pulang malam"

"Tapi..."

"Sudah bagus mama nggak larang kamu keluar malam. Pakai aja, udah kelas 12 hati-hat berkendara"

"Makasih ma", sebenarnya Biru malas menerima ini. Namun berdebat dengan ibunya tentu hanya membuang waktu saja.

"Sama-sama kak, oh iya mama kelupaan SIM kamu"

"Kamu bisa ambil sendiri di laci meja kerja mama kan? mama harus berangkat sekarang"

"Okey, hati-hati ma", ucap Biru yang membalas ciuman sang mama di kedua pipinya.

Biru melihat sekilas kunci mobil di tangannya dan hanya menggelengkan kepala. Tidak ada pilihan memang pikirnya.

"Bi Biru berangkat, meja nya bisa langsung dibersihin ya", Biru menyempatkan diri ke dapur untuk menemui wanita paruh baya yang bekerja di rumahnya. Karena terlalu malas untuk ke ruang kerja sang ibu, Biru sengaja untuk melupakan SIM nya.

"Siap Mas Biru"

Dalam suasana yang sungguh berbeda, dalam rumah yang jauh lebih besar dari rumah sebelumnya. Ranu masih terlihat bersiap-siap untuk mengenakan seragam sekolahnya. Diliriknya ponsel yang berada di atas meja belajarnya, saat menemukan panggilan dari Ehsan.

"Lagi pakek sepatu! Nggak sabar banget lo", gerutu Ranu setelah ia menekan tombol loudspeaker.

"HEH lo lihat ini udah jam 07.00! Cepat dikit kalo nggak mau gue tinggal!", Eshan mengakhiri panggilannya karena hampir 20 menit sudah ia menunggu pemuda tidak tahu terima kasih ini.

Ranu berlari saat melewati ruang makan keluarganya, seperti biasa ia memang akan mengabaikan aktivitas makan pagi bersama.

"Ranu udah terlambat", seru Ranu, seakan kalimat itu adalah kata pengantar rutin yang ia ucapkan setiap pagi.

Semesta yang DinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang