Special Chapter - Perginya Angin

178 22 0
                                    

"Ranu pulaaaaaaaang", teriak Ranu saat memasuki rumahnya ketika ia baru saja kembali dari sekolah.

Seperti biasanya, ia akan disambut oleh pengasuhnya yang sudah menunggu dirinya sejak tadi. Setelah mencuci tangan dan kaki, berganti pakaian biasa, makan siang, selanjutnya Ranu pergi ke ruang bermain. Tentu saja seusai pulang sekolah ini ia hanya bermain seorang diri, karena sang kakak masih berada di sekolahnya. Ranu menghabiskan sisa hari hingga menjelang sore dalam ruangan berukuran 10x10 meter ini, jangan lupakan ia juga akan tidur siang di atas ranjang yang tersedia dalam ruangan itu.

"Kak Anginnnnnnnnnn", Ranu keluar dari ruang bermainnya sambil mengucek matanya yang baru saja terbuka.

"Kakaaaaak"

"Kaaaakkk"

"Kak Angin kemana???"

Mulai dari kamar, ruang keluarga, ruang utama, dapur, halaman belakang hampir ke semua penjuru ruangan di rumah ini sudah dikelilingi Ranu namun ia masih tidak mendapati sosok sang kakak dimanapun.

"Hiks hiksssss hikssss", Ranu mulai menangis sesegukan saat kembali di ruang bermainnya.

"Kak Angin kemana? Hikksss", dengan mata yang sudah membengkak, hidung merah, dan tubuh penuh keringat Ranu masih menangis seorang diri.

"Adeeekkk, ya ampun!", ucap sang pengasuh yang akhirnya lega saat dilihatnya Ranu ada di dalam ruangan ini, namun ia pun panik karena terlihat anak kecil di depannya ini sedang menangis.

"Sudah ya jangan menangis lagi"

"Kak Angin kemana bi?", tanya Ranu yang sudah mengangkat wajah yang tadi ia sembunyikan diatas kedua lututnya.

"Kak Angin ada acara di sekolah, jadi untuk sementara belum bisa pulang", ai bibi jelas sudah mengerti alasan Ranu menangis, dan ia sudah menebak jika Ranu akan bertanya mengenai Biru. Tentu saja ia sudah menyiapkan jawaban yang sudah diajarkan sang tuan sebelumnya.

"Kak Angin menginap diluar?", pertanyaan ini hanya dibalas oleh anggukan yang tulu dari sang pengasuh.

"Ya sudah sekarang Ranu mandi ya, nanti kita keliling taman di depan, tadi bibi lihat ada pertandingan basket loh. Ranu mau lihat?"

Ranu adalah tipe anak penurut jika di belakangnya di imingi-imingi sesuatu yang ia suka. Tidak sesulit itu membujuknya. But we never know what's gonna happen.

Setelah ia menuruti papa nya yang meminta dirinya untuk tidak menemui Biru, hari ini hari ke 7 Ranu tidak sesabar itu untuk menunggu lagi. Bagaimana tidak sudah hampir seminggu Biru tidak pulang, tentu Ranu bukan anak usia 1 tahun yang bisa lupa begitu saja terhadap saudaranya. Setiap hari hampir 2 minggu berturut-turut Ranu selalu datang ke yayasan Junior High School di sekolahnya, tempat dimana menurutnya Biru ada disana. Ia nekat untuk berjalan ke gedung JHS dan menunggu di depan kelas Biru. Namun nihil, tentu saja karena Ranisa sudah memindahkan Biru ke sekolah lain.

"Apa dia nggak tahu kakak nya sudah nggak sekolah disini lagi"

"Aku nggak tega lihatnya hiks"

"Anak kecil yang malang, dia menggemaskan sekali"

"Aku ingin mangadopsinya"

"Kenapa Biru tega sekali"

"Aku berpikir keluarga mereka sedang mengalami masalah"

"Kenapa dia masih juga disana, padahal sudah diberitahu faktanya"

Komentar dari teman-teman Biru dan beberapa anak di sekolah menengah itu tidak membuat Ranu merasa risih, jelas karena Ranu tidak mendengarnya secara langsung. Mereka rupanya masih memiliki sopan santun untuk tidak memberikan komentar secara terang-terangan, tetapi bisikan-bisikan itu rupanya cukup mengganggu salah satu anak di kelas tadi.

"Kau tidak lelah datang kemari setiap hari?", Ranu yang sedang berdiri disamping pintu kelas langsung mengarahkan pandangannya ke sumber suara.

"Tidak, aku ingin bertemu kak Angin"

"Tapi Angin udah nggak sekolah disini, kau tahu kan?"

"Kenapa kalian semua ngomong begitu sejak kemarin?"

"Karena kami kasihan melihatmu bocah kecil"

"Aku bukan bocah kecil!"

"Lalu apa?"

"Aku beritahu lagi ya, Angin nggak ada disini! Jadi tolong berhenti! Kehadiran kamu disini hanya mengundang perhatian orang-orang! mengganggu saja!"

Ranu yang sudah bersedih jadi makin bersedih, ia berjalan gontai untuk ke kelasnya. Jam istirahat yang seharusnya ia gunakan untuk makan siang, malah terbuang sia-sia hanya untuk menunggu sang kakak.

***

"Hiksss kak Angin"

"Kak Angin jangan pergi"

"Halo, tuan saya ingin memberitahu jika den Ranu suhu demamnya semakin tinggi, dari tadi hanya mengigau memanggil den Angin", pengasuh Ranu sebut aja bi Tati terlihat panik dan sudah bingung karena demam Ranu tidak kunjung turun

"..."

"Baik Tuan"

Setelah panggilan terputus bi Tati keluar untuk memanggil pak Santo supir dirumah Ranu yang juga sebagai supir pribadinya agar mengangkat Ranu ke mobil untuk dibawa ke rumah sakit. Dalam perjalanan tentu saja Ranu masih setia mengigau untuk menyebut nama sang kakak tanpa henti.

"Kasihan den Ranu, mana masih kecil", ucap bi Tati yang tidak bisa menahan air matanya untuk tidak tumpah.

"Biasanya ada Nyonya dan den Biru yang selalu ada disampingnya, sekarang hanya tinggal dengan ayahnya yang sibuk bekerja saja"

"Hushh bi jangan bicara yang tidak-tidak, nanti den Ranu dengar", ingat pak Santo agar bi Tati menjaga ucapannya.

"Aku hanya kasihan, nggak tau bagaimana kedepannya nanti"

"Makanya ada kita, ingat pesan nyonya ya bi"

Setelah dilakukan pemeriksaan dokter mengatakan jika Ranu mengalami masalah pada sistem pencernaan dan juga dehidrasi, maka untuk sementara harus menerima perawatan, tidak sampai rawat inap setidaknya hanya sampai infus nya habis.

Melupakan seseorang yang setiap hari bersama bukan hal mudah, Ranu bahkan lebih sering sakit daripada biasanya. Imunnya turun dan semangatnya tidak lagi seperti saat ada Angin di hidupnya. Bahkan setelah beberapa hari sejak ia menerima perawatan Ranu sempat hilang selama beberapa jam, untung saja ia dapat ditemukan, meskipun saat kembali keadaan Ranu sudah berantakan. Luka dimana-mana dan baju nya sangat lusuh seperti sudah hilang berhari-hari.

"Hi Udara, apa kau masih mengingatku?", seorang anak laki-laki yang baru saja masuk ke ruang bermain Ranu.

"kamu anak paman Tirta?", jawab Ranu yang sebelumnya sempat berpikir.

"Good boy, kau bahkan mengingatku! Jadi aku tidak sudah payah memperkenalkan diri"

"Ada apa kamu kemari?"

"Ingin ngajak kamu main"

"Aku nggak mau main"

"Terus yang sedang kamu lakukan ini apa jika bukan bermain? Mendongeng? Hahahaha! Kau lucu rupanya"

Ranu menatap sebal bocah laki-laki di depannya ini. Bagaimana bisa wajah dan perilaku sama-sama menyebalkan.

3 bulan sesudah kepergian Biru, akhirnya Banyu meminta bantuan saudara kembarnya agar membawa anaknya yang seusia Ranu untuk menghiburnya. Begitulah akhirnya Ranu menjalani kehidupan tanpa Angin yang ditemani sang sepupu Ehsan. Bahkan Ehsan sampai pindah ke sekolah yang sama dengan Ranu. Jadi jangan salahkan jika keduanya memiliki hubungan love and hate yang sangat dalam. Hari-hari Ranu banyak dihabiskan di rumah Ehsan, menurutnya rumah itu adalah tempat paling aman yang membuat ia akan lupa terhadap memori buruknya.

Meskipun itu hanya omong kosong saja, bagaimanapun juga sampai detik ini Ranu tidak akan melupakan bagaimana ia merasa dibodohi oleh ketiga orang keluarganya sendiri.




tbc

Semesta yang DinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang