Ahhhhhhhhh yes baby
Suara menjijikan terdengar saat pemuda itu baru saja menginjakkan kaki nya di toilet. Niatnya ingin menenangkan diri, namun mood nya malah semakin kacau. IYA bagaimana tidak harusnya ia bisa bersenang-senang bersama temannya untuk merayakan hari kelulusannya, namun justru rusak terganggu ulah sang ayah yang tiba-tiba menelpon dan menyuruhnya untuk segera pulang.
"Fast er ehhh honeeyyy ahhhhh"
"Shit! what the fuck is this?!!!!", seru pemuda itu keluar dari toilet sambil membanting pintu dengan kasar.
Ia berjalan menuju meja dimana teman-temannya berkumpul. Suara bising dari musik malam terdengar memenuhi ruangan rumah yang mereka gunakan sebagai tempat diadakannya acara perayaan kelulusan JHS & SHS Paraditama, bukan acara resmi melainkan party khusus yang diadakan sebagian siswa terpilih. Party yang tentu saja diisi oleh DJ, nikotin, minuman keras, dan seks.
"Gue cabut", pemuda itu meraih jaket yang terletak pada pinggiran sofa.
"Baru juga jam 7", ucap salah satu temannya.
Tanpa merasa wajib menjawab ucapan teman-temannya, ia berlalu begitu saja.
"Just take my shit! Kalo bukan saudara nya Eshan udah gue habisi itu anak!"
"Ngehe lo! emang lo nggak ada kekuatan ngelawan dia"
"Sialan!"
"That's the fact"
"He is a karate black belt. I'm a fan of him", kali ini Kevin sang pemilik rumah yang berbicara.
***
"Dari mana aja kamu?", kalimat itu langsung ia terima begitu masuk ke rumahnya. Sang ayah menatap anaknya dari atas ke bawah, ia baru saja mencium aroma nikotin dan alkohol begitu sang anak melewati dirinya yang berdiri didepan pintu rumah.
"Papa sudah ingatkan dari kemarin untuk pulang sebelum pukul 7 Udara!!"
Ia tersentak saat nama depannya dipanggil "Ck, yang penting aku sudah kembali kan", ucapnya melengos begitu saja di depan sang ayah.
"Sana mandi, papa tunggu disini kita sudah terlambat"
Bukannya lupa, justru Udara sangat ingat pesan tersebut. Bagaimana tidak ayahnya dari beberapa hari lalu bahkan sampai pagi tadi, masih mengingatkan bahwa hari ini keluarga mereka akan mengadakan makan malam diluar untuk merayakan ulang tahun ibunya. Udara atau yang mungkin lebih sering dipanggil Ranu memang sengaja mengabaikannya, apalagi sebabnya kalau bukan karena ia malas menghadiri makan malam itu. Sudah cukup sesak baginya tinggal serumah dengan perempuan yang ntah darimana asalnya tiba-tiba menggantikan sosok ibu kandungnya tersebut, ditambah lagi harus selalu bersikap pura-pura baik.
Kini Ranu sudah duduk di tengah-tengah keluarga "harmonisnya", bersama ayah, ibu tiri, serta seorang anak perempuan berusia 5 tahun hasil dari pernikahan keduanya.
"Oh iya Udara selamat ya untuk kelulusan mu", ucap wanita bernama Rossa ibu tiri Ranu.
"Terima kasih, tapi maaf jangan panggil saya Udara", jawab Ranu yang memang tidak suka jika dipanggil Udara. Baginya nama Udara hanya boleh di ucapkan oleh keluarga dan sahabatnya saja. Lagi pula ia sebenarnya sudah cukup asing dipanggil Udara, mungkin jika pun terdengar panggilan itu hanya ia dapatkan dari beberapa orang yang baru pertama kali ia temui dan tidak mengenal dekat dirinya.
Nama itu terdengar cukup menyakitkan di telinganya, itu hanya akan mengingatkan dia pada seseorang di masa lalunya.
"Ranu tolong jaga sikap mu pada bunda", tegur sang ayah yang memang lelah untuk memperingati sikap buruk putra bungsunya tersebut.
"It's okay , Ranu butuh waktu", Rossa menyentuh tangan sang suami dan memberikan senyum tulusnya.
Ranu tidak peduli dengan situasi canggung ini, ia hanya sibuk memainkan ponselnya tanpa berniat ikut pembicaraan yang dilakukan ketiga orang di depannya. Sungguh Ranu benci situasi ini, ingin rasanya ia pergi dan menyudahi semuanya. Namun, bisa apa ia anak yang baru saja menginjak usia 16 tahun yang tentu saja masih membutuhkan orang tua untuk membiayainya hidup. Ranu bukan tipe anak drama, yang berpikiran sempit berniat pergi dari rumah dan bekerja keras untuk hidupnya. Lagian juga mana rela ia meninggalkan ayah nya dengan wanita lain, ayahnya bekerja keras bukan untuk menghidupi wanita itu tapi untuk dirinya. Maka tidak heran Ranu bebas menjalani kehidupan mewahnya, tanpa khawatir hal lain. Ia akan menggunakan semua uang ayahnya untuk bersenang-senang.
"Ada rencana untuk melanjutkan pendidikanmu ke Paraditama atau SMA lain?", kali ini sang ayah bertanya pada Ranu.
"Belum tahu", jawabnya singkat masih terfokus pada layar ponsel.
"Biar papa yang pilihkan sekolah untukmu"
Ranu menatap ayahnya tidak peduli, toh ia yakin sekolah yang dipilih ayahnya bukan sekolah sembarangan. Lagian sebenarnya ia juga sudah malas jika harus melanjutkan ke Yayasan Paraditama School. Siswa dan siswi nya terlalu membosankan.
Yayasan Paraditama School merupakan sekolah dengan jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, dan SMA. Meskipun merupakan salah satu sekolah international dan bergengsi, namun siapa yang tahu didalamnya terlalu banyak kebusukan. Orang tua dan guru yang bekerja sama untuk menaikkan peringkat anak sudah dianggap hal biasa, persaingan yang sangat tidak sehat membuat Ranu cukup muak dan tentu akan senang hati untuk tidak melanjutkan pendidikannya disana.
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta yang Dingin
FanfictionKerinduan diantara mereka sama seperti semesta yang tak berpijak, semakin jauh dan sulit meski hanya untuk bertukar sapa. "Apa kabar?" "Udara" "Sulit ditebak ternyata seorang Angin masih mengingat Udara" _____________________________________________...