Note:
Untuk yang udah baca Chapter 9, bisa baca ulang ya. Ada part yang aku tambahin dan itu cukup banyak.
Have a great day!
______________________________________________________________
Kehidupan bocah 6 tahun dan 8 tahun yang benar-benar penuh warna, sama seperti anak kebanyakan keduanya saling bertengkar dan menangis saat keduanya saling mengganggu satu sama lain. Masa kecil mereka tidak banyak dihabiskan dengan sosok orang tua, sang ayah bekerja sebagai CEO untuk perusahaan rintisan sementara sang ibu berprofesi sebagai dokter muda spesialis kandungan dan ginekologi, sekaligus masuk jajaran pengurus untuk yayasan pada lembaga amal anak.
Suara anak kecil memenuhi ruangan bermain di rumah dengan nuansa modern kontemporer. Setiap hari suara itu menjadi hiburan tersendiri bagi beberapa pekerja di rumah tersebut, jangan tanya pemilik rumahnya.
"Ranu mau lego ini", ucap Ranu kecil merebut paksa beberapa bricks lego Star Wars yang sedang dipasang oleh Biru.
"Kamu udah punya mainanku yang lain", Biru memasang ekspresi sedihnya, saat mengingat mainan lainnya sudah di ambil paksa Ranu.
"Ya udah ambil saja semua lagi", Ranu menyodorkan sebuah robot Transformers kepada Biru.
"Nggak mau, sini kembalikan", Ranu memiringkan tubuhnya untuk melindungi lego yang akan diambil Biru.
"Kakak adukan mama ya!"
"Adukan saja, tidak takut. Ranu punya papa", Ranu menjulurkan lidahnya tidak mau kalah.
"Ya udah kamu jangan dekat-dekat, pergi sana! Ini batas area bermain kita, jangan lewati ini kalo tidak mainanmu yang lain kakak ambil", ucap Biru sambil memberikan batas dengan menyusun miniatur jalanan rel kereta api di atas lantai.
Ranu hanya bisa memandangi kakaknya yang sedang memberi garis perbatasan agar ia tidak melewati itu. Ia kesal namun pura-pura tidak peduli. Beberapa saat Biru terlihat asik dengan dunianya, kali ini ia menyusun beberapa miniatur vehicle serta kendaraan lainnya. Ia ingin membuat pemandangan jalan raya yang penuh dengan berbagai macam kendaraan.
"Ranu nggak mau main lagi", Ranu memanyunkan bibirnya dan hendak beranjak menuju kamar mereka, rupanya ia yang tidak bisa bermain sendiri tentu merasa iri sekaligus kesal melihat Biru.
Sebagai seorang kakak yang hatinya terbuat dari kapas, Biru tentu akan menyusul Ranu. Ia sebenarnya sempat beberapa kali menangkap mata Ranu yang terlihat sedih saat bermain sendiri.
"Mau main dengan kakak?", ucap Biru yang berdiri di pintu kamar mereka saat dilihatnya Ranu sudah menenggelamkan wajahnya di balik bantal, "ia benar-benar marah rupanya" pikir Biru.
Tidak ada jawaban apapun...
"Yasudah nih kamu boleh memainkan lego ini, kita pasang berdua ya", Biru sudah berada di samping sang adik, mengusap kepalanya lembut.
"Kakak tunggu di luar, kalo nggak kesini sekarang selamanya kita tidak bermain", ancam Biru seperti kebanyakan anak kecil lainnya, yang selalu menggunakan kata SELAMANYA saat mengucapkan atau membuat janji terhadap sesuatu.
Seperti inilah keduanya, bertengkar karena alasan mainan selalu terjadi hampir setiap hari. Padahal jika dipikir semua mainan mereka sama, orangtua mereka sengaja membelikan keduanya mainan serupa, hanya dibedakan series saja, series nya pun atas pilihan mereka berdua masing-masing. Tapi entahlah jika Biru sedang asik dengan mainan nya sendiri Ranu selalu mengganggunya, apapun mainan yang dipilih Biru akan diminta Ranu untuk menjadi miliknya. Meskipun pada akhirnya mereka akan bermain bersama juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta yang Dingin
Hayran KurguKerinduan diantara mereka sama seperti semesta yang tak berpijak, semakin jauh dan sulit meski hanya untuk bertukar sapa. "Apa kabar?" "Udara" "Sulit ditebak ternyata seorang Angin masih mengingat Udara" _____________________________________________...