Chapter 7 - Opini

208 23 0
                                    

Ranu Langsung menuju parkiran saat bel istirahat sudah terdengar, karena terlalu malas ke kantin atau berdiam diri di kelas, Ranu memutuskan untuk menghabiskan jam istirahat di mobil, sehingga ia menyalakan mesin mobil dan mengatur posisi kursi agar ia dapat bersandar dengan nyaman. Kini tangan dan matanya nya hanya sibuk dengan ponsel, menjelajah media sosial untuk sekedar membaca informasi atau menyaksikan video menarik, namun sesekali matanya tetap melihat ke arah luar mobil. Ntah kebetulan atau tidak, ia tersentak saat dari kejauhan melihat orang yang ia kenal berjalan mendekati arah mobilnya. Mata terus mengikuti pergerakan orang itu. Tidak ingin kehilangan seperti kemarin, Ranu mematikan mesin mobil dan langsung menghampirinya.




"Apa kabar?"

Sapaan yang terdengar klasik, namun siapa yang tahu ini hanya bentuk sapaan sarkas yang Ranu keluarkan setelah perpisahan mereka 5 tahun lalu.



"Udara"

Nama itu kini Ranu dengar semakin nyata dan tepat di depan matanya.

"Wah sulit ditebak seorang Angin masih mengingat Udara", hanya senyuman mengejek yang tertangkap dari raut wajah Ranu saat ini.

"Gimana kabarmu?", sesungguhnya Biru tidak tahu apakah ini sapaan atau hanya sekedar bentuk balasan untuk ucapan Ranu barusan.

"Nanya kabar gue? Tentu aja sangat baik!", sindir Ranu sarkas dan jelas berbohong.

"Syukurlah, saya ikut senang dengarnya"

"Terus lo? Kayaknya jauh lebih baik!"

"Bisa kamu lihat sendiri dari luar, saya baik-baik saja"

"Sayang banget, padahal gue ngarepnya lo nggak dalam keadaan baik"

Biru tidak mampu membalas perkataan Ranu barusan. Memang seharusnya seperti itu, tapi jujur pada kenyataannya ia telah baik-baik saja setidaknya sejak 2 tahun lalu.

"Sudah tahu lebih dulu gue ada disekolah ini, kenapa nggak langsung nyapa gue?", Ranu jelas akan mengeluarkan seluruh isi pikirannya untuk dituangkan pada sosok orang didepannya ini.

"Aa gue paham si, kalo gue nggak nyapa duluan, lo bakal terus pura-pura seakan kita nggak saling kenal ya", lanjutnya.

"Udara tolong bisa kamu berhenti sama pikiran negatif kami itu!"

"Terus?"

"Maafin saya, saya belum siap"

"Sampe kapan? Same akhirnya lulus dari sekolah ini terus pergi menjauh lagi? IYA???!!"

"Nggak kayak gitu! Tolong berhenti bicara kata-kata berdasarkan opini kamu"

"Gue lagi nggak beropini, ini fakta! Lo pergi ninggalin gue dan saat semesta kasih kesempatan untuk ketemu lo justru ngindar lagi!"

"Gue tanya, apa lo ada keinginan ketemu gue, orang yang lo tinggalin 5 tahun lalu?"

Tidak ada jawaban dalam beberapa detik, Biru bingung akan jawaban dari pertanyaan yang sebenarnya sederhana ini, sementara Ranu tentu menunggu jawaban yang ingin ia dengar.

"Nggak usah di jawab! Gue udah tahu, jelas dari ekspresi lo", Ranu mengambil kesimpulan Biru tidak merindukannya.

"Udara percaya ke saya jauh sebelum ini saya selalu mikirin kamu. Cuma untuk ngelihat kamu sudah bahagia, saya nggak mau merusak kebahagiaanmu"

"..."

"Lo tahu gue disekolah ini, you find me, dan lihat gue ternyata baik-baik saja, jadi lo anggap nggak ada gunanya untuk balik lagi, gitu maksud nya?"

Semesta yang DinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang