Malam Pertama

29 3 0
                                    

Siapapun yang hadir itulah takdir.

Malam semakin larut, angin malam semakin merayap, membuat tubuh yang tadinya pulas dengan tidurnya merasakan kedinginan.
Tangan yang tadinya dia selipkan di bawah bantal kini mulai meraba sekitar, mencoba mencari sesuatu. Ditariknya satu kain yang sedari tadi tergeletak di bawah kakinya.

Masih dengan mata tertutup dia menutupi tubuhnya dengan kain tersebut. Itu bukan selimut, melainkan piyama bulu. Rasa hangat kembali membuat dia pulas lagi.
Di sisi lain, Hanan masih tertegun saat di dapati piyama yang ingin dia gunakan sudah dijadikan selimut oleh Zahwa.

Merasa iba, Hanan membiarkan barang miliknya itu digunakan oleh Zahwa.

Sebagai gantinya, dia mengambil handuk lebar. Lalu berjalan ke arah kamar mandi.

Selang beberapa menit, Hanan keluar dengan menggunakan handuk dan bertelanjang dada.

Matanya awas melihat ke arah Zahwa yang masih terlelap. Bergegas
ia menuju lemari, mengambil baju yang tadi belum sempat dia bawa.

Dengan cepat pula, dia memakai pakaiannya. Sesekali dia melirik ke arah Zahwa. Samar-samar takut jika perempuan itu terbangun. Tetapi tidak, zahwa terlihat sangat pulas dalam tidurnya.

Selesai berpakaian Hanan mengambil ponselnya, melihat sejenak. Beberapa pesan dari teman dan rekan kerjanya memenuhi laman WhatsApp-nya. Ada yang langsung dia balas ada juga yang hanya dibaca oleh Hanan.

Kebanyakan dari mereka mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya orang tuanya. Ada yang menggoda dan memastikan apakah berita pernikahan sungguh benar adanya atau hanya gosip saja.

Dengan masih melihat pesan-pesan dari ponselnya. Hanan keluar dari kamar. Ada sesuatu yang harus dia lakukan di bawah.

Mendengar pintu tertutup, mata yang sedari tadi terpejam berlahan terbuka. Iya, Zahwa sudah bangun sejak tadi, sejak Hanan mulai mandi dan dia pura- pura tidur karena rasa malu dan salah tingkah yang tak karuan brutalnya.

"Bodoh!" Umpat Zahwa pada dirinya sendiri.

Dengan nafas tersengal dia mengubah posisinya yang tadinya terbaring menjadi duduk.

Dia letakkan telapak tangannya dia dadanya. Debaran yang tadi dia tahan, kini menyeruak secara bersama-sama.

"Ya Alloh! Jika tadi aku tidak pura-pura tidur, apa jadinya?" tanyanya lagi pada pada dirinya sendiri.

Untuk pertama kalinya dia satu kamar dengan seorang pria. Untuk pertama kalinya juga dia melihat pria bertelanjang dada seperti tadi.

"Ah! Kacau! Jika setiap hari seperti ini, aku bisa jantungan," runtuknya.

"Sekarang harus bagaimana?"

Zahwa bimbang. Dia melihat sekelilingnya. Kakinya ia hentak - hentakkan dan dia menggigit ujung kuku jari-jarinya. Kegelisahan sedang menguasai dirinya.

"Udahlah, aku cukup pura-pura tidak tahu apa-apa!" Dengan terus mencoba menenangkan dirinya sendiri, Zahwa menarik nafas dalam-dalam untuk menetralisir degup jantungnya.

Tidak ingin memikirkannya lagi . Zahwa beranjak dari sofa. Dengan mengumpulkan keberanian, dia keluar kamar.

"Ya Allah, bantu aku menjalani malam ini! Ayah, ibu! Anakmu ini masih sangat polos. Jangan sampai, kepolosan ini sirna," keluhnya dengan mengadah ke atas.

Rasa sedihnya sudah berganti kecemasan dalam menghadapi suamimya.

Zahwa sudah menuruni tangga, dia melihat Hanan ada di ruang makan. Laki-laki itu, sedang menyiapkan makan malam.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang